Friday, August 16, 2019

PATAH (18)



           Kuliahku sudah semester 4, semester ini menurut senior adalah semester terberat. Pak Darma kembali mengajar kelasku, kali ini aku tidak melihat sosok Kak Adam yang biasa jadi tangan kanan Pak Darma. "Nyariin Kak Adam?" suara Ghea terdengar meledek. Aku hanya melirik sebal dan fokus mendengarkan ocehan Pak Darma.
            "Pak, Kak Adam udah ngga jadi asdos bapak?" tiba-tiba saja Ghea menghampiri Pak Darma ketika perkuliahan sudah selesai. Diam-diam aku juga ingin tahu kenapa Kak Adam tidak ikut mengajar, biasanya dia paling senang kalau mengajar di kelasku. "Oh iya, Adam sedang fokus skripsi jadi saya sendiri saja" jawaban Pak Darma membuatku sedikit kecewa. Ghea makin sering meledekku karena aku tidak mampu menutupi rasa kecewaku. "Makanya terima aja sih Kak Adam, daripada lu galauin calon suami orang!" kata-kata Ghea kali ini sungguh menusuk jantung.
             Aku dan Ghea makan siang di kantin biasa, aku dengan menu siomay kesukaan dan Ghea dengan bakso super pedas. Suasana kantin saat ini sungguh ramai, semua terlihat lapar. "Ra, lu liat deh Kak Citra makannya kayak orang kesurupan. Kayak belum makan dari tiga hari" Ghea menunjuk Kak Citra yang terkenal jago dandan. "Iya, tumben deh dia ngga jaim gitu" jawabku sambil memperhatikan gaya makan Kak Citra. "Cewek-cewek cantik gosip aja" suara Kak Adam mengejutkan aku dan Ghea. "Apaan sih Kak, bikin kaget!" Ghea memukul Kak Adam pelan. Aku hanya memasang muka malas. "Kayaknya tadi ada yang nyariin gue deh" Kak Adam melirikku. Aku diam pura-pura tidak tahu sedangkan Ghea sudah puas tertawa melihat ekspresiku.
             "Ra, gue kapan nih bisa ngobrol baik gitu sama lu? Capek deh di jutekin terus. Gue lagi skripsi loh, lu bantu semangatin gue kek!" Kak Adam mengekor aku yang mau pulang. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore tapi dia masih segar seperti baru jam 8 pagi. "Semangat yaa" jawabku sambil malas dan terus berjalan. "Ra, serius dikit kek" suara Kak Adam menjadi pelan. Aku berhenti dan menatap dia penuh. Melihat dia di hadapanku seperti ini membuatku sedikit gemas, menurutku dia tidak terlalu buruk namun hatiku masih penuh dengan Bang Ramzy. "Kak, Abang gue udah males denger gue di bohongin sama cowok. Jadi kalo lu emang serius, lu ijin sama abang gue dulu deh!" aku memberi penekanan pada satiap kata-kataku. Ia mendengarkan aku secara baik, tanpa memotong dan membantah. Aku kembali berjalan menuju halte dan ia tetap mengekor. "Gue ikut lu kerumah" katanya yang langsung membuatku terheran-heran. 

No comments:

Post a Comment