Wednesday, May 8, 2013

Bukan Ramdhan *new version*


            Jumat sore adalah hari yang selalu aku tunggu karena besok aku libur dari rutinitas kerja yang melelahkan. “Lu mau kerumah Ramdhan lagi?” tanya Cindy sahabat baikku yang tinggal satu rumah denganku dan ayah. “Yoi lah” jawabku datar. “Li, mau ampe kapan lu kayak gini sih?” Cindy mulai drama, dia seperti baru mengenalku saja. “Udahlah Cin” mencoba membuat Cindy bungkam. “Li, bokap lu butuh lu. Jangan tinggalin dia terus” Cindy semakin menjadi. “Ya makanya lu jagain bokap gue pas gue ngga ada. Kan lu udah gue anggep adek gue sendiri” jawabku tegas.

            Aku mempercepat gerakkanku agar bisa pergi ke rumah Ramdhan segera. Cindy selalu saja mencoba menasehatiku. Dia pasti tidak akan paham apa yang selalu aku rasakan. Kesepian. Kesepian yang teramat sangat.

            “Hei sayang, kok murung gitu mukanya” suara Ramdhan selalu terdengar menyejukkan hati. “Biasalah si Cindy tuh bikin ulah” jawabku manja. Ramdhan adalah satu-satunya orang yang bisa memenuhi segala kebutuhan batinku. Tempatku untuk mengadu, bermanja dan merasa bebas. “Ya udah istirahat aja ya” lagi dan lagi Ramdhan mampu membuatku merasa tentram.

            Pagi hari saat aku terbangun Ramdahn sudah sibuk dengan Ipad-nya, aku bangun dan segera membuatkan teh hangat untuk aku dan juga Ramdhan. “ting tong” suara bel mengejutkanku namun Ramdhan sudah berjalan lebih dulu kearah pintu. Aku tetap sibuk di dapur mencoba membuat sarapan. 

            Aku mulai merasa penasaran karena tamu yang datang tidak juga diajak masuk ke dalam rumah, aku bergegas menuju pintu. “Sayang, siapa yang dateng?” aku mencoba mengenali wajah wanita yang sedari tadi berdiri kaku di depan pintu. Ramdhan terlihat canggung namun kemudian memperkenalkan wanita didepannya kepadaku.“Eh ini Sarah, kenalin” suara Ramdhan terdengar berbeda, sangat berbeda. Pikiranku mulai kalut, siapa wanita ini?

             “Hei, gue Lili pacarnya Ramdhan” jawabku mencoba biasa dan menjabat tangan wanita di depanku. “Sarah” jawabnya singkat dan menyalamiku. Kami bertiga mulai terdiam cukup lama. “Ya udah sayang, aku mandi dulu yaa” kataku mencoba keluar dari situasi yang membingungkan ini. Aku kembali masuk kedalam kamar dan mendapati Ipad Ramdhan menyala. Hasrat ingin tahuku semakin menguat. Aku membuka semua email yang masuk dan yang keluar, setelah beberapa lama aku menemukan nama Sarah disalah satu send itemnya.

“Selamat malam Sarah, sebelumnya aku meminta maaf karena harus berbicara lewat tulisan ini. Aku ngga akan mungkin sanggup berbicara langsung sama kamu. Aku mau memutuskan hubungan kita, Sarah. Aku akan pergi ke kalimantan bersama keluarga aku, aku tinggal dan kerja disana. Aku ngga akan ke Jakarta lagi. Hubungan jarak jauh itu tidak akan mungkin sanggup kita lakukan bukan? Tidak ketemu lebih dari sebulan saja kamu sudah uring-uringan, hehe. Maaf ya Sarah, ini keputusan dari keluarga aku. Kamu kan yang selalu bilang bahwa keluarga adalah nomor 1. Sarah, sebelum aku pergi aku mau pesan, Jakarta itu sudah kotor. Terlalu banyak kejahatan. Aku harap kamu bisa jaga diri ya :) Jaga pakaian dan tingkah laku kamu, jangan sampai ada orang yang berniat jahat sama kamu. Jaga juga pergaulan kamu ya, jangan sampai kamu ikut-ikutan pergaulan bebas. Bagaimanapun, aku sayang kamu. Sekali lagi, maaf ya :’)” ~Ramdhan

            Ramdhan masuk kedalam kamar dengan gontai. Air mataku sudah mengalir deras, sangat deras. “Sayang, aku ngga ngerti siapa kamu. Aku ngga ngerti kalo kamu bisa berperan ganda. Apa yang kamu lakukan sama aku dan apa yang kamu tinggalkan pada wanita itu. Aku ngga ngerti” air mataku sudah membanjiri pipiku. Ramdhan hanya terdiam. Aku segera bergegas pulang. Aku ingin bertemu papa. Seharusnya aku tidak pernah meninggalkan papa demi siapapun.

END

nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)


No comments:

Post a Comment