Thursday, February 7, 2019

Kisah Bella (6)

.
.
Hari Rabu tepat pukul 8 pagi kami semua berkumpul di depan gerbang sekolah. Seragam olah raga masih cerah warnanya karena baru beberapa minggu dipakai. "Nilainya berdasarkan kecepatan sampai ya, jadi lari sekencang-kencangnya. Jangan lupa atur nafas supaya bisa sampai garis finish." Pak Sambas selaku guru olahraga memberi pengarahan. "Ini sih nilai paling gede si Mutia" bisik Joyca ketua kelasku. Kami semua yang mendengar mengaminkan, Mutia adalah anak berprestasi dibidang lari maraton di sekolah, siapa juga yang bisa mengalahkan? .
.
Namaku disebut pada sesi 2, berbarengan dengan Daffa. Cowok tinggi itu sejak awal sudah melempar senyum kepadaku. Aku tetap cuek. Tapi bukan Daffa namanya jika sedih hanya karena respon jutekku.
.
.
"Bersedia, siap, ya!" Pak Sambas memberi aba-aba. Kami yang ada pada sesi 2 berlari sekencang-kencangnya. Pada tikungan pertama tiba-tiba tali sepatuku terlepas. Aku berjongkok dan berusaha cepat mengikat tali sepatuku. "Aku temenin ya" Daffa tiba-tiba sudah jongkok di sampingku. "Heh!! Lari!! Ini buat nilai kali, gue masih lama!!" jawabku marah. Kenapa sih ada orang seaneh dia? "Aku mau nungguin Bella aja, biar nilai kita sama, hehe." Daffa memang gila, entah apa yang dia pikirkan. Untunglah akhirnya setelah berdebat panjang dia melanjutkan larinya tanpa menunggu aku, ternyata dia masih memikirkan nilai.
.
.
.
"15 menit." kata Pak Sambas sesampainya aku di garis finish. Daffa berdiri tepat di samping Pak Sambas. "Tadi Bella iket tali sepatu dulu pak, sebenernya larinya kenceng banget tadi." Daffa mencoba merayu Pak Sambas, namun Pak Sambas terlalu sibuk mencatat nilai teman-temanku yang baru sampai garis finish. Aku berusaha tidak menghiraukan Daffa dan duduk bergabung dengan yang lain.

No comments:

Post a Comment