Saturday, September 28, 2019

PATAH (27)


            Sejak hari pernikahan Bang Ramzy, Kak Adam tidak pernah datang kerumah. Setiap aku telpon jawabannya sibuk dan berjanji akan datang saat kerjaan sudah tidak padat. Nyatanya? Kak Adam tidak pernah datang. Aku hanya bisa meratapi sepinya hari-hariku yang hanya ditemani skripsi. Tidak hadirnya Kak Adam dirumah juga membuat Bilqis dan Tante Lintang bertanya-tanya. "Udah lama juga Kak Adam ngga kesini" Bilqis membuka obrolan. Aku hanya melirik. "Eh iya, Adam apa kabarnya?" Tante Lintang menatapku. "Baik kok, lagi banyak kerjaan aja" jawabku sebisanya. Bilqis sedang melihat-lihat modul kuliahnya sedangkan mama asik menonton televisi. "Besok Bilqis pengen bikin cookies deh Kak, Kak Adam bisa suruh kesini ngga? Biasanya dia paling suka cookies bikinan aku" kali ini Bilqis yang menatapku. Aku jadi merasa canggung, tapi aku teringat nasehat Kak Adam waktu itu. Kak Adam benar, semua orang di sekitarku menyayangiku. Bilqis dan Tante Lintang yang setiap hari tidak aku pedulikan saja tetap berusaha baik padaku. "Iya nanti aku coba bilangin, biasanya sih kalo Bilqis yang undang dia pasti mau" jawabku sambil tersenyum manis. Mulai sekarang aku akan baik pada Bilqis, biar bagaimana pun ia tetap saja adikku. Bilqis tampak senang dengan jawabanku, ia bahkan beranjak dari duduknya dan memelukku. Canggung tapi rasanya hangat juga.
                  Tante Lintang yang sedang asik menonton televisi tiba-tiba dikejutkan dengan dering ponselnya. Selesai bercakap-cakap Tante Lintang mematikan televisi dan menuju kamarnya. "Oh iya, Rara hari ini bisa tolong temani Bilqis ke toko buku? Tante ada urusan kayaknya sampai sore" Tante Lintang ragu-ragu meminta tolong padaku. "Bisa kok, Ma. Nanti aku temani Bilqis, Mama ngga usah khawatir" jawabku canggung. Ini kali pertama aku menyebut Tante Lintang dengan panggilan "Mama" dan terlihat sekali kalau Tante Lintang dan Bilqis sangat bahagia. "Makasi" kata Tante Lintang dan segera bersiap. Kak Adam benar, selama ini aku menutup mata padahal sekitarku sangat banyak cinta dan kasih sayang. Aku memang bodoh dan aku butuh kamu, Kak. Kapan Kak Adam mau datang lagi kerumahku?
               Aku dan Bilqis berkeliling di dalam toko buku. Buku yang Bilqis cari sepertinya tidak ada dan kita sudah hampir menyerah. "Bilqis?" ada seorang lelaki seprtinya temannya Bilqis. "Eh Dio, lagi ngapain?" Bilqis malah balik bertanya. "Iseng aja sih nyari komik, ehehe." lelaki itu tersipu-sipu. Sepertinya lelaki itu ada rasa pada Bilqis. Setelah ngobrol-ngobrol ternyata Dio tahu tempat untuk membeli buku yang Bilqis cari namun karena Dio hanya membawa motor akhirnya aku memutuskan untuk berpisah saja. Aku mencari kedai es krim untuk mendinginkan kepalaku yang panas terbakar rindu. 

Wednesday, September 25, 2019

PATAH (26)



              "Maaf ya lu jadi ikutan keluar dari acara gara-gara gue" kataku pada Kak Adam di salah satu resto seafood dekat gedung pernikahan Bang Ramzy. "Santai aja, gue kan emang disuruh jagain lu" jawab Kak Adam sambil memilih menu seafood. Aku sadar kalau aku sangat jahat. Saat ini pasti hati Kak Adam terluka, ia tahu bahwa wanita di hadapannya masih merasa sakit pada pernikahan lelaki lain. "Kak, gue minta maaf" belum selesai aku berbicara Kak Adam sudah memotong dengan tertawa. "Rara Rara.. Minta maaf mulu kayak lagunya Reza! Ra, lu tuh harusnya buka mata. Semua orang di sekitar lu itu sayang banget sama lu, tapi lu ngga pernah melihat mereka. Bang Indra, Ghea, Papa, Bilqis bahkan Tante Lintang! Lu tuh sibuk ngejar apa yang ngga lu punya, coba deh lu tuh buka mata dan lu lihat apa aja yang udah lu punya." suara Kak Adam halus namun rasanya menusuk sekali. Aku seperti tertampar dan tersadar akan kebodohanku.
                Makan di resto dan pulang kerumah kami lebih banyak diam. Aku tahu Kak Adam kecewa padaku dan aku tak tahu harus meminta maaf dengan apa. Sampai dirumah Kak Adam malah asik ngobrol bareng Bilqis yang cerita panjang lebar pengalaman hari pertama masuk kuliah dan memamerkan kue-kue hasil buatannya di kampus. Bilqis tampak bahagia sekali menceritakan kuliah tata boganya walau hati kecilnya masih menginginkan kuliah seni seperti Bang Indra. "Udah malem nih, Kakak pulang dulu ya Bil" Kak Adam pamit pada Bilqis. Aku yang sedari tadi hanya sebagai nyamuk menengok sebentar saja. "Ra, mau anter gue kedepan" Kak Adam memintaku mengantarnya. Aku mengangguk dan mengekor sampai depan rumah.
           "Skripsi gimana?" Kak Adam menanyakan skripsiku. Aku tahu ini hanya basa-basi karena dia jelas tahu semua perkembangan skripsiku. "Besok semoga ngga banyak revisi" jawabku sebisanya. Kak Adam mengambil sesuatu dari dalam kantungnya. "Di baca ya, Ra. Ini tadi gue iseng nulis pas di resto" aku menerima secarik kertas dari tangannya. Kak Adam segera menghilang dari hadapanku dengan motornya. Aku duduk dengan kaki terlipat, membaca baris demi baris tulisan Kak Adam.

"Kamu bebas
Boleh datang sesukamu
Boleh juga pergi sesukamu
Kamu bebas
Mau baik padaku
Atau mau mengabaikanku
Kamu bebas
Menganggap aku ada
Menganggap aku tak ada
Kamu bebas
Mengandalkanku dalam setiap masalahmu
Atau melupakan bahwa aku selalu ada di sampingmu
Kamu bebas
Sayangnya aku tak bisa lepas
Hatiku telah kau rampas
Meski dibenakmu aku tetap tak berbekas"

Tuesday, September 24, 2019

PATAH (25)



              "Rara.. Bangun! Adam udah dateng tuh!" suara Bang Indra seperti petasan yang mengganggu tidur nyenyakku. Aku mengusap wajahku dan terkejut karena Kak Adam sudah ada di kamarku. "Heh! Jangan macem-macem ya!" aku nyaris teriak namun aku lega ketika melihat Ghea juga ada di kamarku. "Tenang anak perawan, gue bakal jagain lu kok!" Ghea malah meledek. "Pagi-pagi kok udah pada kerumah gue? Mau ngapain?" tanyaku bingung. Aku sama sekali lupa kalau hari ini adalah hari penting. "Ra, kita mau kondangan. Yuk siap-siap, Bang Indra udah selesai mandi tuh" Ghea mengangkatku agar segera bangun dan mandi. Sampai kamar mandi aku baru ingat bahwa ini adalah hari pernikahan Bang Ramzy dan Kak Intan.
               Pukul 10 kami semua sudah siap dan akan berangkat. Hatiku masih ragu apakah akan datang atau aku minta di tinggal saja. Bang Indra tampak santai sambil mengendarai mobil, ia terlihat sudah sangat ikhlas apalagi di sampingnya sudah ada Ghea yang tidak kalah jika di bandingkan dengan Kak Intan. Aku harusnya juga sudah iklas karena Kak Adam selalu menemani dan menjagaku dalam keadaan apapun tapu entah kenapa rasanya masih saja sakit. Tepat pukul 11 kami sampai di gedung resepsi pernikahannya. Kami mengikuti prosesi adat kira-kira setengah jam. Aku tidak begitu memperhatikan mempelai karena tamu yang ramai menutupi kedua mempelai. Hatiku sedikit lega setidaknya aku dan Bang Ramzy tidak bisa saling tatap.
            "Ra, barengan aja yuk salamannya" Bang Indra mengajakku. Aku ragu namun Kak Adam sudah mengiyakan dan menggandeng tanganku menuju pelaminan. Jantungku rasanya mau copot namun aku berusaha mengatur nafasku. "Kamu cantik banget, jadi gue gandeng ya biar ngga diambil orang" Kak Adam meledekku yang masih mengatur nafas. Berkat gombalan tipisnya Kak Adam aku mampu tersenyum simpul dan saat yang sama mataku menatap Bang Ramzy yang juga sedang melihatku. Aku terkejut namun aku tetap melanjutkan jalanku menuju pelaminan walau aku merasa mata Bang Ramzy terus saja memperhatikanku.
                "Makasi banyak kamu mau dateng!" suara Kak Intan terdengar tulus. Kak Intan bahkan memelukku hangat tanda terima kasih. Aku hanya tersenyum sebisanya. "Makasi udah mau dateng, Bi" Bang Ramzy kelepasan memanggil aku "Bi" aku nyaris meneteskan air mata namun aku segera turun pelaminan. Kak Adam mengikutiku sampai keluar gedung. "Ra, lu kenapa?" aku segera memeluk Kak Adam dan menumpahkan air mataku di pundaknya. Aku tidak dapat menjawab pertanyaan Kak Adam karena aku sendiri tidak tahu aku ini kenapa? Aku masih merasakan sakit sedangkan jelas-jelas batas antara aku dan Bang Ramzy sudah nyata adanya. 

Sunday, September 22, 2019

PATAH (24)


              Sore itu aku selesai bimbingan skripsi. Sampai rumah aku sudah di sambut dengan seorang wanita yang wajahnya ingin sekali aku lupakan. "Boleh bicara sebentar, Ra?" wanita itu meminta waktuku. Aku duduk berhadapan dengannya, aku tidak tahu harus merasakan apa saat ini. "Ra, aku udah tahu semuanya. Aku minta maaf atas apa yang dilakukan Ramzy. Ramzy sama sekali tidak ada niat untuk menyakiti kamu, keadaan yang membuat semua ini terjadi" wanita itu berbicara dengan intonasi yang enak di dengar. Aku tahu ia merasakan sakit juga tapi ia berusaha mati-matian mengubur rasa sakit itu. "Meski sulit, aku harap kamu mau memaafkan Ramzy dan juga aku. Kami hanya orang-orang yang menaruh kebahagiaan orang tua kami di atas segalanya. Untuk kamu pasti ini rasanya tidak adil, tapi aku harap kamu bisa menerima ini sebagai pendewasaan. Aku datang kesini mengundang kamu secara langsung untuk hadir di acara pernikahan kami" ia memberikan kartu undangan berwarna biru muda. Aku menerimanya tanpa bersuara apapun.
                "Intan? Tumben kesini ngga bilang-bilang" suara Bang Indra memecah kesunyian. "Eh iya aku mau anter undangan" ia menyalami Bang Indra dan menyerahkan kartu undangan. "Oh akhirnya ya kalian" suara Bang Indra getir. Rintihan hati Bang Indra bisa aku dengar dan entah bagaimana aku merasa Kak Intan pun mendengarnya. "Ya udah aku sekalian pamit ya, mau anter undangan ke yang lain juga" Kak Intan merasa canggung. "Eh kok buru-buru, mau dianter?" Bang Indra menawarkan namun Kak Intan menolak karena ia diantar oleh supir.
              "Mau dateng?" Bang Indra menatap mataku tajam. Aku mengangkat bahu menandakan tidak tahu. Aku memang tidak tahu harus datang atau tidak. Kenapa juga harus Kak Intan yang mengantar undangan? Kenapa bukan Bang Ramzy? Apakah mereka sengaja membuatku "tahu diri" bahwa aku tidak layak dibandingkan dengan Kak Intanml? Memang Kak Intan itu cantik, baik, lembut, ramah, dewasa dan banyak sekali sikap yang tidak ada padaku. Rasanya aku malu sekali. Malu karena aku pernah berani bertanya pada Bang Ramzy untuk memilih aku atau Kak Intan? Anak kecil juga pasti akan memilih Kak Intan! Bodoh! Aku sungguh bodoh! Harusnya aku punya kaca yang besar di kamar agar aku tidak besar kepala dan egois! "Gue pasti dateng sama anak-anak yang lain, lu dateng juga ya! Ajak Adam, dia pasti mau!" suara Bang Indra memotong suara hatiku yang sedang memaki-maki diriku sendiri. "Gue ngga janji deh, Bang!" jawabku dan segera berlari masuk kamar. 

Friday, September 20, 2019

PATAH (23)


           Sudah lama sekali Kak Adam tidak datang kerumah, ia sibuk bekerja. Aku senang saat dia lulus segera dapat kerja di kantor tempat penelitian skripsinya. Namun rumah dan kampus terasa sepi karena tidak ada lagi sosok Kak Adam yang jahil tapi ternyata mampu membuatku rindu. "Kak, aku mau kerumah temen ya buat kerja kelompok" Bilqis pamit padaku, aku hanya mengangguk. Aku mengganti saluran televisi sampai berulang-ulang karena tidak ada acara yang bagus. Akhirnya aku memutuskan menonton salah satu acara talkshow yang lebih banyak gibahnya daripada faedahnya. "Assalamualaikum" suara yang aku rindukan tiba-tiba saja terdengar. "Waalaikumsalam" jawabku ragu. Benar saja ada Kak Adam, ia segera masuk dan duduk di sofa menemaniku. "Sepi banget, pada kemana?" katanya sambil melepaskan jaket jeansnya. "Biasalah pada sibuk" jawabku canggung. "Biasanya Bilqis nih yang bikinin aku minum" katanya meledek. Aku miliriknya sebal, apakah dia tidak tahu bahwa aku rindu? Malah meledek dan setengah memuji Bilqis. "Iya udah aku bikinin" aku segera meninggalkan dia di ruang tamu. Walau aku membelakanginya namun aku tahu bahwa ia sedang tersenyum senang karena berhasil membuatku kesal.
            Sampai dapur aku malah duduk dan bingung harus membuat apa. Biasanya memang Bilqis yang rajin menyambut tamu, membuatkan minum dan juga cemilan. "Bingung ya mau bikin apa?" Kak Adam mencubit pipiku dan segera mengambil cangkir. Aku hanya meliriknya dengan muka masam. "Makanya lain kali kalo adeknya bikin minum buat tamu ikutan dong" Ia masih meledek walau tangannya sibuk meracik kopi. "Ngeledek terus sih kak!" jawabku masih dengan muka masam. "Assalamualaikum, loh Adam kok bikin minum sendiri?" suara Tante Lintang mengubah mimik wajahku. "Waalaikumsalam, ngga apa kok Tante udah biasa" jawab Kak Adam. Aku salim pada Tante Lintang sebagai sopan santun saja. "Memang Bilqis kemana, Ra?" tanya Tante Lintang. "Katanya ada kerja kelompok" jawabku seadanya. Akhirnya Tante pamit masuk kamar untuk bersih-bersih.
              Aku dan Kak Adam kembali ke ruang tamu dengan kopi buatan Kak Adam. "Skripsi udah dikerjain?" tanya Kak Adam. Aku hanya tersenyum kuda. Skripsi itu ternyata memang menyeramkan, mencari judul saja sudah susah apalagi sampai cari referensi, membuat penelitian sampai mendapatkan hasil. "Udah sampe mana? Sini aku bantuin" Kak Adam menawarkan bantuan. Akhirnya aku mengambil laptopku dan Kak Adam benar-benar membatuku. Referensi jurnal dan ebook dia juga lumayan banyak dan menunjang judul skripsiku. Rasanya hari ini aku beruntung sekali!

Saturday, September 14, 2019

PATAH (22)


                  Hari ini aku tidak ada rencana kemanapun, aku memilih menghabiskan waktu dirumah saja. Menunggu Bang Indra pulang dan mendengar cerita kencan dia bersama Ghea. Entah mengapa aku malah lebih senang dan bersemangat dengan percomblangan ini. "Kak, ada tamu" suara Bilqis mengganggu aku yang sedang melamun. Aku segera keluar kamar dan menuju teras. "Kak Adam?" aku terkejut melihat orang yang sedang duduk di teras. "Hei, Ra!" ia tersenyum manis. "Ada perlu apa ya?" aku masih berdiri mematung melihat Kak Adam. "Kangen aja sama calon istri" ia masih tersenyum manis. "Calon istri apaan sih? Jangan banyak mimpi" aku makin tidak paham dengan kedatangan Kak Adam. "Loh gue kan udah dapet restu dari Abang lu, jadi lu udah 50% milik gue. Tinggal tunggu ijab qobul aja" senyum di bibirnya tidak pernah hilang. Aku malah kesal dan ingin kembali ke kamar, namun Bilqis datang membawa minuman dan cemilan untuk Kak Adam. "Di minum kak" Bilqis segera meninggalkan kami berdua setelah menaruh minuman dan cemilan. "Temenin gue dulu, Ra" Kak Adam memegang tanganku pelan. Entah mengapa aku malah luluh dengan tatapan dia kali ini. Kami berdua duduk di teras, aku lebih banyak diam dan mendengarkan Kak Adam bercerita tentang perjuangan skripsinya.
               "Assalamualaikum" Bang Indra akhirnya pulang. "Waalaikumsalam" jawabku dan Kak Adam bersamaan. "Waduh kompak banget nih" Bang Indra meledek. Kak Adam tersenyum kegirangan sambil menyalami Bang Indra. "Udah lama?" tanya Bang Indra. "Baru kok" jawab Kak Adam. "Gimana Ghea?" aku sudah tidak sabar mendengar cerita Bang Indra. "Parah lu, Ra! Kenapa lu ngga bilang dari awal kalo temen lu itu Ghea? Gue kan bisa dandan dulu, ngga seadanya gini" Bang Indra malah menggerutu. "Yaampun kayak gitu juga udah ganteng, Ghea suka Bang Indra apa adanya kok!" kataku jujur. "Ya udah, karena sama-sama tertarik mau gimana lagi?" senyum Bang Indra merekah. Aku melompat bahagia dan memeluk Bang Indra erat, rasanya bahagia sekali. "Selamat ya Bang" Kak Adam sudah berdiri dan menyalami Bang Indra. "Pajaknya traktir martabak pak petruk yaaa!!!" aku berteriak di kuping Bang Indra. Bang Indra mendorongku karena teekejut juga menghindari pecahnya gendang telinga. "Pajak apaan? Gue ngga jadian kok" Bang Indra mengusap kupingnya yang panas. "Lah? Katanya sama-sama suka! Gimana sih?" aku duduk kembali dan memasang muka kesal. "Ya emang harus jadian? Hahaha kita berdua komitmen buat serius, kalo tabungan gue udah cukup dan dia udah lulus kita langsung nikah" Bang Indra mencubit hidungku dan segera masuk ke dalam rumah. Aku bingung harus bahagia atau sedih, mereka tidak jadian tapi komitmen? Sok dewasa banget sih!
         

Wednesday, September 4, 2019

PATAH (21)


             Hari-hari setelah kejadian malam itu membuat aku dan Bang Indra sedikit berjarak. Bang Indra pulang kerja langsung masuk kamar, aku juga setiap berpapasan dengan Bang Indra hanya diam tak tahu harus berbicara apa. Malam itu, saat aku asik membaca novel di kamar ternyata ada yang mengetuk pintu kamarku. "Masuk" kataku tanpa tahu siapa yang mengetuk. Aku berhenti membaca novel setelah melihat sosok Bang Indra di dalam kamarku. Bang Indra duduk di kursi belajarku dan mengambil foto kita berdua yang terpajang di meja. "Kita dari dulu deket banget, Ra. Gue kangen sama adek gue yang manja, yang cerita apa aja ke gue. Dulu gue bosen, tapi sekarang malah kangen" Bang Indra berbicara sambil terus menatap foto kita berdua di tangannya. Aku terdiam, tak tahu harus menjawab apa. "Gue minta maaf kalo saat lu butuh gue malah gue ngga ada, sampai akhirnya lu harus jatuh ke hati yang salah" Bang Indra melihatku yang sejak tadi terdiam. "Bang Indra ngga salah" jawabku singkat. "Gue kemaren marahin Ramzy buat lu, Ra. Gue memang belum bisa move on dari Intan, tapi gue udah mengubur semua harapan gue ke dia" Bang Indra menatapku terus, ia berusaha meyakinkan. "Iya aku tahu" jawabku singkat. "Makasi ya, Ra" Bang Indra tersenyum. Rasanya aku sudah sangat lama tidak melihat senyum itu.
               Kami memutuskan untuk jajan martabak di dekat rumah. "Bang Indra kapan mau deketin cewek lagi?" tanyaku sambil menunggu martabak matang. "Udah sering kok, tapi ngga ada yang mau. Hehe" jawab Bang Indra sambil tertawa. "Masa iya? Eh temen aku ada loh yang suka sama Bang Indra" kataku tiba-tiba teringat Ghea. "Serius? Siapa juga temen lu yang kenal gue?" Bang Indra menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Adaaa deeh. Cantik kok, kalau mau nanti aku bikin kalian jalan bareng gimana?" aku bersemangat menjodohkan Bang Indra dan Ghea. "Kok lu mencurigakan sih? Temen lu bukan Lucinta Luna kan?" Bang Indra sampai berdiri karena takut melihat aku bersemangat. Aku malah tertawa terbahak-bahak mendengar Bang Indra menyebut nama Lucinta Luna. "Hari sabtu Bang Indra libur kan? Nanti ketemuan ya sama temen aku. Janga di cuekin tapi, ajak jalan!" aku tetap bersemangat walau Bang Indra terlihat ragu. Martabak sudah matang dan kami makan dengan sangat lahap. Martabak Pak Petruk ini memang juara dalam rasa, walau dagangnya masih dengan tenda namun setiap hari selalu ramai pembeli.
                 "WHAT? GILA GUE SESEK NAPAS NIH!" Ghea bereaksi berlebihan saat aku bilang rencanaku untuk mempertemukan dirinya dengan Bang Indra hari sabtu besok. "Bang Indra udah setuju, pokoknya kalian harus jalan. Kalo bisa langsung jadian!" kataku tegas. Ghea terlihat berbinar bahagia namun juga grogi. Ghea belum pernah dijodohkan seperti ini, biasanya selalu lelaki yang mendekati dia tapi kali ini aku memaksanya untuk ikut dengan rencanaku! Hehe