Wednesday, November 30, 2011

Sebuah maya

Seberapa pantaskah kau untukku tunggu? Cukup indahkan dirimu untuk selalu kunantikan. Setiap hari mungkin hanya otak dan mataku yang bekerja. Hanya menatap indahnya dan merekam semuanya dalam otak tanpa peduli ada seorang hawa disampingnya.

“Pagi Mella” sapa Rahman sangat manis. Mella hanya tersenyum tipis. Dalam hatinya Rahman sebenarnya tahu betul bagaimana Mella menganggapnya. Status palsu yang tampak indah disemua mata namun tidak dalam hati Mella. Mella menjalani hubungan ini hanya karena rasa penasaran dan kebetulan Rahman sangat mencintai wanita berambut panjang ini. Walau Rahman sangat tahu bagaimana perasaan kekasihnya itu kepadanya namun dia selalu percaya dengan keajaiban. Kepercayaan itu yang membuat Rahman bertahan samapai sekarang dan pengertian Rahman yang membuat Mella tidak tega untuk meninggalkannya.
“Mel, lu beneran belum ada fill sama sekali sama Rahman? Buat gue aja deh. haha” ucapan Suci mengejutkan lamunan Mella. Mella hanya senyum tipis. Status palsu ini sebenarnya sangat menyiksa Mella, hampir semua teman-teman terdekatnya mengetahui hubungan ini dan menganggap Mella berhati batu. Kasihan Mella. Rahman juga mengalami nasib yang sama. Semua teman-teman terdekatnya selalu menawarkan wanita yang berbeda-beda.  Namun Rahman masih menyimpan keyakinan itu, akan adanya keajaiban. Entahlah apa yang bisa membuat kedua orang ini menjadi berubah, keduanya bertahan dengan keegoisan masing-masing.

***

Haruskah Kuteteskan air mata di pipi? Haruskah ku curahkan segala isi di hati? Segala asa dan letupan kencang di hatiku tak pernah berbuah manis. Bahkan sampai saat hubungan keduanya hampir saja terputus.

“Apaan sih kayak buntut gitu?” ucap Mella kasar saat Rahman memaksa ikut menemaninya ke toko buku. Rahman hanya tetap siaga disampingnya. Mella seperti tidak tahan dengan keberadaan Rahman karena sampai kapanpun sepertinya Rahman tidak akan pernah tertulis indah di hatinya. “Aku mohon Rahman, kali ini kamu pergi aja dan mungkin kita sudah waktunya pisah” menjalar rasa dingin dari tangan Rahman sampai ke seluruh tubuhnya mendengar perkataan Mella. Rahman berusaha menata kembali kata-kata Mella yang terakhir. “Sudah waktunya pisah” kata itu diucap ulang oleh hatinya. Apakah Mella sudah tak tahan? Apakah perjuanganku tak diberi hadiah sebuah keajaiban? Pertanyaan yang semakin menyesakkan dadanya sendiri. Mella seperti sudah tidak peduli lagi dengan apa yang dirasakan Rahman, Mella pergi dan sama sekali tidak menengok ke arah Rahman. Rahman hanya diam mematung, menatap punggung Mella yang semakin lama semakin menjauh. Entah diinginkan atau tidak, air mata mengalir tanpa dicegah oleh pemiliknya.

***

Jadikan aku yang kedua. Buatlah diriku bahagia.  Karena hanya kau lah pangeran disetiap mimpi malamku dan disetiap tatapan nyataku. Tiap sel yang kau miliki adalah sempurna. Bahkan kesedihanmu adalah badai yang akan melanda seluruh hatiku, dan dengan cepat badai itu surut oleh senyuman manis dan tulus dari bibirmu.

Rahman memberanikan diri mengetuk pintu rumah Mella, lama tak ada jawaban. Namun setelah sekitar setengah jam menunggu didepan rumah akhirnya keluar wanita berambut panjang. “Mella, aku bener-bener minta maaf. Aku mohon kamu masih mau menunggu hatimu memilihku.” Ucap Rahman mengiba sambil menyodorkan setangkai mawar putih tanda cinta tulus. Wanita itu menerima mawar putih dari Rahman dan mencium aromanya tanda telah menerima Rahman. Rahman hanya terdiam mematung, dipandanginya wajah wanita dihadapannya. “Sangat manis” ucap hatinya. Sepertinya Rahman baru kali ini menerima senyuman wanita yang ia cinta dengan tulus. Diamati setiap centi penampilannya dan Rahman semakin merasa Mella benar-benar berubah. Mella tampak lebih manis, tidak memberikannya senyum ketus. Sepatu dan bajunya juga lebih sederhana, tidak semewah biasanya. Kesederhanaan ini yang Rahman suka walau selama ini Mella tidak mengindahkan permintaan Rahman. Rahman mulai merasa keajaiban telah datang. Keajaiban yang selama ini ia tunggu dan yang membuatnya bertahan sampai sekarang.

Mereka berkencan dari siang sampai hampir tengah malam. Menikmati jalan-jalan dan wisata kuliner bersama. Seolah dunia hanya milik berdua. Hari yang sulit untuk menuju akhir. Indahnya asmara yang dirasa dari kedua belah pihak. Rahman bersyukur telah nekat kerumah Mella hari ini, Rahman bersyukur penantiannya sangat berbuah manis. Kini ia mampu memiliki wanita ini seutuhnya, yang tidak canggung lagi untuk digandeng tangannya. Bahkan perhatian yang tak pernah diterima oleh Rahman kini ia dapatkan dalam porsi yang mengenyangkan.
“Mell, aku seneng kamu bisa berubah seperti sekarang. Bisa menerima aku. Semoga kamu bisa seperti ini terus ya” ucap Rahman sambil mememgang tangan Mella. Sambil mengucap salam perpisahan. Mella seperti tak mau melepaskan tangan Rahman, seolah ia ingin Rahman tetap disana. Keduanya dimabuk asmara membara. Namun malam mengharuskan keduanya berpisah dan menunggu pagi untuk bertemu kembali.
“Selamat malam Rahman, seneng banget bisa sama kamu seperti ini. Aku sayang kamu” ucap Mella sambil menutup pintu rumahnya. Rahman hanya diam mematung cukup lama didepan pintu rumahnya. Orkestra hatinya dimulai. Seperti tak bisa berhenti, Rahman menuju motornya dengan orkestra hati yang semakin berderu. Sepertinya ia tidak akan bisa tidur malam ini. Hanya karena ucapan manis yang hampir setahun ia sudah tunggu. “Aku sayang kamu” diputar kembali memorinya saat Mella mengucapkan itu. Bibirnya hanya mampu tersenyum tanpa mampu berkata-kata.

***

Hari yang sangat indah mungkin hanya terjadi kemarin, karena kemarin adalah dunia maya dalam dunia nyataku. Aku seperti tidak ingin ada hari selain hari kemarin.

“Mella, ini aku punya mawar putih lagi buat kamu. Seneng kan” senyum sumringah dari wajah Rahman saat memberikan setangkai mawar putih pada Mella. Mella hanya melirik sinis. “Apaan sih lu? Norak tau ga” ucap Mella sinis dan kemudian pergi meninggalkan Rahman. Rahman terkejut dan segera mengejar pujaan hatinya. “Mell, ada apa? Kok kamu jadi kembali lagi? Mana Mella-ku yang semalam?” ucap rahman sedikit serak. Mella berhenti mendadak, ia terkejut dengan ucapan Rahman. “Lu gila ya? Kan 2 hari yang lalu kita putus. Semalem apa juga? Gue baru balik dari Jogja tadi pagi. Jangan mimpi deh.” Ucap Mella kesal. Namun Mella tetap diam dan tidak meninggalkan Rahman sendirian. Karena Mella melihat wajah mantannya itu sangat sedih. Seperti habis kejatuhan benda yang sangat keras. Rahman terdiam. “Lalu yang kemarin menemaniku siapa Mell?” tanyanya dengan suara sangat pelan. Ada perasaan hancur di dalam lubuk hatinya. Mella pun bingung, apa yang sedang dialami oleh Rahman? Mengapa ia merasa kalau Mella telah berubah? Keduanya kebingungan.

Perasaan hatiku mulai memuncak. Memang tak selamanya mendung itu kelabu. Aku mulai menghampiri kedua insan yang sedang dilanda kebingungan. Mereka berdua terkejut dengan kehadiranku. Karena aku adalah anak yang sederhana, berbeda dengan Mella. Aku juaranya dalam pelajaran dan Mella juaranya dalam berpenampilan. Kami memang kuliah di kampus yang berbeda, aku di kampus dalam naungan pemerintah sedangkan Mella di kampus swasta. Dan kami tidak cukup dekat walau sebenarnya hubungan kami sangat dekat.

“maaf Mell, kemarin aku pinjem pacarmu. Karena aku sudah lama menyimpan rasa padanya” setelah ucapan itu aku pergi meninggalkan mereka berdua. Dengan ditemani air mata dan hati yang lega karena pangeranku sudah mengertahui keberadaanku. Melly, saudara kembar Mella.

**END**