Saturday, September 15, 2012

KAPTEN



Terima kasih tuk luka yang kau beri. Ku tak percaya kau tlah begini.

***

          Aku melihatmu dengan pandangan bangga, bahagia karena kamu telah mencapai cita-citamu yang dulu hanya semu. Siang dengan matahari yang sangat terik tidak membuat kamu terlihat panas dan lelah, kamu sang kapten yang hebat.

          Awal aku melihat kamu di pojok kelas sendirian, aku mulai tertarik. Walau masih di awal masuk sekolah menengah atas, aku beranikan mengajakmu berkenalan sampai akhirnya kita dekat. Kamu orang yang sangat minder, tidak berani mengeluarkan potensi padahal potensimu sangat besar.

          “Sebenearnya aku suka sekali main basket, tapi aku tidak ingin bergabung dengan ekskul basket” katanya waktu itu. “Kenapa? Aku pikir bakat kamu ada Feb” kataku mencoba menyemangati. Kamu tetap saja minder, takut dan sebagainya. Aku yang merasa kasihan dengan keadaan kamu, akhirnya aku mendaftarkan nama kamu di ekskul basket. Awalnya kamu sangat marah namun akhirnya kamu mau mencobanya, aku sangat senang dengan kabar baik itu.

          Satu tahun berteman baik akhirnya kita menjalin hubungan lebih dari teman, sesuatu yang sangat menyenangkan. Dunia seolah hanya milik kita. Bahkan saat kelas 2 posisi kamu sudah menjadi tim inti ketika bertanding basket dengan sekolah lain. Aku sangat bahagia, sesekali kamu mentraktir aku dengan uang hasil kemenangan kamu bertanding basket.

          “Febri, uang hasil kemenangan kamu kasih sedikit ke mama kamu yah” bujukku saat kamu mentraktir aku. Kamu selalu menolak, kamu merasa mama kamu adalah wanita yang tidak pantas di perlakukan dengan baik. Kamu selalu bilang mama kamu adalah perempuan murah yang rela meninggalkan papa demi laki-laki lain yang lebih kaya. Segala usaha aku selalu memaksamu untuk berbuat baik pada mamamu sampai akhirnya kamu luluh. Aku sangat senang ketika kamu menggunakan setiap nasehat aku. Aku tak mampu memberikan sesuatu apapun padamu, hanya nasihat kebaikan yang mampu aku berikan kepadamu.

          Kini kita sudah masuk kelas 3, tanpa di sangka kini kamu menjadi bintang di sekolah. Kamu menjadi kapten basket, semua orang menyukai kamu. Aku senang sekali. “Nabila, terima kasih ya. Karena kamu aku bisa menjadi kapten, dan kamu juga selalu menasehati aku untuk baik sama mama. Terima kasih kamu sudah menjadi malaikat untuk aku.” Pujian yang sangat membanggakan, aku sangat bahagia kamu menyebutku sebagai malaikat. Terdengar berlebihan untuk seorang perempuan yang tidak pernah memberikan sesuatu apapun pada pacarnya, namun pujian itu sangat tulus dan mampu membuatku menangis bahagia.

          Sebagai kapten basket, kamu semakin sibuk. Banyak sekali agenda kencan kita yang harus kita batalkan karena kesibukan kamu. Aku mencoba mengikhlaskan dengan lapang dada. Sesekali kita bertengkar karena kamu kelelahan dan melupakan janji. Sering sekali kita berkelahi karena kamu mendadak membatalkan janji kita. Dan semenjak menjadi kapten kamu berubah. Aku kamu paksa untuk sabar dan terbiasa ketika kamu di kelilingi wanita-wanita cantik. Terlalu banyak wanita yang menyukai kamu dan berlomba ingin dekat dengan kamu.

          “Nabila maaf, hari ini aku tanding dan kamu kayaknya ngga usah dateng deh. Daripada kamu nanti merasa aku cuekin gara-gara aku ngurusin fans aku” ucap kamu sepulang sekolah. “Febri, aku in pacar kamu..” ucapku dengan iba, namun aku hanya mampu mengangguk pasrah karena kamu harus segera berangkat menuju lokasi.

          Aku berada diantara penonton yang berdesakan. Aku hanya ingin melihatnya bertanding, tidak lebih. Aku ingin menyaksikan kekasihku, sang kapten yang gagah memenangkan lombanya. Ada kebanggaan tersendiri di dalam diri aku untuk menyaksikan kemenangan kamu, namun aku sangat terkejut ketika melihat seorang wanita yang segera memelukmu sangat mesra seusai pertandingan. Siapa dia? Kamu juga dengan gamblang mencium keningnya, memeluknya sangat erat.

          Aku tak mampu untuk berdiam diri, aku menghampirinya “Febri, siapa dia?”. “Nabila, kamu kenapa aa di sini? Eee... dia.. dia..” kamu tidak mampu menyelesaikan kalimat kamu. Tak mampu aku menahan air mata yang mentes dipipiku. “Kamu jahat Febri..” aku menangis sejadinya. “Nabila tolong lah, aku ini sekarang di cintai banyak wanita. Masa salaah kalau aku punya pacar lebih dari satu? Masih mending kamu tidak aku tinggalkan” jawaban kamu sangat menusuk jantungku, aku meninggalkan kamu tanpa peduli lagi apa pun tentang kamu.

***

Terima kasih tuk luka yang kau beri. Ku tak percaya kau tlah begini.

END



nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

7 comments:

  1. pera mah ceritanya 'terluka' melulu deh,, hehehehe

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. cuil keren...

    tpi knapa mesti basket sii??

    :'(

    ReplyDelete
  4. Septi : wew kenapa neng? inget maul yak? Ups :p

    Hany : gue emang suka endingnya sedih daripada seneng, walau sama-sama fiksi sih. haha

    Ria : emang kenapa kalo basket? haha daripada futsal, cowok yang main futsal yang gue kenal baik-baik sih :D

    Terima kasih loh semuanya yang udah mampir :)

    ReplyDelete
  5. bagus bagus kak ceritanya, hem kaka.
    kaka biologi ?

    ReplyDelete