Sunday, April 14, 2013

Cinta pertama yang salah


          Hari pertama kuliah, rasanya dunia seperti tersenyum untukku. Bahagia sekali rasanya sudah tidak menggunakan seragam. Berangkat pun tak harus pagi buta, karena jadwal kuliah paling pagi jam 8 berbeda 1 jam setengah dengan waktu sekolah. Selain itu, saat kuliah ini ibuku sudah memperbolehkan aku mencari pacar.

            Hari ini jadwal kuliah jam 10 dan aku sudah berada di kampus sejak jam 9, maklum demam kampus. Kakiku melangkah tak tentu arah, menyusuri setiap sudut kampusku. Terduduk aku di salah satu kursi kantin kampus ini, mataku berkeliling mengamati setiap gerak-gerik mahasiswa. Tanpa sadar mataku telah terfokus pada salah seorang sosok yang sungguh memikat hati.

            Sosok itu memakai kaos panjang berwarna merah, membuat wajahnya terlihat sangat bersinar. Ditelinganya aku melihat ada kabel yang tersambung dengan hanphone ditangannya, ia terlihat sangat asyik dengan alunan lagu yang ia dengarkan sendiri. Tangannya seperti mengayun-ayun seolah dialah pemandu dari musik yang ia dengarkan. Bibirnya yang dibalut lipstik merah-pun terlihat komat-kamit mengikuti lirik lagu.

            Degup jantungku seolah menuntun kakiku untuk menghampiri sosok yang sedari tadi mengganggu fokusku. Semakin lama semakin dekat sampai akhirnya aku sudah berdiri di depannya. Wajahnya manatapku heran, aku melempar senyum dan memberi kode untuk ikut duduk bersamanya. Wajahnya semakin heran, namun salah satu alisnya naik dan seperti memberi kode untuk mempersilahkan aku untuk duduk.

            “Hei, nama gue hmm panggil aja gue Pris” kataku tanpa babibu lagi. Ia hanya tersenyum dan tetap asyik dengan musik yang mengalun di telinganya. Jarak yang semakin dekat membuatku semakin menikmati kecantikan yang dimiliki oleh sosok yang menggunakan kaos merah ini. Aku mencoba mencairkan suasana dengan memesan minuman.
            “Semester awal juga ya?” tanyaku sebisa mungkin namun ia hanya membalas dengan tersenyum dan mengangguk yang berarti “iya”. Aku menyeruput minumanku untuk membasahi kerongkonganku yang mulai terasa kering. Berbicara dengan seseorang yang menjawab dengan hanya gerakan tubuh ternyata cukup memusingkan. Aku memutar otak untuk bisa mendapat jawaban suara darinya.

            “Lagi dengerin lagu apa sih mba? Asik banget kayaknya” kataku dengan senyum semanis mungkin. Ia melepas salah satu earphonenya dan menyematkan di telinga kiriku. Musik dengan balutan rock mengalir di telingaku. Aku tersenyum getir. Wanita secantik ini suka dengan musik rock? Aku merasa gagal sebagai seorang pria. Oh ibu, apalagi yang harus aku lakukan untuk membuatnya berbicara?

            “Diem aja sih? Lagi sariawan ya? haha” aku mencoba mengajaknya bercanda. Ia tertawa, sangat manis namun tetap tak bersuara. “Kuliah jam berapa?” tanyaku yang sudah mulai putus asa. Ia mengangkat kedua tangannya dan membuka semua jarinya yang menunjukkan angka sepuluh. “Oh jam sepuluh, sama dong” kataku sudah mulai sangat putus asa.

            “Ya udah deh, gue mau kekelas dulu ya. Kapan-kapan kita ketemu lagi. Kayaknya gue jatuh cinta sama lu sejak pandangan pertama deh” oh ibu, mengapa engkau tidak mengajari aku cara untuk mendekati wanita. Sepertinya aku sudah salah karena mengucapkan kata-kata ini. Wanita didepanku menatap wajahku tajam, ia melepaskan kedua kabel yang tersemat di telinganya. Sosok itupun kini berdiri dan menatap aku dengan tatapan sinis. “emang lu kira eyke ini cewek apaan cyiin? Maen jatuh cinta aja, mending gue ama bos-bos tajir kalii daripada ama brondong kayak luu”. Sosok itu mulai melangkah pergi, jauh jauh dan semakin jauh. Oh ibu, rasanya tidak ada yang lebih menjijikan dibanding ditolak banci.


END


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

2 comments: