Friday, July 19, 2019

PATAH (11)



         "Ra, di cariin Ka Adam tuh" Ghea yang baru masuk ke dalam kelas menunjuk sesosok lelaki yang berdiri sambil senyum-senyum di depan kelas. "Males ah gue" jawabku jujur. "Kalo lu ngga samperin dia, dia bakal masuk ke kelas" Ghea memperingati. Aku menarik nafas panjang kemudian menghampirinya ke depan kelas. "Ada apa?" tanyaku langsung pada intinya. "Gue mau kasih lu sesuatu" ia mengambil sesuatu dari dalam tasnya. "Coklat?" tanyaku heran saat melihat apa yang ia ambil. "Iya, buat lu" katanya dengan senyum yang tak pernah hilang. "Yaa makasih, gue balik ke dalem ya ka. Mau belajar!" jawabku ketus tak peduli dengan reaksi dia.
          "Lu di kasih coklat? Waah enak bangeet" Ghea dengan muka manisnya. Aku hanya mengangguk lalu duduk di sampingnya. "Ka Adam nembak lu, Ra?" tiba-tiba saja Ghea bertanya seperti itu. Aku menggeleng sekuat tenaga. "Gue kan udah bilang kalo gue ngga minat sama dia. Lagian dia udah gue jauhin masih aja sih usaha terus" aku menggerutu. Ghea hanya tertawa lepas. Aku menatap Ghea tajam. "Kok ketawa sih?" tanyaku heran. Ghea masih saja tertawa tanpa henti.
          Tepat Adzan Magrib aku sampai rumah, rasanya lelah sekali dengan jadwal hari ini. Semua dosen memberi tugas dan semua dosen meminta dikumpulkan hari ini. Hampir saja patah tanganku dipaksa menulis banyak. "Baru balik?" Bang Indra yang sedang mengerjakan skripsi menyapaku. "Gilaaa aku capek banget, Bang! Aku mau langsung tidur yaa" keluhku yang ingin segera masuk kamar. "Gue mau ngobrol sama lu, Ra" Bang Indra menahanku. Aku akhirnya duduk di sofa dekat Bang Indra.
           "Mau ngobrol apa?" tanyaku tanpa basa-basi. "Soal Papa dan Tante Lintang" Bang Indra menutup laptopnya. Aku menatap Bang Indra tajam, menanyakan apa maksudnya? Bang Indra membenarkan posisi duduknya dan menarik nafas panjang. "Gue setuju kalo Papa mau nikah lagi, kebetulan Tante Lintang itu teman lama Papa. Mereka memang dekay dari dulu, bahkan ssbelum Papa ketemu Mama" Bang Indra mencoba menjelaskan fakta yang aku belum tahu. "Aku ngga nyangka Bang Indra bisa secepat itu setuju. Aku sih ngga ngerasa Papa perlu nikah lagi, kita kan udah dewasa!" jawabku ketus. Aku beranjak dari dudukku dan masuk ke dalam kamar. Bang Indra masih terdiam dan tidak menyangka kalau Rara sangat tidak ingin Papa menikah lagi. Aku di dalam kamar hanya menangis sejadi-jadinya. Aku kecewa dengan Bang Indra yang begitu mudahnya menerima orang lain untuk masuk ke dalam keluarga ini. Selain Mama baru, Bang Indra akan punya adik baru dan itu jelas sangat mengganggu. Bagiku, Bang Indra adalah abang aku satu-satunya dan aku harus menjadi adiknya Bang Indra satu-satunya juga!
          

No comments:

Post a Comment