Monday, July 29, 2019

PATAH (14)



           "Bang Indra, kalo orang bilang sayang tuh maksudnya gimana sih?" tanyaku pada Bang Indra. Bang Indra menatap aku tajam. "Yaa tergantung, sayang apa dulu nih? Bisa sayang sebagai adek, sayang sebagai teman atau sayang sebagai apa? Lagian kalo cowok bilang sayang mah jangan terpesona dulu, bisa aja dia sayang sama semua orang" jawab Bang Indra. Aku mengangguk-angguk sedikit kecewa. "Emang siapa yang bilang sayang sama lu, Ra?" sekarang Bang Indra yang bertanya. "Hmm ada deh, ehehe" jawabku malu-malu. "Capek gue deh denger lu di bohongin cowok, kalo ada yang deketin suruh ijin ke gue dulu yak!" Bang Indra memberi perintah. Aku manggut saja sebagai adik yang baik.
           Semenjak lulus kuliah dan bekerja, teman-teman Bang Indra jarang datang ke rumah. Rumah jadi semakin sepi, apalagi Tante Linda sudah tidak tinggal di sini. Suasana sepi ini membuat Papa semakin yakin untuk menikah lagi, Papa tidak peduli aku yang selalu menentang. Papa yakin bahwa aku butuh Mama baru, sedangkan aku merasa bahwa aku sudah mandiri.
             "Senyum, Ra!" Bang Indra memaksaku senyum sedangkan aku sudah malas sekali dengan acara pernikahan ini. Beruntungnya aku mengundang Ghea untuk menemaniku. "Ra, Mama baru lu cantik" Ghea mencoba memuji Tante Lintang. "Biasa aja" jawabku ketus. Sebenarnya kalau di lihat dengan teliti, Tante Lintang memang cantik untuk wanita seusianya. Wajahnya terlihat lebih muda namun pembawaannya dewasa.
              "Kak Rara, foto sekeluarga yuk" Bilqis menarik tanganku. Aku sebenarnya malas namun menurut saja demi lancarnya acara. Selesai foto bersama Bilqis dan Bang Indra sibuk menyapa tamu-tamu yang hadir sedangkan aku duduk saja bersama Ghea. "Lu ngga undang Kak Adam?" Ghea meledek aku. "Gilaaa aja gue ngundang dia, bikin rusuh acara" jawabku kesal. Ghea tertawa bahagia melihat wajahku yang manyun. "Ra, itu temen-temen Bang Indra ya? Ada yang ganteng ngga buat gue?" Ghea menujuk ke arah kanan kerumunan orang. Aku fokus pada satu orang dan aku benar-benar terkejut dengan apa yang aku lihat. Bang Ramzy datang bersama wanita dan wanita itu ia gandeng tangannya mesra. "Tapi gue liat-liat yang paling ganteng tetep Bang Indra deh" Ghea masih belum sadar dengan apa yang terjadi padaku. "Ra? Lu kenapa?" Ghea menggoyangkan tangannya di depan wajahku sampai aku tersadar.
              Aku menarik Ghea keluar gedung. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku benar-benar tidak menyangka dengan apa yang aku lihat barusan. "Ra, lu kenapa?" tanya Ghea sambil terus mencoba menenangkanku. "Gue sebenernya lagi deket sama temennya Bang Indra, tapi barusan gue lihat dia bareng cewek" aku menjelaskan sambil terus menangis. Air mataku tidak dapat di bendung. "Mungkin itu adik atau kakaknya, lu jangan nangis dulu" Ghea terus saja menenangkan aku yang tak juga berhenti menangis. 

Monday, July 22, 2019

PATAH (13)


          Kamarku sudah seperti kapal pecah, semua isi lemari aku keluarkan. Aku bingung pakai baju yang mana. Semua rasanya tidak ada yang cocok, semua baju terlihat sudah lama dan kumuh. Tanpa di sadari Adzan Magrib sudah berkumandang berarti sebentar lagi Bang Ramzy akan datang jemput. "Udah siap, Bi?" tanya Bang Ramzy saat aku menemuinya di teras. "Udah, langsung jalan aja yuk!" ajakku. Aku tidak pamit pada Papa dan Bang Indra karena sejak siang mereka tidak ada di rumah.
           "Kalo malem kok keliatan cantik gini, Bi" Bang Ramzy membisikkanku saat kita sudah sampai lokasi. Kita harus berbisik di telinga karena suara soundnya besar sekali. "Karena gelap jadi keliatan cantik, kalo terang keliatan aslinya" jawabku kesal. Bang Ramzy tertawa lepas kemudian merangkulku. Jantungku tidak dapat berdetak secara normal. Rasanya aku tidak ingin waktu berjalan, aku ingin waktu berhenti saat ini saja. Sepanjang malam Bang Ramzy menjagaku, penontonnya sangat banyak tapi aku selalu di dekap erat sampai tidak ada yang bisa menyentuhku selain Bang Ramzy.
        "Mau foto sama vokalisnya ngga? Gue kenal" Bang Ramzy menawarkan. Aku mengangguk mau karena suara vokalisnya sangat unik, aku yakin suatu saat pasti dia terkenal. "Wuih Ramzy bawa cewek, tumben! Tapi makasi banyak lu mau nonton gue" vokalis itu menyalami Bang Ramzy. Bang Ramzy menyampaikan kalau aku mau foto bareng, akhirnya kita foto bertiga. "Btw, pake dukun mana lu bisa dapet cewek imut gini?" vokalis itu merangkul Bang Ramzy, aku hanya mendengarkan mereka bercakap-cakap. "Adeknya temen gue, cantik kan?" jawab Bang Ramzy. Aku tersipu malu mendengar Bang Ramzy memujiku di depan temannya. Rasanya mau terbang tapi sayang aku tak punya sayap.
             "Makasi banyak ya, Bang! Aku seneng banget tadi" kataku saat turun dari motor Bang Ramzy. "Kapan-kapan kalo gue ajak lagi, mau?" tanya Bang Ramzy sambil mengedipkan satu matanya. Dasar genit! Kataku dalam hati. Aku hanya mengangguk setuju. Sangat setuju!! Bang Ramzy turun dari motornya dan menghampiriku. Ia memegang bahuku kemudian mencium keningku. Aku mematung, aku tidak tahu harus merespon apa. "Pantesan tadi temen gue heran banget, ternyata lu emang cantik" katanya sambil mengusap pipiku. Aku semakin mematung. "Gue balik ya, Bi. Makasi buat malam ini" kata Bang Ramzy dan ia segera naik motornya kemudian melaju pulang. Aku masih mematung, aku merasa ini seperti mimpi. Aku memegangi pipiku, tanganku, dan kakiku karena tidak percaya dengan apa yang baru saja aku alami. 

Saturday, July 20, 2019

PATAH (12)



          Setelah banyak malam terlewati dengan begadang, akhirnya Bang Indra dan kawan-kawannya lulus kuliah. Aku melihat wajah-wajah bahagia mereka saat merayakan kelulusan mereka di rumah. Mereka membuat pesta di halaman depan rumah. "Rara, sini ikutan. Ayam bakar bikinan gue enak banget loh!" Bang Rully yang paling heboh memanggilku. Aku yang asik mendokumentasikan moment sampai terkejut. "Iya, Bang! Nanti aku ke sana" jawabku cepat. "Enak apaan? Gosong nih!" Bang Indra menoyor kepala Bang Rully. Mereka langsung tertawa-tawa lagi tanpa beban. Rasanya ingin cepat wisuda juga melihat mereka bahagia seperti itu.
          Pagi hari aku membereskan perabotan dapur yang berantakan selesai acara. Bang Ramzy tiba-tiba saja muncul sambil mengucek matanya. "Eh, Bi. Maaf ya berantakan banget semalem" Bang Ramzy duduk di salah satu kursi yang ada di dapur. "Ngga apa, Bang. Seneng banget semalem pada ketawa lepas tanpa beban, bikin pengen cepet lulus" jawabku sambil terus mencuci sisa piring. "Eh, itu sampah mau di buang?" tanya Bang Ramzy saat aku hendak mengangkat dua plastik sampah besar. Aku mengangguk. "Sini gue aja yang buang" Bang Ramzy tanpa basa-basi langsung mengambil dua plastik besar dari tanganku. "Eh masa Bang Ramzy yang buang?" tanyaku merasa tak enak dengan tamu. "Santai, tapi tolong bikinin kopi ya" katanya sambil berlalu.
          Aku meracik kopi dengan takut, aku tidak tahu takaran yang pas untuk Bang Ramzy. Aku buat saja seperti biasa aku membuat untuk Papa. "Kopi buat Papa, Ra?" tiba-tiba saja Papa muncul di dapur. "Eh ini buat Bang Ramzy, Papa aku bikinin juga deh ya. Sebentar.." jawabku dan segera membuat satu kopi lagi untuk Papa. "Udah bangun, Om?" Bang Ramzy menyapa Papa selesai membuang sampah. "Sudah. Kamu nanti mau ke pameran seni ya?" tanya Papa pada Bang Ramzy. "Ngga, Om. Ngantuk banget semalem begadang" jawab Bang Ramzy. "Rara ikut?" tanya Papa padaku. "Hah? Aku mana paham pameran seni gitu" jawabku kaget. "Loh nanti siang Indra mau ke sana sama Bilqis, kamu ngga mau temenin?" tanya Papa lagi. Aku hanya diam mematung. Bang Ramzy yang tahu situasi segera mengajak Papa ngopi di teras. "Ngopi di depan yuk Om, biar dapet udara segar" ajak Bang Ramzy. Papa setuju dan mengekor.
          Aku duduk di sofa menyalakan televisi tapi tidak ada acara yang bagus. Pikiranku berlarian kesana-kemari. "Mukanya jangan di tekuk dong, Bi" suara Bang Ramzy mengejutkanku. Aku mengehela nafas panjang. "Ntar malem jalan sama gue yuk" ajak Bang Ramzy sambil membetulkan jaketnya. "Kemana?" tanyaku. "Temen gue ada yang manggung deket sini, ntar malem gue jemput ya. Sekarang gue mau balik dulu" Bang Ramzy mengacak-acak rambutku kemudian berlalu pergi. Aku yang tadinya kesal jadi berbunga-bunga. Bang Ramzy selalu sukses mengubah perasaan hatiku yang buruk menjadi baik bahkan sangat baik :)

Friday, July 19, 2019

PATAH (11)



         "Ra, di cariin Ka Adam tuh" Ghea yang baru masuk ke dalam kelas menunjuk sesosok lelaki yang berdiri sambil senyum-senyum di depan kelas. "Males ah gue" jawabku jujur. "Kalo lu ngga samperin dia, dia bakal masuk ke kelas" Ghea memperingati. Aku menarik nafas panjang kemudian menghampirinya ke depan kelas. "Ada apa?" tanyaku langsung pada intinya. "Gue mau kasih lu sesuatu" ia mengambil sesuatu dari dalam tasnya. "Coklat?" tanyaku heran saat melihat apa yang ia ambil. "Iya, buat lu" katanya dengan senyum yang tak pernah hilang. "Yaa makasih, gue balik ke dalem ya ka. Mau belajar!" jawabku ketus tak peduli dengan reaksi dia.
          "Lu di kasih coklat? Waah enak bangeet" Ghea dengan muka manisnya. Aku hanya mengangguk lalu duduk di sampingnya. "Ka Adam nembak lu, Ra?" tiba-tiba saja Ghea bertanya seperti itu. Aku menggeleng sekuat tenaga. "Gue kan udah bilang kalo gue ngga minat sama dia. Lagian dia udah gue jauhin masih aja sih usaha terus" aku menggerutu. Ghea hanya tertawa lepas. Aku menatap Ghea tajam. "Kok ketawa sih?" tanyaku heran. Ghea masih saja tertawa tanpa henti.
          Tepat Adzan Magrib aku sampai rumah, rasanya lelah sekali dengan jadwal hari ini. Semua dosen memberi tugas dan semua dosen meminta dikumpulkan hari ini. Hampir saja patah tanganku dipaksa menulis banyak. "Baru balik?" Bang Indra yang sedang mengerjakan skripsi menyapaku. "Gilaaa aku capek banget, Bang! Aku mau langsung tidur yaa" keluhku yang ingin segera masuk kamar. "Gue mau ngobrol sama lu, Ra" Bang Indra menahanku. Aku akhirnya duduk di sofa dekat Bang Indra.
           "Mau ngobrol apa?" tanyaku tanpa basa-basi. "Soal Papa dan Tante Lintang" Bang Indra menutup laptopnya. Aku menatap Bang Indra tajam, menanyakan apa maksudnya? Bang Indra membenarkan posisi duduknya dan menarik nafas panjang. "Gue setuju kalo Papa mau nikah lagi, kebetulan Tante Lintang itu teman lama Papa. Mereka memang dekay dari dulu, bahkan ssbelum Papa ketemu Mama" Bang Indra mencoba menjelaskan fakta yang aku belum tahu. "Aku ngga nyangka Bang Indra bisa secepat itu setuju. Aku sih ngga ngerasa Papa perlu nikah lagi, kita kan udah dewasa!" jawabku ketus. Aku beranjak dari dudukku dan masuk ke dalam kamar. Bang Indra masih terdiam dan tidak menyangka kalau Rara sangat tidak ingin Papa menikah lagi. Aku di dalam kamar hanya menangis sejadi-jadinya. Aku kecewa dengan Bang Indra yang begitu mudahnya menerima orang lain untuk masuk ke dalam keluarga ini. Selain Mama baru, Bang Indra akan punya adik baru dan itu jelas sangat mengganggu. Bagiku, Bang Indra adalah abang aku satu-satunya dan aku harus menjadi adiknya Bang Indra satu-satunya juga!
          

Thursday, July 18, 2019

PATAH (10)



          Dua jam lebih aku duduk di kedai kopi bersama Bang Ramzy. Topik tentang Papa mau menikah lagi tidak kami bahas panjang, kami lebih banyak membahas hal-hal menyenangkan. "Kalo ada konser jazz aku pengen nonton deh, Bang Indra ngga pernah mau ngajak aku. Kata Bang Indra aku tuh masih anak kecil, huft.." aku mengeluh setelah Bang Ramzy bilang kalau dia punya banyak teman yang sudah sering manggung dari satu kota ke kota lain. "Yaa kapan-kapan lu gue ajak deh, Bi" katanya. Aku terkejut, selain karena ajakannya juga karena panggilannya padaku. "Bi?" tanyaku. Bang Ramzy tersenyum manis. "Bintang" jawabnya singkat. Aku menatap tajam wajah Bang Ramzy seperti tidak percaya. "Gue mulai sekarang manggil lu Bintang aja ya, lebih dewasa dan bercahaya. Kalo Rara tuh emang terdengar kayak anak-anak" Bang Ramzy menjelaskan dengan santai sedangkan hati aku sudah porak-poranda. Muka aku pasti sudah sangat merah. "Ada yang panggil lu Bintang selain gue?" tanyanya. Aku menggeleng mantap. "Bagus, berarti gue spesial dan satu-satunya ya" ia tersenyum lagi. Rasanya jantungku mau lepas!
          Sepanjang perjalanan pulang pikiranku campur aduk. Awalnya memikirkan Papa yang mau menikah lagi, lalu panggilan baru yang spesial dari Bang Ramzy. "Pegangan, Bi. Nanti kalo lu jatoh, gue yang babak belur di habisin Indra" katanya sambil menarik tanganku. Aku yang sedang tidak karuan segera memeluk Bang Ramzy. "Makasi ya, Bang" kataku. "Santai, kalau butuh temen ngobrol gue selalu siap buat lu. Gue kan sayang sama lu, Bi" katanya sambil memegangi tanganku lembut. Aku tidak tahu lagi bagaimana cara memulihkan hatiku yang sudah tidak karuan ini.
           "Kemana aja sih, Ra? Bikin panik aja" Bang Indra sudah menungguku di teras rumah. Aku hanya menatap Bang Indra lekat-lekat, aku tidak tahu harus menjawab apa. "Tenang, Ndra. Dia ama gue kok daritadi" Bang Ramzy memegang  bahu Bang Indra untu menenangkan. Aku segera masuk kamar, aku tidak peduli dengan apa yang ada di pikiran Bang Indra. Bang Indra terlihat bahagia bertemu Tante Lintang, Bang Indra seperti mendukung kalau Papa ingin menikah lagi. "Lu bawa kemana adek gue?" tanya Bang Indra. "Ngopi, dia masih kaget bokap lu ngenalin temen deket secara tiba-tiba gitu. Dia cuma butuh waktu kok! Gue balik ya" Bang Ramzy menjelaskan dan segera pulang. Bang Indra baru tersadar bahwa adiknya pasti belum siap dengan hadirnya sosok baru di keluarga, karena bagi Rara almarhumah mama dan Tante Linda adalah sebaik-baiknya seorang ibu. Rara tidak akan siap dengan orang lain yang akan menjadi mama barunya. 

Tuesday, July 16, 2019

PATAH (9)



         Hari yang di tunggu akhirnya datang juga, hari pernikahan Tante Linda dan Om Satria. Nuansa penuh merah muda kesukaan Tante Linda memenuhi gedung resepsi pernikahannya. Tante Linda terlihat cantik dengan gaun putihnya bersanding dengan Om Satria. "Selamat bahagia ya Tante, Rara sayang banget sama Tante" aku memeluk erat tubuh Tante Linda. Tante Linda tersenyum senang, melihat banyak sekali kerabat yang datang.
          "Ra, si Tante kenapa bisa beda gitu ya? Cantik banget" suara Bang Indra tiba-tiba saja ada di sampingku. Aku menoleh terkejut tapi setuju dengan pendapat Bang Indra. "Tante kan jarang dandan, jadi pas di dandanin terlihat cantik banget" aku terus saja menatap Tante di pelaminan yang sibuk bersalaman dan berfoto bersama. "Kalian di sini rupanya" suara Papa terdengar dari kejauhan. Aku melihat Papa berjalan bersama 2 orang perempuan. "Kenalin ini Tante Lintang sama Bilqis" Papa memperkenalkan kedua perempuan di sampingnya. Aku dan Bang Indra bersalaman dengan mereka satu persatu. "Rara ternyata lebih cantik dari fotonya, Papa kamu sering cerita tentang kamu" Tante Lintang membuka pembicaraan. Aku canggung melihat Tante Lintang dan Papa sudah sangat dekat. "Cantik karena lagi di dandanin aja" Bang Indra meledek. Aku hanya manyun dan menatap Bang Indra sinis. "Rara sudah semester berapa sekarang?" Tante Lintang masih mencari topik. "Semester dua" jawabku singkat. "Skripsi kamu gimana, Ndra?" Tante Lintang berpindah menatap Bang Indra. Bang Indra tertawa-tawa karena skripsinya memang belum ada kemajuan. "Bilqis ini suka sekali melukis loh, nanti katanya mau masuk Fakultas Seni juga seperti Indra" Tante Lintang terus saja membuka obrolan, aku yang merasa asing segera pergi meninggalkan mereka tanpa pamit.
          "Rara, kok di luar?" Bang Ramzy yang baru datang terkejut melihat aku sedang duduk termenung di luar gedung. "Ngga apa-apa. Aku mau nyari udara segar aja" kataku dan beranjak dari duduk. "Eh, lu mau kemana? Gue temenin ya, tapi gue salaman dulu sama Tante Linda" Bang Ramzy menahan aku. Aku menurut, menunggunya sampai keluar lagi. Saat ini memang sepertinya aku butuh teman.
          Tak berapa lama aku menunggu, Bang Ramzy keluar dan menggandengku menuju parkiran motor. "Ngopi yuk" ajak Bang Ramzy. Aku menurut saja karena aku juga tidak tahu akan pergi kemana. Sampai di kedai kopi Bang Ramzy segera memesan espresso dan greentea latte. "Kenapa bete?" Bang Ramzy membuka topik. Aku menghela nafas panjang. "Lu takut bokap bakal nikah lagi?" Bang Ramzy frontal karena aku tak juga menjawab pertanyaannya. "Emang seberapa penting sih nikah lagi buat Papa? Anak Papa kan udah pada gede, aku juga udah berusaha banget buat mandiri, bisa masak, bangun pagi dan lainnya" aku mengeluarkan keganjalan hati. Bang Ramzy tersenyum. "Kenapa?" tanyaku ketus karena melihat respon Bang Ramzy yang menyebalkan. "Kebutuhan bokap pasti ada yang lu ngga bisa penuhin, dan sebagai anak harusnya lu paham" Bang Ramzy menatapku tajam. Aku tidak tahu harus menjawab apa.

Friday, July 12, 2019

PATAH (8)



          Hari ini adalah hari tergabut dalam hidup, semua mata kuliah dosennya tidak hadir. "Mau makan apa nih, Ra?" Ghea bertanya saat kita duduk di kursi kantin. "Siomay aja deh" jawabku singkat. Ghea masih duduk di kursinya dan membuka ponselnya yang baru saja berbunyi. "Astagaa, gue harus balik nih. Nyokap ngabarin kucing gue ilang!" Ghea segera lari tanpa menghiraukan aku yang duduk sendirian. Memang dasar Ghea itu sayang sekali dengan kucing dirumahnya. "Hati-hati, Ghe" kataku setengah berteriak karena Ghea berlari cukup cepat.
          "Satu porsi siomay campur tanpa kol dan pare" suara senior yang menyebalkan itu tiba-tiba ada di sampingku. Ia membawa sepiring siomay kesukaanku dengan bangganya. "Gue ngga pesen" kataku ketus. Senior itu tidak peduli, ia tetap duduk disana sambil memakan siomay kepunyaannya. Aku tidak menyentuh sedikitpun piring yang ia tawarkan untukku. "Udah makan, nanti sakit loh. Oh, mau gue suapin?" ia masih membujuk. "Ish.. Ya udah sini gue makan, daripada harus di suapin sama lu" aku segera menarik sepiring siomay di meja. "Alhamdulillah" ia tersenyum sambil terus memakan siomaynya.  Kami berdua makan dengan serius tanpa ada yang bersuara.
          "Makasi ya" kataku setelah selesai makan dan bergegas ingin meninggalkan dia. Ia hanya manggut-manggut tapi mengekor di belakangku. "Eh, ngapain sih?" kataku saat melihat Kak Adam masih mengekor sampai keluar fakultas. "Lu mau pulang? Gue anter aja ya?" Kak Adam tersenyum lebar seperti iklan pasta gigi. "Ngga usah!" jawabku tegas. Aku segera berlari dan mencoba menghindari Kak Adam. Entah kenapa aku masih saja kesal dengan kelakuannya yang mempermalukan aku di kelas. Sekeras apapun ia meminta maaf, rasanya tetap saja seperti berbekas.
          Sampai di rumah aku segera merebahkan tubuhku di kasur kamar dan menelpon Ghea. "Ghe, gimana kucing lu?" tanyaku saat sambungan telpon tersambung. "Udah ketemu kok, ke rumah tetangga gue ternyata. Ada apa nih telpon?" Ghea balik bertanya. "Gue tadi di traktir siomay sama Kak Adam" kataku datar. "Eh? Dia ngerasa bersalah banget loh, Ra. Waktu itu dia pernah nanyain lu ke gue, pas gue bilang lu abis putus dia kaget dan nyesel banget" Ghea bercerita panjang lebar. "Gheeee, lu kenapa bilang kalo gue abis putus sih? Dia jadi kayak modus gitu ke gue, males banget gue!" aku masih tak habis pikir kalau Ghea bisa cerita hal pribadi seperti itu ke senior. "Ya ngga apa juga, Kak Adam lumayan ganteng kok" Ghea malah meledek. Aku jadi kesal dan segera memutus sambungan telpon. Ka Adam ganteng? Duh bukan selera aku banget deh! 

Wednesday, July 10, 2019

PATAH (7)



          Malam kesekian setelah menyandang status jomblo, aku sering menghabiskan waktu di teras. Menikmati udara malam dengan secangkir teh hangat di tambah berselancar di dunia maya. Dunia maya sering membuatku senyum-senyum sendiri dengan jokes-jokes konyol akun receh. Dunia maya malam ini berbeda, aku mendapati akun Obi muncul dengan postingan terbaru yang menusuk jantung. Postingan berisi foto dia bersama seorang wanita dan dikomentari oleh wanita yang ia tag "akhirnya di post setelah berbulan-bulan di simpan" aku membaca komentar itu berulang kali. Tulisannya tetap sama, tidak ada yang berubah. Artinya, aku selama ini di selingkuhi tanpa aku tahu. Astaga... Aku melempar ponselku ke meja dan menatap langit luas, mencari jawaban atas segala kebodohanku.
          "Masih aja galauin orang yang sama?" suara Bang Ramzy mengejutkan aku yang masih menatap langit. "Aku ngga siap aja nerima kenyataan yang menjijikan ini" suaraku serak nyaris menangis tapi aku berusaha menahannya. "Ya udah gue temenin deh kalo lu mau ngeluarin unek-unek lu" Bang Ramzy duduk di sampingku dan menyalakan rokoknya. "Aku ngga kuat sama asep rokok Bang, aku masuk aja ya" aku beranjak dari dudukku namun Bang Ramzy menarik tanganku. "Eh jangan dong, ya udah deh gue ngga ngerokok. Kita jajan aja gimana? Lu suka jajan apa? Yok gue jajanin" Bang Ramzy terdengar tulus. "Es krim" jawabku jujur dan kami berjalan menuju kedai es krim dekat rumah. Sepanjang jalan justru Bang Ramzy yang banyak bercerita, ia cerita tentang kuliahnya yang menyenangkan dan bertemu teman-teman yang asik. Bang Ramzy mencoba mengalihkan fokusku agar tidak sedih lagi. 
           "Bang Ramzy skripsinya udah sampai mana?" tanyaku asal saat pesanan es krim kita sudah datang. "Masih bab 1, susah banget cari materi di bidang seni. Udah gitu sumber minimal 5 tahun kebelakang, yang jadul-jadul udah ngga dipake sama dosen pembimbing gue" Bang Ramzy berkeluh-kesah. Mendengar Bang Ramzy bercerita seperti melihat Bang Indra. Wajahnya saja mereka terlihat dewasa, saat mengeluarkan isi hati langsung terlihat aslinya seperti apa. "Rully tuh udah mau seminar proposal, dia gitu-gitu kalo masalah kuliah ngga main-main. Serius banget!" Bang Ramzy memuji temannya. Aku terkejut juga dengan fakta Bang Rully, yang aku tahu Bang Rully itu yang paling lucu dan senang bercanda.
         Perjalan pulang kerumah jalanan mulai ramai, oleh motor lalu-lalang. Beberapa kali aku nyaris di senggol motor yang lewat, akhirnya Bang Ramzy menggandeng tanganku agar jalanku tidak terlalu jauh darinya. Awalnya aku merasa biasa saja, Bang Ramzy sama seperti Bang Indra yang menjaga adiknya. Setelah sampai rumah dan ia melepas genggaman tangannya aku baru merasa aneh, rasanya ingin di genggam terus oleh Bang Ramzy. Perasaan macam apa ini? 

Tuesday, July 9, 2019

PATAH (6)



         "Ra, tugas Pak Darma udah selesai belum?" seperti biasa Ghea mengingatkanku akan tugas. "Belum.. Gue cabut aja deh" jawabku karena takut dengan hukuman Pak Darma. "Ehh tugasnya dikit kok, lu salin aja punya gue tinggal kata-katanya bedain dikit" Ghea melarangku cabut dari kelas. Aku menurut dan cepat-cepat menyalin tugas Ghea. Ghea memang sahabat yang sangat baik. "Bell, Pak Darma ada kabar ngga?" Ghea bertanya pada Bella selaku penanggung jawab kelas. "Beliau cuma bilang dateng agak telat, ngga ngasih tugas atau apa. Ngga jelas" Bella menjawab acuh. Berarti kesempatan untuk menyalin tugas Ghea semakin besar. "Selamat Pagi, perkenalkan saya Adam asisten Pak Darma. Saya di sini ingin menyampaikan tugas yang diberikan Pak Darma. Tugas kelompok presentasi seperti biasa, untuk materinya nanti saya beri pada penanggung jawab kelas ya" seorang senior tiba-tiba masuk kelas dan memberikan tugas. Aku masih asik menyalin tugas punya Ghea dengan sedikit modifikasi kata.  Ghea di sampingku fokus mendengarkan arahan dari asisten baru Pak Darma.
         "Udah selesai dek nyonteknya?" dengan sangat mengejutkan senior itu menghampiriku. Aku dengan tidak siap menatap dia penuh ketakutan. "Tolong ya buat yang lain, kebiasaan buruk dari SMA jangan di bawa ke kampus. Malu-maluin! Kalian sudah mahasiswa, nyontek udah harus kalian tinggalin!" senior itu memaki-maki aku dengan enaknya. Seisi kelas menatapku dengan iba. "Buat kali ini saya masih maafkan ya, tapi besok-besok kalau saya lihat lagi yang seperti ini saya akan laporkan ke Pak Darma" lanjutnya kemudian duduk di kursi depan untuk mengawasi kami berdiskusi untuk presentasi minggu depan. Tugas yang aku contek sudah selesai dan sudah dikumpulkan oleh Bella.
          Pukul 12 tanda istirahat dan pergantian mata kuliah. "Baik kita jumpa minggu depan, saya harap presentasi kalian sudah dipersiapkan dengan baik" senior itu menutup mata kuliah. Selesai dia berbicara aku segera keluar kelas, muak sekali aku dengan gayanya yang sok pintar. "Rara" suara senior itu mengekor aku yang keluar kelas. Aku tetap melanjutkan langkahku. "Rara" mengulang diikuti dengan menarik ranselku. "Ada apa ya kak? Masih belum cukup bikin gue malu?" kataku ketus tepat di depan mukanya. "Gue mau minta maaf, tadi gue keterlaluan" suaranya terdengar memohon. Aku masih acuh. "Gue traktir bakso gimana? Untuk tanda permintaan maaf?" ia masih terlihat memohon. "Gue ngga terima suap ya, Kak!" aku langsung pergi meninggalkan senior yang belagu itu. Untungnya ia tidak mengekor aku lagi, kalau sampai mengekor aku bisa habisi dia dengan segala caci maki yang tersimpan di pikiranku. 

Monday, July 8, 2019

PATAH (5)



          Malam minggu kesekian akhirnya orang yang aku rindukan datang. Jaket jeans kesayangannya masih selalu dipakainya. "Kemaleman ya?" katanya setelah duduk di kursi teras rumahku. Aku tersenyum simpul. "Akhirnya datang bukan karena terasa kemalaman, tapi karena terasa sudah lama" jawabku meledek. Ia tersenyum namun seperti separuh hati. "Aku kayaknya ngga bisa bikin kamu nunggu terus kayak gitu" katanya kemudian. Aku menatapnya tajam mencari jawaban. "Kita udahan aja ya, Ra" jawabnya tanpa aku tanya secara lisan. Seperti petir di malam hari, hatiku hancur. Ia pergi tanpa pamitan lagi, aku tak mengucapkan sepatah katapun sampai ia benar-benar menghilang dari hadapanku.
           Sepanjang malam aku berusaha tidur tapi tidak bisa. Tiba-tiba hari sudah pagi. "Pagi, Ra" Papa menyapaku yang berjalan dengan malas-malasan, aku menjawab seadanya. "Ada yang habis putus cinta tuu" Bang Indra meledek, aku hanya memanyunkan bibir. Bang Indra memang selalu menjadi orang pertama yang tahu segala kisahku. Papa termasuk orang tua yang cuek jadi tidak terlalu ambil pusing dengan permasalahan anak muda anaknya.
             "Bikin kopi enak kali ya" kataku dalam hati dan segera menuju ke dapur. Di dapur sudah ada Bang Rully dan Bang Ramzy yang sibuk membuat mie instan.
"Eh ada Rara, mau ngapain Ra?" Bang Rully selalu yang paling ramah. "Mau bikin kopi, Bang" jawabku jujur dan segera mengambil kopi untuk di seduh. "Suka minum kopi, Ra?" tanya Bang Ramzy. "Buat ilangin sedih aja" jawabku jujur karena masih kalut, aku sampai tidak sadar sejak tadi Bang Ramzy memperhatikanku. "Baru putus?" tanyanya lagi. Aku terkejut hampir menjatuhkan cangkir. Pasti Bang Indra cerita ke temen-temennya, dasar Abang yang engga bisa jaga rahasia!!
            "Cewek cantik kayak kamu, pasti cepet dapet gantinya kok!" Bang Ramzy setengah berbisik ketika mereka sudah selesai dan menuju kamar Bang Indra. Aku tersenyum simpul. Menurutku Bang Ramzy termasuk ganteng di banding teman Bang Indra yang lain, tapi Bang Ramzy jarang main kerumah. Mendengar pujian Bang Ramzy rasanya seperti terbang, menghapus sedikit luka yang masih basah. "Yeeee Ramzy gombal aja, di tinju sama Indra baru tahu lo" Bang Rully mengekor.
          Malam hari di teras rumah, aku masih meratapi kisah cintaku. Mengapa ya rasanya menyesal? Sepertinya memang dahulu aku yang salah. Aku terlalu mengabaikan Obi. Aku terlalu sibuk dengan urusanku sendiri. Sibuk dengan tugas, sibuk dengan persiapan pernikahan Tante Linda dan sibuk mempersiapkan diri untuk ditinggal Tante Linda. Aku merasa amat bersalah. "Masih ngelamun aja lo" suara Bang Ramzy membuyarkan lamunanku. "Nyari Bintang, Bang. Tapi ngga keliatan, ketutup polusi Jakarta" jawabku asal. "Nyari Bintang? Lah ini Bintangnya ada di depan mata gue" sahut Bang Ramzy sambil menunjuk aku. Aku tertawa terpingkal, memang ya temannya Bang Indra kocak-kocak semua. "Eh loh kok ketawa? Nama lu kan Kejora, itu Bintang kan?" tanyanya sambil berlalu. Bang Ramzy menaiki motornya dan meninggalkanku yang tidak tahu harus bagaimana. Hatiku tergelitik tapi juga hangat, rasanya nyaman.

Wednesday, July 3, 2019

PATAH (4)


          "Selamat pagi, Bang Indra" aku menyapa Bang Indra yang masih kucek-kucek mata menuju meja makan. "Wuiih ada angin apa nih seorang Rara bangun pagi" Bang Indra malah meledek namun matanya yang tadi masih sipit sekarang terbuka lebar. Aku dan Tante Linda hanya bisa tertawa melihat ekspresi Bang Indra yang lucu. Aku dari subuh sudah bangun dan membantu Tante Linda dari mencuci piring, beres-beres meja makan dan masak. Hari ini kita masak capcay, seru sekali masak bareng Tante Linda. Aku bantu potong-potong sayuran sampai di ajari menumis dan bumbu-bumbunya. Baru satu hari aku sudah merasa sangat berbakat masak, hehe maaf kalau ini sangat berlebihan.
          Kami berempat sarapan di meja makan sambil membicarakan kesiapan acara siang ini. Setiap sabtu minggu kami memang selalu sarapan bersama, karena jika hari biasa pasti Papa sudah berangkat kerja dari subuh. Tante Linda terlihat bahagia sekali hari ini, kebahagiaannya seperti menular kepada kami semua.
          Tepat pukul 2 siang Om Satria dan keluarganya datang. Mereka memakai baju bernuansa biru, sangat sejuk melihatnya. Wajah orang tua Om Satria terlihat sangat bahagia. Acara berjalan dengan lancar, semua berbahagia tanpa ada kendala. Tanggal pernikahan yang memang sudah direncanakan oleh Om Satria dan Tante Linda pun segera di setujui kedua keluarga. "Terima kasih jamuannya yang sangat hangat, kami permisi pulang dulu" Ayah Om Satria berpamitan. Kami semua bersalaman sambil mengantar mereka ke depan. Tante Linda terus saja memegangi emas yang kini melingkari jari manisnya. Aura bahagia Tante Linda sangat terterasa memenuhi rumah ini. "Bahagia selalu ya, Tante" kataku yang segera memeluknya.
           Selesai acara kami semua istirahat, dekorasi yang masih terpajang kami biarkan saja untuk menghias ruangan. "Si Obi kok ngga pernah kesini lagi?" Bang Indra yang sejak tadi main game disebelahku tiba-tiba bersuara. "Sekarang aku LDR, Bang" jawabku singkat. "Emang enak LDR?" tanyanya lagi. Aku hanya mengangkat bahu. Sebenarnya sudah lumayan lama aku tidak berkabar dengan Obi. Kesibukan kuliah di tambah kabar Tante Linda mau menikah memenuhi isi otak dan hati sampai aku lupa kalau punya pacar. Masa SMA kelas 3 hampir setiap malam minggu dia datang kerumah, tapi semenjak ia kuliah di Malang belum pernah kerumah lagi. "Bagus sih kamu kan harus fokus belajar, kalo di samperin Obi mulu malah ngga belajar kamunya" Aku hanya mengiyakan kata-kata Bang Indra. "Obi, lagi sibuk? Aku mencoba mengetik chat untuknya, tapi tidak aku kirim. Sepertinya ada sesuatu yang mengganjal saat ini dan lebih baik aku menghindar dahulu.