Thursday, February 7, 2019

Kisah Bella (14)

.
.
Lelaki tinggi putih itu sudah menungguku sejak pukul 4 sore. Kerjaanku sedang banyak-banyaknya, alhasil dia harus menunggu selama satu jam hanya untuk bisa mengantar aku pulang. Sudah beberapa hari ini aku dijemput olehnya. Ya, aku bermain api.
.
.
"Capek banget? Mau mampir makan dulu?" ia bertanya sembari memasangkan helm di kepalaku. "Boleh" jawabku singkat dan segera naik ke motornya. Kami mampir di kedai roti bakar dekat sekolah kita dulu. Ia banyak bercerita hari ini. Ia bercerita tentang perpindahannya dulu ke Kalimantan. Ia bercerita tentang ibunya yang sakit jantung. Bercerita juga tentang ayahnya yang memaksanya menikah. "Aku minta maaf. Aku ngga punya daya untuk melawan ayah" ia menggenggam jariku. Aku terkejut. Ini kali pertama ia menggenggam jariku. Aku hanya bisa tersenyum. Aku tidak tahu harus merespon dengan apa lagi.
.
.
"Cuacanya dingin banget, Bell. Kamu pake jaket aku ya" ia melepaskan jaketnya dan dipasangkan ke badanku. Aku menurut. Sepanjang jalan aku masih diam, aku merasa rindu pada sosok yang ada di hadapanku saat ini. Perasaan yang sangat aneh, ia ada di hadapanku tapi aku merasakan rindu. "Kalo masih dingin, kamu boleh peluk aku kok" ia memalingkan wajahnya sejenak agar aku bisa dengar ucapannya. "Itu pun kalo kamu mau" tambahnya. Aku hanya berpikir 5 detik kemudian memeluk tubuhnya. Beberapa hari yang lalu kami masih jaga jarak. Beberapa hari yang lalu kami masih tahu diri. Untuk hari ini, segala akal sehat kita lumpuh. Kita tidak peduli apapun, kita hanya peduli dengan waktu yang semakin berkurang.

No comments:

Post a Comment