Friday, June 22, 2012

Hanya TTM (1)


Pagi hari ini awal aku masuk kelas 3 SMA, benakku tak sesegar embun pagi ini. Aku sudah selesai mandi dan memakai seragam namun penampilanku masih sama dengan orang yang baru bangun tidur, sangat berantakan.

“Pagi sayang” sapa mama begitu aku membuka pintu kamar. Aroma masakannya sangat menggodaku untuk segera duduk di meja makan. Ketika aku menghampiri meja makan, mama masih asik membereskan peralatan masaknyua didapur. Menggunakan daster kesayangannya dan rambut yang terikat rapi.

“Pagi mah..” jawabku kemudian. Mama masak ayam goreng kesukaanku, aku tak sabar melahapnya masuk kedalam perutku. Segera kuhabiskan semua makanan yang ada dalam piringku. Setelah aku selesai memuaskan nafsuku, aku celingukan “Papa mana mah ?” tanyaku. Mama tetap asik di dapur, entah apa saja yang dia kerjakan. “Papamu di depan Fay, dia sudah menunggumu daritadi” jawab mama sedikit samar. Aku beranjak dari tempat dudukku dan menghampiri mama di dapur, “Aku berangkat mah..” aku mencium tangannya.

Di teras rumah papa sedang asik minum teh hangatnya, dengan pakaian dinas rapi dan rambutnya yang tersisir rapi. “ngga pake baju baru kamu?” kata-kata papa terdengar meledek, dasar papa. Aku adalah sasaran empuk buat papa ledek, karena aku pasti kalah setiap berdebat dengan papa.

“Cuma pindah kelas pah, bukan pindah sekolah..” nada suaraku menyebalkan.
“ayo berangkat, jangan ditekuk mukanya, ntar ngga bisa nyari pacar ganteng kamu..” senyum dibibir papa mengembang kemudian masuk kedalam mobil. Aku hanya diam merengut dan menghampiri kursi disamping papa.

Sepanjang perjalanan papa bernyanyi riang, papa memang orang yang sangat periang dan humoris. Dalam lubuk hati aku sangat bersyukur memiliki papa seperti dia, walau kadang bosan mendengar ledekan papa terhadap aku namun aku sangat menyayangi papa yang apa adanya seperti ini. Sekitar 15 menit kami sampai di parkiran sekolah, entah mengapa aku grogi. Aku mencium tangan papa dan keluar mobil, papa meyusul. Kami berjalan beriringan, papa masuk ke dalam kantor tata usaha dan aku tetap berjalan sampai di depan kelas ipa 3. Aku mengintip kedalam kelas, hanya beberapa yang aku kenal.

“Hai Fay, lu ipa 3 sekarang?” suara itu mengejutkanku. Aku menengok dan melihat sosok yang cukup aku kenal, Riri. Aku tersenyum lalu mengangguk. Wajah Riri berbinar, aku menatapnya heran. “Udah dapet temen satu meja?” terlalu cepat ia mengatakannya. Aku hanya menggeleng pasrah, aku tahu selanjutnya dia akan berkata, “Mau bareng gue?” setelah kata-kata ini benar keluar dari mulut Riri, aku hanya mengangguk lagi kemudian tersenyum. Kami masuk kedalam kelas dan menemukan satu meja kosong kedua dari belakang pojok.
Kenapa tidak di belakang saja? Paling terbelakang, terpojok! 
Ah Fay, cukup. Sudah kelas 3, harus serius belajar! Aku sibuk memarahi diri sendiri.  Riri menatapku aneh. Yah, dia baru satu menit duduk di sebelahku dan dia sepertinya sudah dapat melihat keanehanku. Aku tersenyum, garing! Riri membalas senyum dan mengeluarkan HPnya. Cukup lama dia berkutik dengan HPnya dan aku membeku. “Lebih baik gue duduk sendiri” kataku dalam hati.

Pelajaran pertama sudah mulai sejak setengah jam yang lalu, pelajaran fisika namun guru tak juga datang, bosan! Tapi ini lebih baik, aku memperhatikan orang-orang yang ada dikelasku. Cowok, mereka selalu paling cepat dalam bergaul. Hanya dalam waktu singkat mereka sudah heboh tentang pertandingan bola semalam, huh bola! Apa bagusnya sih?

Pak Dori datang tanpa dosa, satu jam dia memakan gaji buta. “Pagi anak-anak” sapanya dengan lantang yang kemudian dijawab kelas dengan serentak. Tanpa basa-basi dia langsung mencoret-coret papan tulis dengan materi yang akan dipelajari selama satu tahun. Aku memandangi semua coretan itu dengan sangat malas kemudian melirik Riri. Ya ampun, dia masih SMSan, sama siapa sih? Aku membuka mulut namun terdengar desahan ejekan dari meja disebelah kami “sstt.. sssttt..” aku tersentak menengok dengan mulut masih terbuka. Riri jauh lebih tersentak, gerakan tangannya sangat cepat memasukkan HPnya kedalam kolong meja. Cowok itu tertawa, bahagia sekali. Aku menutup mulut dan menahan tawa. Riri memasang tatapan membunuh kepada cowok itu. Aku masih senyum-senyum berusaha menahan tawa. Riri menatap papan tulis dan menyalinnya kedalam buku catatannya. Aku melirik kearah cowok itu, dia masih senyum-senyum bahagia dan menatapku. Deg! Jantungku seperti berhenti berdetak, aku memalingkan wajah ke papan tulis. Hembusan angin dari hatiku membuatku tak dapat menyerap apa yang aku lihat. Sial! Siapa sih cowok itu? Kenapa senyuman itu membuat aku seperti ini? Aku kenapa? Langit seperti jatuh dan menimpa kepalaku, pusing!

***
Bel jam istirahat berbunyi. “Bawa bekal makan siang?” pertanyaan Riri mengejutkanku. Aku menggeleng. “Lu beli makan aja dulu dikantin, gue tunggu biar kita bisa makan bareng” Riri teman yang baik, aku tidak salah menerimanya sebagai teman satu mejaku.
“Udah lu makan aja duluan, gue juga masih bingung mau makan apa”
“Ya udah sana cepat ke kantin, nanti lu kelaperan loh..”
Aku mengangguk dan beranjak dari tempat dudukku. Sepanjang aku berjalan menuju kantin, banyak juga yang menyapaku. Bukan karena aku terkenal, tapi karena papa aku bekerja di sekolah ini. Dengan keberadaan papaku di sekolah juga yang membuatku cukup takut untuk PDKT dengan cowok-cowok. Karena pasti papaku tahu bagaimana bebet dan bobotnya. Sedikit merasa terpenjara, namun aku bukan termasuk cewek yang pengen buru-buru punya pacar, tapi kalo ada yang mau sih boleh aja. Hehe  
Setelah membeli makanan dikantin aku kembali ke kelasku. Aku terhenti di depan pintu. Deg! Cowok itu lagi, kenapa dia di depan pintu kelas sih? Aku memutar otak agar dapat masuk kelas tanpa gemetar. Ada cowok yang menghampiriku, tapi itu bukan dia. Aku terdiam menunggunya sampai tepat di hadapanku. “Hai Fay, kenapa diem aja dari tadi?” sapa cowok itu, garing!

“Kok lu tahu nama gue sih?”
“Yaiyalah, anaknya Pak Lian siapa yang ngga tau?”
“Oh karena papa lagi, huh.. udah ah gue mau masuk kelas”
Langkahku pasti namun terhenti begitu melihat cowok yang…
“Santai aja Fay, dia emang suka iseng” cowok itu berbicara padaku, oh. Tunggu. Tadi dia juga menyebut namaku, ya ampun. Aku mengatur nafas perlahan. “Siapa sih dia?’ sepertinya aku sedikit gemetar. “Namanya Didi, dia udah biasa jahil kayak gitu. Gue juga jadi ketularan” dia tertawa, aku pun tertawa sebisanya. “Lu liat sendiri kan tadi. Nama gue Ichsan” oh Tuhan, dia memperkenalkan namanya, yang sejak tadi pagi aku inginkan. “Gue Fay” ada getaran halus disetiap sudut hatiku. Rasanya aku ingin pingsan.

“Udah tahu, lu kan cukup terkenal, hehe” Deg! Ah senyumnya, aku tak dapat berkutik.
“Yang disebelah lu siapa namanya?” lanjutnya lagi. Aku terkejut, aku fikir dia tidak akan berbicara lagi. “Riri” jawabanku sangat singkat. Aku tersenyum padanya, yeah pada Ichsan. Ichsan tidak lagi tersenyum padaku, ia berjalan ke arah Didi dan menuju kantin. Aku berlagak cuek dan berjalan memasuki kelas lalu duduk disebelah Riri.

Lu ngapain tadi di depan?” suara Riri agak beda. Raut wajahnya menunjukkan sedikit amarah. Matanya menyipit seperti ingin membidik sesuatu.
“Cuma kenalan, mereka Cuma anak usil Ri, tadi juga nanyain nama lu kok” jawabku pelan. Semoga Riri tidak membenci mereka, terutama Ichsan. Kalau aku jadi Riri mungkin juga sedikit kesal, tapi aku yakin nanti Riri akan membaik. Riri terlihat seperti anak yang baik, hanya saja dia sering diam dan mungkin mencintai HPnya. Aku cukup nyaman duduk disampingnya, dia pintar dan ini cukup membantuku lebih serius untuk belajar. Materi palajaran IPA banyak yang aku tidak mengerti, sulit dipelajari. Namun disinilah aku, aku harus lulus. Demi papa. Demi harga diri keluarga. Karena papa pasti akan malu jika anaknya tidak lulus SMA.

***


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

No comments:

Post a Comment