Jumat sore adalah hari yang selalu
aku tunggu karena besok aku libur dari rutinitas kerja yang melelahkan. “Lu mau
kerumah Ramdhan lagi?” tanya Cindy sahabat baikku yang tinggal satu rumah denganku
dan ayah. “Yoi lah” jawabku datar. “Li, mau ampe kapan lu kayak gini sih?”
Cindy mulai drama, dia seperti baru mengenalku saja. “Udahlah Cin” mencoba
membuat Cindy bungkam. “Li, bokap lu butuh lu. Jangan tinggalin dia terus”
Cindy semakin menjadi. “Ya makanya lu jagain bokap gue pas gue ngga ada. Kan lu
udah gue anggep adek gue sendiri” jawabku tegas.
Aku mempercepat gerakkanku agar bisa
pergi ke rumah Ramdhan segera. Cindy selalu saja mencoba menasehatiku. Dia
pasti tidak akan paham apa yang selalu aku rasakan. Kesepian. Kesepian yang
teramat sangat.
“Hei sayang, kok murung gitu mukanya”
suara Ramdhan selalu terdengar menyejukkan hati. “Biasalah si Cindy tuh bikin
ulah” jawabku manja. Ramdhan adalah satu-satunya orang yang bisa memenuhi
segala kebutuhan batinku. Tempatku untuk mengadu, bermanja dan merasa bebas. “Ya
udah istirahat aja ya” lagi dan lagi Ramdhan mampu membuatku merasa tentram.
Pagi hari saat aku terbangun Ramdahn
sudah sibuk dengan Ipad-nya, aku bangun dan segera membuatkan teh hangat untuk
aku dan juga Ramdhan. “ting tong” suara bel mengejutkanku namun Ramdhan sudah
berjalan lebih dulu kearah pintu. Aku tetap sibuk di dapur mencoba membuat
sarapan.
Aku mulai merasa penasaran karena
tamu yang datang tidak juga diajak masuk ke dalam rumah, aku bergegas menuju
pintu. “Sayang,
siapa yang dateng?” aku mencoba mengenali wajah wanita yang sedari tadi berdiri
kaku di depan pintu. Ramdhan terlihat canggung namun kemudian memperkenalkan
wanita didepannya kepadaku.“Eh ini Sarah, kenalin” suara Ramdhan terdengar
berbeda, sangat berbeda. Pikiranku mulai kalut, siapa wanita ini?
“Hei, gue Lili pacarnya Ramdhan” jawabku
mencoba biasa dan menjabat tangan wanita di depanku. “Sarah” jawabnya singkat
dan menyalamiku. Kami bertiga mulai terdiam cukup lama. “Ya udah sayang, aku
mandi dulu yaa” kataku mencoba keluar dari situasi yang membingungkan ini. Aku
kembali masuk kedalam kamar dan mendapati Ipad Ramdhan menyala. Hasrat ingin
tahuku semakin menguat. Aku membuka semua email yang masuk dan yang keluar,
setelah beberapa lama aku menemukan nama Sarah disalah satu send itemnya.
“Selamat malam Sarah,
sebelumnya aku meminta maaf karena harus berbicara lewat tulisan ini. Aku ngga
akan mungkin sanggup berbicara langsung sama kamu. Aku mau memutuskan hubungan
kita, Sarah. Aku akan pergi ke kalimantan bersama keluarga aku, aku tinggal dan
kerja disana. Aku ngga akan ke Jakarta lagi. Hubungan jarak jauh itu tidak akan
mungkin sanggup kita lakukan bukan? Tidak ketemu lebih dari sebulan saja kamu
sudah uring-uringan, hehe. Maaf ya Sarah, ini keputusan dari keluarga aku. Kamu
kan yang selalu bilang bahwa keluarga adalah nomor 1. Sarah, sebelum aku pergi
aku mau pesan, Jakarta itu sudah kotor. Terlalu banyak kejahatan. Aku harap
kamu bisa jaga diri ya :) Jaga pakaian dan tingkah laku kamu, jangan sampai ada
orang yang berniat jahat sama kamu. Jaga juga pergaulan kamu ya, jangan sampai
kamu ikut-ikutan pergaulan bebas. Bagaimanapun, aku sayang kamu. Sekali lagi,
maaf ya :’)” ~Ramdhan
Ramdhan masuk kedalam
kamar dengan gontai. Air mataku sudah mengalir deras, sangat deras. “Sayang,
aku ngga ngerti siapa kamu. Aku ngga ngerti kalo kamu bisa berperan ganda. Apa
yang kamu lakukan sama aku dan apa yang kamu tinggalkan pada wanita itu. Aku
ngga ngerti” air mataku sudah membanjiri pipiku. Ramdhan hanya terdiam. Aku segera
bergegas pulang. Aku ingin bertemu papa. Seharusnya aku tidak pernah
meninggalkan papa demi siapapun.
END
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada
kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
No comments:
Post a Comment