Wednesday, March 20, 2013

Namaku RISDHA



            Siang ini terik sekali Rangga, apakah disana kamu juga merasa panas? Ah pasti disana sejuk, kamu kan orang baik. Rangga, aku rindu sekali padamu. Sejak kepergian kamu, aku seperti daging tanpa tulang. Tak ada penopang. Andai saja kamu tidak meninggalkan pesan “Tetaplah hidup Risdha, untuk aku.” Mungkin aku sudah menyusulmu. 

            Rangga, aku ingin memberi tahumu sesuatu. Setiap pagi aku selalu terhibur oleh seorang lelaki. Dia pengamen, dia mirip kamu :’) Sayangnya pagi ini aku absen untuk melihatnya, ya ini kan hari minggu, aku libur. Entahlah Rangga, setiap melihat dia aku seperti melihat kamu. Cara dia bernyanyi, cara dia menghapus keringat bahkan cara dia menatap aku. Bodohnya aku, aku merasa setiap kali dia mengamen dia bernyanyi hanya untuk aku. Lucu sekali perangai aku, kalau ada kamu pasti kepalaku sudah kamu toyor deh :P

            Ini hari senin Rangga, aku melihat orang itu lagi. Eh pagi ini dia terlihat lebih kece daripada kamu, haha.  Rangga, kamu bisa kesini sebentar ngga? Kamu harus dengar dia menyanyi, dia sering menatap kearah aku padahal aku duduk dibelakang loh. Ah Rangga ayolah kamu percaya sama aku, kamu selalu deh meremehkan aku. Dengar Rangga, dia melantunkan 3 lagu khusus untukku. Aku yakin!

            Dia selesai juga ngamennya, dia menghapus keringatnya. Sama seperti kamu dulu. Dia selalu berterima kasih kepada semua penumpang bis ini, padahal ngga semuanya kasih dia saweran. Dia ramah banget, ngga kayak kamu yang jutek terus sama orang. Eh sekarang giliran aku yang disapa dengan “terimakasih”-nya dia. Aku melemparkan senyum tiba-tiba, seperti senyum ke kamu. Aku lihat mukanya merona merah. Aku jadi malu. Dia berdiri di dekatku, kebetulan penumpang penuh dan bis sedang melewati jalan tol.

            “Duduk sini mas” spontan aku menawarkan dia duduk disamping aku Rangga. Sepertinya aku sedang berkhayal bahwa dia adalah kamu. Wajah dia langsung berubah kaku, aku jadi merasa bersalah. “eh, iya makasih” akhirnya dia menjawab sama kikuknya dengan ekspresi wajahnya. Setelah menjawab dia tetap saja berdiri, matanya kosong. Apakah dia terpesona dengan aku ya Rangga? “Yah bengong aja, ntar kesambet aja” kataku berusaha ramah dan aku terkejut dengan gerakan tubuhnya yang begitu cepat duduk disamping aku. Kini perasaan aku semakin tidak karuan, wangi tubuhnya pun sama seperti kamu Rangga :’)

            Duduk bersebelahan dengan dia benar-benar menggoda aku untuk terus menginggat kamu. Segala yang ada di dia sama persis seperti kamu. Menit yang berlalu membuat canggung tercipta. “Udah lama mas ngamen?” tanyaku berusaha keluar dari canggung yang menyelimuti. “Eh baru sih, 3 bulan lah kira-kira” jawabnya dengan ringan, sepertinya dia sudah mulai tak canggung. Aku tersenyum. “Sering naik bis ini ya mba?” tanyanya seolah ingin mengenal lebih dekat. “Iya, berentinya pas di depan kampus sih. hehe” jawabku dengan nada seperti berbicara dengan kamu. Rangga, andai saja yang disebelahku ini adalah kamu.

            “Oh iya, mas suaranya bagus. Kenapa ngga nyanyi di cafe atau dimana gitu? Kan lumayan pendapatannya” kataku sambil terus menatap wajahnya, mencari celah diwajahnya yang berbeda dari kamu. “Ah bisa ngamen aja udah syukur mba. Masih mau belajar nih.” Jawabnya asal, semakin mirip kamu. Aku tak menemukan celah perbedaan kalian. Wajahnya terlihat memerah lagi. “Eh jangan panggil mba ah, aku kan masih muda. hehe” kataku canggung, wajah merahnya membuatku makin tinggi hati. “Eh iya maaf, emang namanya siapa?” tanyanya dengan semangat. “Risdha” jawabku singkat.

            Setelah hari perkenalan itu kami jadi sering melempar senyum ketika bertemu. Kami seperti teman akrab, aku sengaja duduk dibelakang supaya selesai dia mengamen kita akan duduk berdua dan ngobrol berbagai hal. Aku sering bercerita tentang kuliahku yang banyak tugas. Kadang juga aku cerita tentang adikku yang baru belajar berjalan. Hubungan kita semakin dekat saja, aku seperti menemukan kamu didalam dirinya.

            “Risdha, maaf. Aku sayang sama kamu” ucapan dia sangat mengejutkanku. Aku hanya terdiam. Jangankan menjawab, menatap wajahnya saja aku tak berani. Aku berada dalam lingkaran dilema. Aku tak mungkin menerima dia hanya karena dia mirip kamu. Terlebih aku tak mampu menolak dia, karena aku tak mampu melakukan itu ke kamu.  “Risdha?” panggilnya dengan ragu. “Eh iya mas, makasih” jawabku mantap. Mungkin hanya itu yang mampu aku lakukan terhadap dia, aku tak mampu mengganti kamu dengan orang lain. Dia tersenyum. Entahlah apa yang ada di dalam pikiran dia, yang pasti aku sangat berharap dia masih mau menjadi “hiburan” untukku. Setelah kejadian itu, kami tetap sering ngobrol dan tegur sapa. Sungguh Rangga dalam lubuk hati aku sangat tidak tega melihat sorot matanya yang ingin memilikiku. Rangga, jemputlah aku. Jangan biarkan aku terus menerus menjadikan orang lain untuk melepas rinduku padamu.

END


baca juga -> KLIK 


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :) 

No comments:

Post a Comment