Friday, June 22, 2012

Hanya TTM (2)


“Kerjakan soal yang ada pada buku paket kalian, hitung dengan benar” suaranya lantang, membuyarkan lamunanku. Matematika, soal mudah pun terasa berat dipundakku. Badanku seperti tak bertulang dan mataku kunang-kunang. Aku memang tidak layak berada di jurusan ini. “Riri, lu ngerti soal-soal ini?” suaraku lemas sekali. Riri pasti menganggapku sangat malas, memang. “Gue coba dulu ya Fay, nanti gue bantu kok” mukanya serius, aku tersenyum lalu meletakkan kepalaku diatas meja. Wajahku menghadap kearah.. Ichsan. Wajahnya sungguh sejuk, angin semilir berhembus di hatiku. Deg! Ichsan menatapku, aku terpaku. Mulut mungilnya bergerak mengatakan “Kenapa?” tanpa suara. Aku tersenyum. Dia pun tersenyum. Deg! Lagi-lagi jantungku ini, rasanya ingin terbang bersamanya. Tanpa aku sadari, mataku tetap memandangnya. Dia tersenyum. “Riri, kerjain yang bener ya! Ntar gue liat, hehe” suaranya lantang, aku terkejut sampai bangun dari posisiku tadi. “Dasar, kerjain dulu sana” kata Riri ketus namun bersahabat. Aku cukup lega. Aku melirik ke Ichsan, dia tersenyum lalu malihat buku matematikanya lagi. Riri sudah memberikan lampu hijau pada Ichsan, semoga ini berlanjut untuk seterusnya. Supaya aku dan Ichsan bisa lebih dekat.

***

Pulang sekolah aku langsung mencari angkutan umum untuk pulang. Jam kerja papa lebih lama dari jam sekolah aku, jadi aku selalu pulang sendiri. Duduk paling pojok adalah posisi paling aku suka. Disini aku dapat melihat banyak teman dan tersenyum bebas seperti artis. Sekarang di posisi ini aku mencari sosok cowok, cowok tinggi yang memiliki senyum yang tak dapat aku artikan. Angkutan semakin menjauh dari sekolah. Aku terpaku dipojokan dengan kecewa karena sosok itu tak terlihat. Aku bersenandung dalam hati selama perjalanan menuju rumah. Mengamati jalanan yang macet adalah makanan wajibku. Jakarta memang suram, namun aku sudah ditakdirkan tinggal di sini jadi harus menerima semua ini apa adanya.

***

“Gubrak” bunyi tasku cukup kencang saat menyentuh meja belajar. Aku melempar tubuhku keranjang. Bayangan wajah Ichsan masih melekat di benakku. Sepertinya bayangannya menggunakan lem paling mahal hingga bisa menempel sekuat ini. Perlahan mataku terpejam dan tenggelam dalam dunia mimpi.
“FAY…” suara yang memaksaku keluar dari dunia mimpi.
“Iya mah..” suaraku terdengar sangat berat, aku masih ngantuk!
“Cepat mandi, udah sore ini”
“Iya mah..”
Aku beranjak dari ranjang empukku. Berjalan lunglai dan meraih handuk kemudian bergegas ke kamar mandi.
“Papa kok belum pulang mah?” tanyaku selesai mandi.
“Tadi udah telfon, katanya ada rapat.”
Aku hanya terdiam.
“Gimana tadi di sekolah?”lanjutnya.
“Ya gitu mah, tadi langsung belajar kayak biasa” jawabku dan segera kabur ke kamar. Suara ribut mama di dapur terdengar sampai kamarku, haduh mama. Aku melirik HP dan meraihnya. Aku mengetik SMS untuk Deri. Aku ingin mencari info tentang Ichsan dari Deri. Deri ini adalah sahabatku, aku baru tahu tadi siang ternyata Deri teman Didi sejak SMP.  Aku memaksanya mencari info sedetail mungkin tentang Ichsan. Walau tidak kenal namun Deri tahu Ichsan, biasalah cowok. Mereka mudah sekali bergaul, aku cukup iri pada mereka. Deri cukup lama membalas sms ku, aku tidak sabar dan langsung menelponnya. “Serius lu suka sama Ichsan?” suaranya mengejutkan. Tumben Deri menyapaku seperti ini.
“Apa sih Der? Bikin kaget aja”
“hehe sorry deh Fay, gue kira lu sukanya cowok yang gantengnya kayak Kevin Aprillio”
“iihh beda kagum sama cinta, kalo ganteng udah pasti banyak yang suka. Gue males ahh. Mendingan Ichsan, dia lucu..”
lu suka yang lucu? Didi aja, gue lebih kenal.”
“aduh Deri… lu tuh kayak belum pernah jatuh cinta dehh.”
“iya iya.. malem-malem udah bawel deh”
“Usahain yaa, gue Cuma mau Ichsan”
gue Cuma mau lu
“hah? Mulai deh resenya ..”
“haha iya, yaelah ni anak ketus bgt sii. Pasti gue bantu kok”
Kata-kata Deri membuat aku tenang,  Deri memang sahabat yang bisa diandalkan. Pasti malam ini aku bisa tidur nyenyak..

***

Pagi kali ini aku memandang wajahku di cermin cukup lama. Aku merasa selama ini aku sangat berantakan sebagai perempuan. Rambutku yang biasa terurai, kali ini aku kuncir setengah. Yaa lumayan rapi lah buat ketemu Ichsan, hehe. Aku juga menggosok bajuku sendiri dan menggunakan parfum lebih banyak dari biasanya. Jatuh cinta itu membuat orang menjadi sangat sensitiv terhadap hal-hal kecil.

Aku bergegas ke meja makan dan menyantap masakan mama yang tak kalah lezat dengan masakan koki handal. Setelah selesai sarapan, aku menghampiri mama dan berpamitan. Mama menatapku dengan heran, aku hanya tersenyum lepas. Papa seperti biasa sedang asik minum teh di teras depan.

“papa ayo berangkat!” aku menarik tangan papa. Tanpa perlawanan papa pun masak ke dalam mobil dan melaju menuju sekolah.
“tumben kamu semangat berangkat sekolah..” papa mulai meledek.
“iya dong, kan aku belum ngerjain PR, hehe” jawabku asal.
“dasar kamu, inget ya Fay. Kamu udah kelas 3.” Wajah papa serius.
“iya pa, aku bercanda tau. Lagian baru hari kedua, belum ada PR pa..” jawabku.
Papa diam sepanjang perjalanan, sepertinya papa sangat khawatir dengan kelulusanku nanti. Aku pasti berusaha pa! kami berdua hanya diam dan terbawa dalam fikiran masing-masing. 

Suasana menjadi hening.
***


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

No comments:

Post a Comment