Thursday, May 2, 2013

pedekate


            ‘ping’ bunyi chat tiba-tiba saja membuyarkan fokusku pada tugas kuliah sore ini. Aku melirik nama orang yang menggangguku, mataku membesar dan tak berkedip. ‘Indra?’ balasku cepat, tak ingin kesempatan yang ada terbuang begitu saja. Indra adalah pria yang aku inginkan sejak dulu, sejak pertama kali kakiku menginjak kampus tercintaku.

            ‘iya Ris, lagi sibuk ya? hehe’ balasnya setelah ku tunggu sekitar dua menit. ‘ngga juga sih, hehe. Tumben nih, ada apa ya?’ jawabku kaku, aku seperti orang linglung. ‘Lagi bosen aja, jalan yuk!’ nafasku tercekat membaca balasan darinya. Berulang-ulang kali aku baca dan tulisan itu tak berubah. Jalan?

            Kami berbincang cukup banyak sampai akhirnya sore hari kita benar-benar bertemu. Ajakan yang sulit untuk aku tolak. ‘Hei, lama nunggu ya?’ suaranya terdengar merdu, aku hanya menggeleng. Kamipun menyusuri jalanan kota yang ramai, sesekali berbincang diatas motor merahnya.

            ‘Lu laper ngga?’ tanyanya ketika kami terhenti disebuah lampu merah. ‘ngga begitu sih, lu laper?’ aku balik bertanya, masih kaku. ‘Ngga, ya udah kita ngobrol disana aja ya’ jawabnya dengan intonasi yang tidak aku mengerti.

            Kami berjalan sore, mengamati sekeliling yang sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang main basket, berkumpul keluarga dan ada yang menemani peliharaannya jalan-jalan. ‘Kuliah lu lancar Ris?’ tanya Indra membuayarkan suasana. ‘Alhamdulillah, lu sendiri gimana? Gue liat lu sibuk di organisasi deh’ tanyaku mulai biasa, tidak kaku lagi. ‘Ya lumayan deh, lagi jenuh si ama rutinitas makanya gue ngajak lu jalan nih’ jawabnya pelan. Aku menatap wajahnya, rambutnya yang lurus membuat wajah ovalnya semakin terlihat sempurna. Kami terus menyelusuri jalanan setapak, mengelilingi taman yang sejuk.

            Setelah beberapa lama kami berjalan menikmati suasana sore akhirnya kami duduk disebuah kursi yang kosong. Kami berbincang banyak hal, dari kuliah, masa sekolah sampai keluarga. Indra lebih banyak bercerita karena memang aktivitas dia banyak dan dari wajahnya terlihat ia sangat ingin didengar. Mendengar setiap detail ceritanya sangat menyenangkan. Aku menikmati merdu suaranya, tawa renyahnya bahkan detail wajahnya yang selalu mampu membuat aku terkagum-kagum.

            ‘Udah mulai malem nih? Lu mau jalan lagi ngga?’ tanyanya membuat jantungku terpompa makin kencang. ‘Terserah aja, kan gue nemenin lu. hehe’ jawabku sebisanya. Kamipun segera meninggalkan taman dan menyesuri jalanan kota yang makin padat. Kami mulai melalu jalanan sempit yang aku tak pernah lalui. ‘Ini kita mau kemana ya ndra?’ tanyaku mulai curiga. ‘Ada deh, haha’ jawaban yang makin membuatku curiga. Suasana semakin menakutkan karena perjalanan terasa sangat jauh. ‘Ndra serius nih lu mau ajak gue kemana? Lu ngga niat nyulik gue kan? Makan gue banyak loh ndra, gue manja juga. Udah lu ngga usah nyulik gue deh’ aku mulai menyerang Indra, entah kenapa suasana jadi seram. ‘Heh, ngapain juga gue nyulik lu Ris? Haha ada-ada aja sih lu, gue cuma menghindari macet tau’ jawabnya dengan tawa yang masih terdengar renyah, aku mulai merasa aman kembali.

            Ternyata Indra mengajakku makan malam di angkringan tempat biasa ia jajan. Dari cerita yang ia lontarkan sepertinya enak, aku jadi tak sabar untuk mencoba. Akhirnya kamipun makan, ternyata benar rasanya enak. Meski letaknya dipinggir jalan tapi pengunjungnya lumayan ramai dan hampir semuanya membawa kendaraan. Kami makan dengan lahap karena memang perut sudah teriak-teriak minta diisi.

            Selesai makan kamipun pulang, jalanan sudah sangat ramai. Perjalanan kami jadi sangat lama. Disela-sela perjalanan Indra selalu mencoba mengajakku berbincang, ia seperti tidak ingin aku merasa dicuekin. ‘Eh iya Ris, makasih banget ya lu mau nemenin gue jalan. Ya setidaknya hidup gue ngga lurus-lurus amat deh’ katanya. Aku hanya menjawab ‘Iya, sama-sama’. Tiba-tiba saja tangan kiriku terasa hangat, ternyata ia menggenggam tanganku. Diantara laju motor, jantungku seperti berhenti berdetak. Sorot mataku seolah berhenti, dunia seolah berhenti. ‘Makasi banget’ ucapnya lagi. Aku tak mampu berkata-kata. Sepanjang perjalanan aku hanya terdiam. Debar jantungku semakin lama semakin menjadi, genggaman tangannya terasa hangat. Menjalar dari jemari smpai ke dalam hati, rasanya aku ingin waktu berhenti saat ini.

END

nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

2 comments:

  1. hih sok tau nih, haha. kapan kopdar nih kita? gue pan anak baru *muka lugu* :p

    ReplyDelete