Panas terik
tak boleh mematahkan semangatku untuk beraktivitas. Aktivitas yang mungkin
tidak penting bagi kebanyakan orang. Namun ini penting sekali bagiku, mengamen.
Aku memang bukan orang punya namun juga bukan orang kekurangan, aktivitas ini
adalah hobby. Bernyanyi diantara banyak penumpang yang beragam, entah mereka
terhibur atau terganggu. Setidaknya aku selalu berusaha untuk menghibur, karena
tiap pagi akupun selalu merasa terhibur dengan melihat wajahnya :)
Pagi tadi
aku kecewa, karena aku lupa akan hari. Ya, ini adalah hari minggu. Wajah yang
selalu aku nikmati disetiap pagi tak ada bila kalender merah. Ternyata wajah
itu merupakan candu terhebat yang pernah ada, ia mampu memompa semangatku
sampai sore. Lihatlah hari ini, masih siang saja badanku sudah meminta untuk
pulang.
Senin. Ah
ini hari senin, lihatlah aku sudah rapi padahal matahari saja masih malu untuk
keluar. Aku mengambil gitar andalanku dan memantapkan langkah kakiku keluar
rumah. Menunggu bis yang sudah aku hafal jam operasinya dan tersenyum ketika
bis itu datang.
Aku segera
memulai dengan salam hangat sambil membuka mata lebar-lebar, mencari wajah yang
telah menjadi canduku. YES! Aku menemukan wajahnya, dia berada dibelakang.
Semoga saja suaraku sampai ditelinganya. Aku menyanyikan 3 lagu dengan
sebaik-baiknya, berharap dia tahu bahwa lagu ini aku nyanyikan untuk dirinya.
Selesai
dengan memainkan pita suaraku akhirnya aku menyapa satu persatu penumpang untuk
mengambil saweran seikhlasnya. Sampai dihadapannya, wajahku mulai memanas. Ia tersenyum.
Aku meleleh. Aku berdiri didekatnya, kebetulan penumpang penuh dan bis sedang
melewati jalan tol.
“Duduk sini
mas” tiba-tiba saja suara merdu itu mengalir ketelingaku. Aku kikuk menatap
arah datangnya suara. “eh, iya makasih” jawabku kikuk. Aku tetap saja berdiri,
tak kusangaka wajah yang menjadi canduku itu memiliki suara semerdu ini. “Yah
bengong aja, ntar kesambet aja” suaranya terdengar menggoda, dan aku sangat
amat tergoda. Tanpa menunggu, aku segera duduk disampingnya. Rasanya seperti
mimpi.
Beberapa
menit kami hanya diam, aku dapat medengar degup jantungku. Entah, apakah diapun
mendengar. “Udah lama mas ngamen?” tanya wanita itu yang segera membuyarkan
lamunanku. “Eh baru sih, 3 bulan lah kira-kira” jawabku mencoba rileks. Ia
tersenyum lagi. “Sering naik bis ini ya mba?” tanyaku mencoba mengakrabkan
diri. “Iya, berentinya pas di depan kampus sih. hehe” jawabnya lembut, semakin
terdengar merdu. “Oh iya, mas suaranya bagus. Kenapa ngga nyanyi di cafe atau
dimana gitu? Kan lumayan pendapatannya” wajahnya berubah serius, menampakkan
mimik wanita dewasa. “Ah bisa ngamen aja udah syukur mba. Masih mau belajar
nih.” Jawabku asal. Wajahku semakin terasa panas. “Eh jangan panggil mba ah,
aku kan masih muda. hehe” wajah itu terlihat malu-malu. “Eh iya maaf, emang
namanya siapa?” kali ini percakapan seperti sudah diluar kendaliku. “Risdha”
jawabnya singkat.
Setelah hari
perkenalan itu kami jadi sering melempar senyum ketika bertemu. Kami seperti
teman akrab karena Risdha sering sengaja duduk dibelakang supaya selesai aku
mengamen kita akan duduk berdua dan ngobrol berbagai hal. Ia sering bercerita
tentang kuliahnya yang banyak tugas. Kadang cerita tentang adiknya yang baru
belajar berjalan. Hubungan kita semakin dekat saja sampai rasa ingin memiliki
menghampiriku.
“Risdha,
maaf. Aku sayang sama kamu” kataku dengan mantap. Risdha hanya terdiam,
jangankan menjawab. Menatap wajahku saja tidak. Aku mulai bingung. “Risdha?”
panggilku ragu. “Eh iya mas, makasih” jawabnya mantap. Aku hanya tersenyum.
Entahlah apa yang ada di dalam pikiran Risdha. Setelah itu kami tetap ssering
ngobrol dan tegur sapa, namun sayangku hanya dibalas ucapan terima kasih. Hanya
itu. Namun aku sudah cukup bahagia, karena aku bisa berinteraksi dengan wajah
yang telah menjadi canduku itu.
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
No comments:
Post a Comment