Sunday, September 22, 2019

PATAH (24)


              Sore itu aku selesai bimbingan skripsi. Sampai rumah aku sudah di sambut dengan seorang wanita yang wajahnya ingin sekali aku lupakan. "Boleh bicara sebentar, Ra?" wanita itu meminta waktuku. Aku duduk berhadapan dengannya, aku tidak tahu harus merasakan apa saat ini. "Ra, aku udah tahu semuanya. Aku minta maaf atas apa yang dilakukan Ramzy. Ramzy sama sekali tidak ada niat untuk menyakiti kamu, keadaan yang membuat semua ini terjadi" wanita itu berbicara dengan intonasi yang enak di dengar. Aku tahu ia merasakan sakit juga tapi ia berusaha mati-matian mengubur rasa sakit itu. "Meski sulit, aku harap kamu mau memaafkan Ramzy dan juga aku. Kami hanya orang-orang yang menaruh kebahagiaan orang tua kami di atas segalanya. Untuk kamu pasti ini rasanya tidak adil, tapi aku harap kamu bisa menerima ini sebagai pendewasaan. Aku datang kesini mengundang kamu secara langsung untuk hadir di acara pernikahan kami" ia memberikan kartu undangan berwarna biru muda. Aku menerimanya tanpa bersuara apapun.
                "Intan? Tumben kesini ngga bilang-bilang" suara Bang Indra memecah kesunyian. "Eh iya aku mau anter undangan" ia menyalami Bang Indra dan menyerahkan kartu undangan. "Oh akhirnya ya kalian" suara Bang Indra getir. Rintihan hati Bang Indra bisa aku dengar dan entah bagaimana aku merasa Kak Intan pun mendengarnya. "Ya udah aku sekalian pamit ya, mau anter undangan ke yang lain juga" Kak Intan merasa canggung. "Eh kok buru-buru, mau dianter?" Bang Indra menawarkan namun Kak Intan menolak karena ia diantar oleh supir.
              "Mau dateng?" Bang Indra menatap mataku tajam. Aku mengangkat bahu menandakan tidak tahu. Aku memang tidak tahu harus datang atau tidak. Kenapa juga harus Kak Intan yang mengantar undangan? Kenapa bukan Bang Ramzy? Apakah mereka sengaja membuatku "tahu diri" bahwa aku tidak layak dibandingkan dengan Kak Intanml? Memang Kak Intan itu cantik, baik, lembut, ramah, dewasa dan banyak sekali sikap yang tidak ada padaku. Rasanya aku malu sekali. Malu karena aku pernah berani bertanya pada Bang Ramzy untuk memilih aku atau Kak Intan? Anak kecil juga pasti akan memilih Kak Intan! Bodoh! Aku sungguh bodoh! Harusnya aku punya kaca yang besar di kamar agar aku tidak besar kepala dan egois! "Gue pasti dateng sama anak-anak yang lain, lu dateng juga ya! Ajak Adam, dia pasti mau!" suara Bang Indra memotong suara hatiku yang sedang memaki-maki diriku sendiri. "Gue ngga janji deh, Bang!" jawabku dan segera berlari masuk kamar. 

No comments:

Post a Comment