Friday, August 23, 2019

PATAH (20)


            Sore itu aku sendirian menonton televisi, Bilqis dan Mama sedang pergi belanja. Bang Indra asik sendiri di dalam kamar, rumah terasa sunyi sekali. "Assalamualaikum" suara yang tidak asing di telinggaku terdengar di depan pintu. "Waalaikumsalam" jawabku. Sosok Bang Ramzy akhirnya muncul lagi di hadapan mukaku, campur aduk rasanya tapi aku harus siap. "Ada perlu apa?" tanyaku terdengar sedikit ketus. "Gue mau meluruskan semuanya, Bi" jawabnya dengan nada tulus. "Ya udah lah Bang, semuanya udah terjadi mau gimana lagi?" aku semakin ketus. Rasanya lelah dengan semua omong kosong Bang Ramzy. Setelah jawaban dia saat itu, rasanya aku sudah tidak ingin melihat wajahnya lagi. Meski tak dapat aku pungkiri, ssmakin hari aku semakin merindukannya.
                "Akhirnya lu berani dateng juga, Ram!" suara Bang Indra mengejutkan aku yang hanya saling pandang dengan Bang Indra. "Gue minta maaf ya, Ndra" suara Bang Ramzy terdengar sangat tulus. "Kenapa selama ini lu diam? Lu anggap gue apa?" Bang Indra membentak. Aku terkejut dengan nada bicara Bang Indra. "Gue ngga nyangka lu permainkan adek gue dan juga Intan!" suara Bang Indra makin keras. Aku semakin terkejut dengan reaksi Bang Ramzy. Ia tersenyum sinis. "Lu lagi marahin gue karena adek lu atau karena Intan?" kali ini Bang Ramzy ikut bersuara keras. Aku yang ada di antara mereka hanya diam dan tidak tahu apa yang mereka bicarakan.
                "Asal lu tahu, adek lu butuh lu saat dia putus si selingkuhin pacarnya! Adek lu butuh lu, saat bokap lu pengen nikah lagi! Gue tanya, lu kemana? Gue yang ada di sana!" Bang Ramzy semakin emosi. Air mataku menetes, aku setuju dengan ucapan Bang Ramzy namun aku tidak terima Bang Indra di bentak seperti ini. "Lu nemenin adek gue sebagai abang atau sebagai bajingan!" Bang Indra menunjuk muka Bang Ramzy dengan penuh emosi. "Ya gue tahu, gue salah. Gue jatuh cinta sama adek lu. Gue minta maaf" suara Bang Ramzy mulai mereda. "Gue juga sudah janji sama lu kan, kalo gue akan jagain Intan dan ngga akan ninggalin dia" Bang Ramzy tersenyum manis pada Bang Indra. "Maksudnya apa?" aku beranikan diri bertanya. Aku tidak mengerti dengan janji yang Bang Ramzy sebutkan. "Abang lu itu ngga pernah bisa move on dari Intan. Sejak masuk kuliah sampai sekarang dia hanya cinta sama Intan, sayangnya Intan justru cinta sama gue dan gue memang jodohnya" Bang Ramzy tersenyum manis. Mendengengar jawaban Bang Ramzy membuatku hancur. Ternyata Bang Indra jauh lebih sakit tapi ia tidak pernah menunjukkan padaku. Bahkan saat pernikahan Papa, Bang Indra sepanjang acara melihat Kak Intan dan Bang Ramzy bersama. Aku pergi ke kamar dan meninggalkan mereka berdua. Aku butuh ruang untuk istirahat. 

Tuesday, August 20, 2019

PATAH (19)



            Aku bingung, takut dan malu berjalan menuju rumah bersama Ka Adam. Bang Indra akan bicara apa? Aku benar-benar ingin kembali saja ke kampus, aku tidak siap dengan reaksi Bang Indra. "Assalamualaikum" aku mengucap salam dan di sambut oleh Bilqis. "Waalaikumsalam, wah Kak Rara udah pulang" Bilqis tersenyum manis apalagi saat melihat Kak Adam. "Hei, kamu adiknya Rara? Lebih cantik deh" Kak Adam mulai gombal. "Iya kenalin, aku Bilqis. Tapi menurut aku cantikan Kak Rara kalo aku mah manis aja" Bilqis mulai berulah. Entah belajar darimana dia bisa-bisanya sok akrab dengan orang baru di kenal. "Manis? Nanti di rebutin sama semut loh, hihi. Gue Adam, calon suami Kak Rara" Kak Adam memperkenalkan dia dengan bangganya. Aku bahkan tidak menyangka dia berani menyebut dirinya "calon suami". Bilqis hanya tertawa dan mempersilakan Kak Adam duduk dan menawari minum. Aku meninggalkan Kak Adam sendiri di ruang tamu. Aku lebih memilih mengganti baju dan istirahat di kamar.
              Hampir jam 7 malam suara Kak Adam dan Bilqis masih terdengar ramai. Entah mereka membicarakan apa tapi terdengar mereka sangat bahagia. "Assalamualaikum" suara Bang Indra terdengar sampai kamarku. Hatiku langsung berdebar tidak karuan. Aku tidak berani dengan apa yang akan terjadi setelah ini. Ketakutanku makin tinggi saat suara mereka sudah tidak terdengar di ruang tamu. Apa yang terjadi?
             Pukul 8 malam aku beranikan diri keluar kamar. Aku melihat ruang tamu hanya ada Bilqis sedang belajar, akhirnya aku ke teras dan melihat Bang Indra sendirian. "Bang Indra sendirian?" tanyaku ragu. "Iya, temen lu udah gue suruh balik" Bang Indra menjawab sambil menatap ke atas langit. "Dia bilang apa aja?" aku sangat penasaran. Bang Indra menarik nafas panjang dan menatapku tajam. "Lu nangisin Ramzy tapi mengabaikan orang kayak Adam? Lu gila apa kenapa, Ra?" Bang Indra masih menatapku. Aku bingung dan tidak tahu akan kemana arah pembicaraan Bang Indra. "Ra, kalo lu nanya gue. Gue setuju banget lu sama Adam, asal lu jangan gangguin dia lagi skripsi. Biar dia cepet lulus, dapet kerja dan bisa nikahin lu!" Bang Indra menunjuk keningku kuat-kuat. Nikah? Bang Indra ini kena santet Adam apa gimana? Aku sampai terdiam beberapa saat, mencoba mencerna kejadian hari ini. "Bang, lu setuju sama Kak Adam? Bang, dia itu udah malu-maluin gue di kelas pas awal ketemu" aku membuka aib Kak Adam. "Iya dia udah cerita, makanya gue setuju karena dia berani ngakuin dosa-dosa dia. Bagus tuh cowok kayak gitu" Bang Indra mencubit pipiku pelan. "Bang, gue masih belum bisa move on" suaraku hilang di bawa angin. Aku melihat reaksi Bang Indra yang tidak suka dengan omonganku barusan. Aku menyesal. Aku berjanji tidak akan mengatakan itu lagi. 

Friday, August 16, 2019

PATAH (18)



           Kuliahku sudah semester 4, semester ini menurut senior adalah semester terberat. Pak Darma kembali mengajar kelasku, kali ini aku tidak melihat sosok Kak Adam yang biasa jadi tangan kanan Pak Darma. "Nyariin Kak Adam?" suara Ghea terdengar meledek. Aku hanya melirik sebal dan fokus mendengarkan ocehan Pak Darma.
            "Pak, Kak Adam udah ngga jadi asdos bapak?" tiba-tiba saja Ghea menghampiri Pak Darma ketika perkuliahan sudah selesai. Diam-diam aku juga ingin tahu kenapa Kak Adam tidak ikut mengajar, biasanya dia paling senang kalau mengajar di kelasku. "Oh iya, Adam sedang fokus skripsi jadi saya sendiri saja" jawaban Pak Darma membuatku sedikit kecewa. Ghea makin sering meledekku karena aku tidak mampu menutupi rasa kecewaku. "Makanya terima aja sih Kak Adam, daripada lu galauin calon suami orang!" kata-kata Ghea kali ini sungguh menusuk jantung.
             Aku dan Ghea makan siang di kantin biasa, aku dengan menu siomay kesukaan dan Ghea dengan bakso super pedas. Suasana kantin saat ini sungguh ramai, semua terlihat lapar. "Ra, lu liat deh Kak Citra makannya kayak orang kesurupan. Kayak belum makan dari tiga hari" Ghea menunjuk Kak Citra yang terkenal jago dandan. "Iya, tumben deh dia ngga jaim gitu" jawabku sambil memperhatikan gaya makan Kak Citra. "Cewek-cewek cantik gosip aja" suara Kak Adam mengejutkan aku dan Ghea. "Apaan sih Kak, bikin kaget!" Ghea memukul Kak Adam pelan. Aku hanya memasang muka malas. "Kayaknya tadi ada yang nyariin gue deh" Kak Adam melirikku. Aku diam pura-pura tidak tahu sedangkan Ghea sudah puas tertawa melihat ekspresiku.
             "Ra, gue kapan nih bisa ngobrol baik gitu sama lu? Capek deh di jutekin terus. Gue lagi skripsi loh, lu bantu semangatin gue kek!" Kak Adam mengekor aku yang mau pulang. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore tapi dia masih segar seperti baru jam 8 pagi. "Semangat yaa" jawabku sambil malas dan terus berjalan. "Ra, serius dikit kek" suara Kak Adam menjadi pelan. Aku berhenti dan menatap dia penuh. Melihat dia di hadapanku seperti ini membuatku sedikit gemas, menurutku dia tidak terlalu buruk namun hatiku masih penuh dengan Bang Ramzy. "Kak, Abang gue udah males denger gue di bohongin sama cowok. Jadi kalo lu emang serius, lu ijin sama abang gue dulu deh!" aku memberi penekanan pada satiap kata-kataku. Ia mendengarkan aku secara baik, tanpa memotong dan membantah. Aku kembali berjalan menuju halte dan ia tetap mengekor. "Gue ikut lu kerumah" katanya yang langsung membuatku terheran-heran. 

Wednesday, August 14, 2019

PATAH (17)



           Menikmati angin malam sudah menjadi hobi baruku, aku sering duduk sendiri di teras hanya untuk menatap langit Jakarta yang makin penuh polusi. Malam minggu kali ini terasa lain, ada motor yang tidak asing lagi untukku datang secara tiba-tiba. "Bintang" suara lelaki itu terdengar sedikit berbeda. Aku yang masih belum bisa menerima kenyataan mencoba masuk ke dalam rumah dan tidak ingin bertemu dengan dia. Namun ia sekuat tenaga menahan aku, sampai aku akhirnya mau duduk bersampingan dengannya. "Gue minta maaf" Bang Ramzy menunduk, ia terlihat sangat menyesal. Aku terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. "Gue di jodohin sama nyokap gue, Bi" ia mencoba menjelaskan. Aku tetap terdiam. "Gue waktu pertama di kenalin sama Intan, gue setuju aja sama perjodohan itu. Gue pikir, gue cuma bisa ngelakuin itu buat bikin nyokap bahagia. Saat itu gue belum tahu namanya jatuh cinta, Bi. Sampai akhirnya gue ketemu lu, denger cerita lu dari Indra. Ngeliat lu nangis, ngeliat lu berjuang menghadapi setiap masalah yang ada. Gue ngga sadar kalau gue udah jatuh cinta sama lu, Bi.. Gue minta maaf kalau perasaan gue malah bikin lu sakit.. Gue ngga ada niat sama sekali bikin lu sakit, gue justru mau jagain lu biar lu ngga nangis" suaranya terdengar serak.
          "Bang Ramzy pilih aku atau Kak Intan?" entah bagaimana kata-kata itu bisa keluar dari bibirku. Aku sampai terkejut juga dengan keberanianku menanyakan hal ini pada Bang Ramzy. "Gue pilih nyokap gue, Bi" ia menunduk. "Pilihannya aku atau Kak Intan? Aku ngga bahas mama Bang Ramzy!" aku nyaris menangis. "Ngga akan ada nama Intan kalau bukan nyokap yang pilih, Bi" ia menatap mataku yang sudah berair. Air mataku tumpah, aku tidak tahu lagi bagaimana cara menahan air mata ini. "Berarti Bang Ramzy pilih Kak Intan, kan?" aku menegaskan jawabannya. "Semoga lu bisa paham, Bi" ia menatapku semakin dalam. Tatapan matanya semakin membuatku tak mampu membendung semua perasaan yang ada. Aku menangis sejadi-jadinya. "Bang Ramzy jahat. Aku pikir Bang Ramzy akan temenin aku terus setiap aku butuh, ternyata ngga. Aku ngga tahu lagi harus percaya sama siapa.." aku menutup wajahku dengan kedua tangan. Aku benar-benar terpukul malam ini. 

Terdengar lagu Tak Sejalan - Vidi Aldiano di sepanjang malam..

Kuyakin kaulah yang membuatku bahagia..
Kadang kala yang lain tak dapat kupercaya..
Keinginan hati terus aku kejar
Nyatanya tak sejalan..
Ingin bersama denganmu selamanya
Namun nyatanya kau dengannya
Harapan kini hanyalah
Harapan saja..

Thursday, August 8, 2019

PATAH (16)



           Sudah tiga hari Rara tinggal di rumah Ghea. Rara mencoba melupakan semua masalah dalam hidupnya namun tidak pernah berhasil. "Ra, Tante Linda dateng tuh" Ghea yang masih mengenakan baju tidur menarik tanganku agar segera turun ke ruang tamu. "Rara, kenapa ngga pulang nak? Semua cemas mikirin kamu" Tante Linda mengusap rambutku yang sudah tidak berbentuk. "Aku capek.. Semua orang ninggalin aku.. Semua orang ngga ada yang peduli sama aku" aku terisak di depan Tante Linda. Aku menumpahkan semua keluh-kesah. "Tante Linda pergi, Papa pergi, Bang Indra pergi, Bang..." aku tak mampu melanjutkan kata-kataku. Air mataku tumpah dan hanya Tante Linda yang bisa menenangkan aku saat ini. "Rara.. Siapa bilang Tante pergi? Ini Tante ada disini.. Papa juga ada dirumah.. Bang Indra juga.. Semua sayang sama Rara, ngga ada yang ninggalin Rara.. Malah sekarang Rara punya Mama dan dek Bilqis dirumah.. Wah rame sekali ya" Tante Linda menenangkan aku.
           Banyak sekali cara yang Tante Linda lakukan untuk mengajak aku pulang. Akhirnya aku luluh juga dengan syarat Tante Linda menginap di rumah satu malam. Suasana rumah saat aku pulang sangat hening, sepertinya Tante Linda memerintahkan mereka untuk tidak memarahi aku. "Kak Rara, mau aku buatkan teh?" tanya Bilqis dengan muka polosnya. "Gue ngga doyan" jawabku ketus. Aku masih belum bisa menerima Bilqis sebagai adik Bang Indra, apalagi sebagai adikku!
          "Tante tinggal disini lagi yuk, temenin Rara" aku membujuk Tante Linda untuk tinggal dirumah lagi. "Ngga bisa, Ra. Tante kan harus temenin Om Satria" Tante Linda tersenyum menenangkan. Terdengar pintu kamarku diketuk kemudian Bang Indra masuk. "Ra, maafin gue ya. Gue bukan abang yang baik" Bang Indra ikut duduk di ujung kasurku. Aku tidak mampu menjawab, aku hanya terdiam sambil menatap Bang Indra. "Sudahlah, kalian adik kakak harusnya jangan berkelahi. Harusnya saling sayang dan saling menjaga" ucap Tante Linda. "Iya Tante, Indra udah salah ngga jagain Rara" jawab Bang Indra. Aku masih tidak bisa menjawab. Sebenarnya Bang Indra tidak terlalu salah, aku juga salah karena tidak cerita ke Bang Indra seperti biasanya. Akhirnya Bang Indra menyerah karena aku tak kunjung berbicara, Bang Indra keluar dari kamarku. 
            Setelah Tante Linda pulang, hari-hari di rumah sendiri tapi terasa sangat asing. Kini ada Tante Lintang dan Bilqis di rumah, mereka banyak mengerjakan pekerjaan rumah yang biasa aku kerjakan sendiri. Aku lebih sering menyendiri di kamar atau menonton televisi. "Kak Rara mau Bilqis buatkan teh hangat?" Bilqis masih berusaha baik. "Ngga usah" jawabku ketus. Bilqis berlalu ke dapur membantu mamanya lagi. Aku sebenarnya sedikit tergoda juga untuk baik pada Bilqis dan Tante Lintang namun ego dalam diri aku masih terlalu besar. 

Thursday, August 1, 2019

PATAH (15)


           Aku memberanikan diri menyalami teman-teman Bang Indra termasuk Bang Ramzy dan perempuan di sebelahnya. "Ini adek lu, Ndra?" perempuan itu menyalami aku sambil bertanya pada Bang Indra. "Yoiii" jawab Bang Indra singkat. "Cantik loh" perempuan itu memujiku, aku menatap Bang Ramzy yang mulai salah tingkah. "Oiya nama gue Intan" ia memperkenalkan diri. "Pacarnya Ramzy itu, Ra" Bang Indra memberi tahu. Aku sudah hampir meneteskan air mata tapi aku berusaha menahannya. "Pacar? Calon istri dong!" Bang Rully menanggapi. Mereka semua tertawa-tawa dengan celotehan Bang Rully tapi terlihat jelas bahwa mereka semua setuju dengan ucapan Bang Rully. Aku segera pergi meninggalkan mereka, aku berharap tidak ada yang tahu bahwa aku menangis lagi.
                Aku menangis lagi, aku merasa bodoh! "Ra, udah jangan nangis lagi. Banyak orang" Ghea berusaha menenangkan aku. "Gue minta maaf, Bi" tiba-tiba suara Bang Ramzy ada si sampingku. Aku menghapus air mataku, aku sama sekali tidak ingin Bang Ramzy melihat aku menangis. "Gue bisa jelasin semuanya, Bi" Bang Ramzy memegang tanganku. Aku segera menepisnya dan pergi. "Bi, tolong dengerin gue dulu" Bang Ramzy tetap berusaha menahanku. "Maaf aku sibuk, Bang!" jawabku sambil terus pergi meninggalkan Bang Ramzy.
               Selesai acara aku lebih memilih ikut Ghea kerumahnya. Aku tidak ingin pulang, suasana hatiku benar-benar kacau. "Seriusan lu mau nginep disini?" tanya Ghea saat sampai di rumahnya. Aku mengangguk yakin. Pukul 7 malam Bang Indra datang menjemput, tapi aku tidak mau ikut pulang. "Ra, Bang Indra jemput tuh" Ghea menunjuk ke arah teras. Aku acuh tak acuh.
            "Raranya ngga mau pulang katanya, Bang" kata Ghea. "Itu anak kenapa sih? Papa nikah malah uring-uringan gitu" Bang Indra menggaruk rambutnya. "Dia butuh waktu buat adaptasi kayaknya, Bang. Apalagi tadi Bang Ramzy bawa cewek" Ghea mencoba menjelaskan kondisi sahabatnya. "Ramzy? Kenapa emang?" Bang Indra makin bingung. "Bang Indra ngga tahu kalau Rara deket sama Bang Ramzy?" Ghea malah ikut bingung. "Astaga! Gue kecolongan!" Bang Indra kesal sendiri. Ghea melihat Bang Indra dengan iba namun ia tidak bisa membantu apa-apa. "Bang Indra tenang aja, Rara aman kok disini. Pelan-pelan Ghea usahain bujuk Rara untuk pulang." Ghea mencoba menenangkan Bang Indra yang terlihat sangat kacau. Bang Indra pulang tanpa hasil, tapi ia tahu kalau sahabatnya ternyata berkhianat. Sahabatnya sudah menyakiti hati adiknya.