Monday, July 8, 2019

PATAH (5)



          Malam minggu kesekian akhirnya orang yang aku rindukan datang. Jaket jeans kesayangannya masih selalu dipakainya. "Kemaleman ya?" katanya setelah duduk di kursi teras rumahku. Aku tersenyum simpul. "Akhirnya datang bukan karena terasa kemalaman, tapi karena terasa sudah lama" jawabku meledek. Ia tersenyum namun seperti separuh hati. "Aku kayaknya ngga bisa bikin kamu nunggu terus kayak gitu" katanya kemudian. Aku menatapnya tajam mencari jawaban. "Kita udahan aja ya, Ra" jawabnya tanpa aku tanya secara lisan. Seperti petir di malam hari, hatiku hancur. Ia pergi tanpa pamitan lagi, aku tak mengucapkan sepatah katapun sampai ia benar-benar menghilang dari hadapanku.
           Sepanjang malam aku berusaha tidur tapi tidak bisa. Tiba-tiba hari sudah pagi. "Pagi, Ra" Papa menyapaku yang berjalan dengan malas-malasan, aku menjawab seadanya. "Ada yang habis putus cinta tuu" Bang Indra meledek, aku hanya memanyunkan bibir. Bang Indra memang selalu menjadi orang pertama yang tahu segala kisahku. Papa termasuk orang tua yang cuek jadi tidak terlalu ambil pusing dengan permasalahan anak muda anaknya.
             "Bikin kopi enak kali ya" kataku dalam hati dan segera menuju ke dapur. Di dapur sudah ada Bang Rully dan Bang Ramzy yang sibuk membuat mie instan.
"Eh ada Rara, mau ngapain Ra?" Bang Rully selalu yang paling ramah. "Mau bikin kopi, Bang" jawabku jujur dan segera mengambil kopi untuk di seduh. "Suka minum kopi, Ra?" tanya Bang Ramzy. "Buat ilangin sedih aja" jawabku jujur karena masih kalut, aku sampai tidak sadar sejak tadi Bang Ramzy memperhatikanku. "Baru putus?" tanyanya lagi. Aku terkejut hampir menjatuhkan cangkir. Pasti Bang Indra cerita ke temen-temennya, dasar Abang yang engga bisa jaga rahasia!!
            "Cewek cantik kayak kamu, pasti cepet dapet gantinya kok!" Bang Ramzy setengah berbisik ketika mereka sudah selesai dan menuju kamar Bang Indra. Aku tersenyum simpul. Menurutku Bang Ramzy termasuk ganteng di banding teman Bang Indra yang lain, tapi Bang Ramzy jarang main kerumah. Mendengar pujian Bang Ramzy rasanya seperti terbang, menghapus sedikit luka yang masih basah. "Yeeee Ramzy gombal aja, di tinju sama Indra baru tahu lo" Bang Rully mengekor.
          Malam hari di teras rumah, aku masih meratapi kisah cintaku. Mengapa ya rasanya menyesal? Sepertinya memang dahulu aku yang salah. Aku terlalu mengabaikan Obi. Aku terlalu sibuk dengan urusanku sendiri. Sibuk dengan tugas, sibuk dengan persiapan pernikahan Tante Linda dan sibuk mempersiapkan diri untuk ditinggal Tante Linda. Aku merasa amat bersalah. "Masih ngelamun aja lo" suara Bang Ramzy membuyarkan lamunanku. "Nyari Bintang, Bang. Tapi ngga keliatan, ketutup polusi Jakarta" jawabku asal. "Nyari Bintang? Lah ini Bintangnya ada di depan mata gue" sahut Bang Ramzy sambil menunjuk aku. Aku tertawa terpingkal, memang ya temannya Bang Indra kocak-kocak semua. "Eh loh kok ketawa? Nama lu kan Kejora, itu Bintang kan?" tanyanya sambil berlalu. Bang Ramzy menaiki motornya dan meninggalkanku yang tidak tahu harus bagaimana. Hatiku tergelitik tapi juga hangat, rasanya nyaman.

No comments:

Post a Comment