Monday, April 1, 2013

Nostalgia

      Ternyata libur panjang tidak selalu menyenangkan. Liburan kali ini sungguh menjemukan, aku selalu saja membunuh waktu dirumah. Hari ini dengan setengah sadar kakiku mulai melangkah keluar. Ramainya kota selalu menjadi pemandangan yang cukup menyegarkan mataku. Kakiku terus saja melangkah tanpa tujuan.

            Tiba-tiba saja kakiku terhenti ketika di depanku terkihat pedagang kaki lima yang semangat meracik soto tangkar. Senyumku hadir tanpa diundang. Kakiku mulai melangkah lagi mendekati sang pedagang. “Sibuk banget mas? hehe” sapaku dengan senyum lebar. “Hei Mas Adam, udah lama nih ngga keliatan” jawabnya masih dengan logat yang tak pernah berubah. Aku hanya tertawa. Mataku berkeliling dan mulai menikmati memori yang ada. Sudah hampir tiga tahun aku tak kesini dan suasananya masih sama. “Mas Adam mau makan soto? Seporsi apa dua nih?” suara mas Tri, pedagang soto tangkar membantuku kembali pada dimensi waktu yang sebenarnya. “Boleh deh mas Tri, satu porsi aja” jawabku pelan.

            Mas Tri meracik lagi soto tangkar dengan tangannya yang sudah hafal letak bahan-bahannya. Selalu saja menyenangkan memperhatikan Mas Tri, ia pedagang yang gesit. “Kemana aja nih Mas Adam? Udah lama banget ngga makan soto. Udah lupa ya sama saya?” kata Mas Tri sambil memberikan soto tangkar hasil racikannya. “Baru sempet aja nih Mas kesini. Aku ngga mungkin lupa dong sama Mas Tri, hehe” jawabku yang kemudian menikmati soto tangkar. “Wah udah sibuk banget nih Mas Adam. Oh ya, kok sendiri? Mba Bella-nya mana?” tanya Mas Tri yang sudah mengambil posisi duduk di sampingku. Selera makanku tiba-tiba saja hilang. Aku terdiam.

            Berbincang dengan Mas Tri selalu menyenangkan, kami bisa berbincang tentang banyak hal. Mas Tri termasuk orang yang up to date sehingga banyak topik yang bisa kita bincangkan. Satu jam aku berbincang dengan Mas Tri, yang awalnya sepi pembeli sampai rame sampai sepi lagi. “Ya udah Mas saya pamit dulu nih jadi gangguin Mas Tri deh, haha” ucapku. “Iya Mas Adam, sering-sering dong kesini. Ajak Mba Bella juga dong pasti seru kayak dulu” jawab mas Tri dengan semangat. “Ya kalau ketemu ya Mas” ucapku seadanya. “Mas Adam ini payah toh, sudah punya pacar cantik dan sempurna kayak Mba Bella kok ya dilepasin” cecar Mas Tri. Aku tersenyum “namanya ya bukan jodoh Mas, saya pulang yaa”.

            Langkahku gontai, ingatan tentang Bella semakin menjadi. Kalau Mas Tri saja masih ingat dengan Bella, apalagi aku? Pastilah, tiga tahun belum cukup untuk melupakan memori yang sudah terpupuk selama tujuh tahun. Kakiku terhenti lagi didepan petakan rumah yang berdebu. Masih dengan kursi-kursi yang sama. Pemandangan yang sama.

            Aku terduduk lemah disalah satu kursi yang penuh dengan memori ini. Wajahnya seperti mucul dari berbagai arah, aku rapuh.

            “Ternyata kamu masih bersamaku, Bella. Semua senda guraumu. Tangisan manjamu. Senyuman semangatmu. Sentuhan-sentuhanmu. Bella, dimanakah kamu sekarang? Bisakah kita merajut semuanya kembali? Atau hanya sekedar menjejaki kenangan yang telah kita tapaki bersama dahulu. Aku sungguh merindukanmu, Bella. Apakah kamu mampu mendengarkan aku?” Gila. Mungkin aku sudah seperti orang gila yang berbicara sendiri. Entah berbicara pada kursi. Entah berbicara pada pepohonan.

            “Aku dengar Dam, aku juga sangat rindu kamu” suara itu datang. Entah dari halusinasiku atau dari harapanku. Namun perlahan tubuhku hangat. Pelukan yang nyata. “Bella? Kamu ada disini?” tanyaku dengan sangat terkejut. Sosok Bella nyata ada dihadapanku saat ini.


END


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

No comments:

Post a Comment