Tuesday, March 6, 2012

MENATAP JAKARTA (3)



“Assalamualaikum..” teriakku kencang dan segera melempar badanku ke atas soffa di ruang tamu. Bapak yang asik nonton bola hanya menengok sebentar sambil menjawab salamku. Mataku berkeliling mencari sosok ibu. Sejauh mata memandang tak ku temukan wanita bertubuh gemuk itu. “Pak, mama kemana?” tanyaku. Bapak fokus menatap tv yang menyajikan 22 orang yang berperang di sebuah lapangan hijau. “Masih di rumah bu Yani” jawab bapak singkat tanpa menengok kearahku sedikitpun. Ibu paling senang berbisnis, apapun yang bisa di jual pasti akan di jual.

Panas dan lelah di sekujur tubuhku sudah hampir hilang, aku menengok ponselku yang sejak tadi tidak ku sentuh. 8 panggilan tak terjawab dan 5 pesan semua berasal dari satu nama, Santo! Pasti ada masalah yang sedang menimpa sahabatku yang paling aneh ini. Kalau bukan masalah pacar, kerjaan, atau keluarganya yang semakin hari semakin hebat ributnya. Untungnya Santo anak yang memiliki kelebihan di bidang akademik, jadi aku tidak terlalu rugi berteman dengannya. “Kenape lu Santo? Gue baru sampe rumah ni. Jalanan Jakarta makin kacau” pesan ku kirimkan. Semenit dua menit pesanku tak kunjung di balas, segera ku bergegas menuju kamar kesayangan.

Melepas semua baju dan memanjakan diri di bawah shower. Rasanya seluruh rasa pegal yang ada di tubuhku hilang dengan mengalirnya air dari ujung rambut hingga sampai ke ujung kaki. Dari dalam kamar mandi aku mendengar ponselku berdering, “Pasti Santo!! Ah ganggu gue mulu tuh anak” kataku dari dalam kamar mandi. Bergegas aku membersihkan tubuhku dan menyambar ponselku dengan cepat, entah mengapa hatiku jadi panik. “Halo Santo? Ada apa?” tanyaku sambil menempelkan ponsel di telingaku. “Nama gue Santa ndah, gue boleh nginep rumah lu ngga? Malem ini aja deh” suara di sebrang sana terdengar sendu. “Yah Santo, kan lu cowok. Gue di rumah tinggal bertiga ama bonyok, nanti dikira lu mau ngapa-ngapain gue lagi” kataku sok ikutan sedih. “Haha Nci Indah dasar. Siapa juga yang mau ama cewek cina kayak lu. haha” suara di sebrang sudah terdengar riang, hatiku ikut riang.

Badanku yang hanya di tutup handuk tidak terasa dingin akibat suara renyahnya. “Eh biar di bilang mirip Nci Nci begini gue juga masih laku, lu aja yang ngga tau selera” jawabku sok galak. “Iya deh Indah cantik, jadi gimana nih? Lu ngga ada solusi?” tanyanya lagi dengan suara sendu. “Yah maap banget Santo, kenapa lu ngga kerumah Erwin aja si?” solusi pertama yang ada di otakku hanya Erwin. Erwin teman sekelas kita yang paling simple, meski terkadang aneh sendiri. “Iya juga sih, tapi gue masih pengen cerita Nci ama lu. Bokap malkin kalap, nyokap gue minggat beneran” katanya. Aku hanya mampu terdiam, tak punya solusi. Sedih menjalar cepat dari telinga ke otak kemudian ke hati dan sekarang hampir saja mataku mengeluarkan sekret bening.

“Nci.. maaf ya gue ngerepotin lu terus, gue mau siap-siap ke rumah Erwin dulu deh. Besok aja di kampus gue ceritain ya.” Katanya dengan riang yang di buat-buat. Aku hanya menjawab seadanya, tidak banyak kata lagi yang aku ucapkan. Selesai menutup telpon air mataku tidak mampu di bendung lagi, seolah merasakan apa yang sedang di rasakan oleh Santo.

Sejak kecil keluargaku adalah keluarga yang utuh dan harmonis, mendengar cerita-cerita Santo aku seperti membayangkan ketika keluargaku porak porandah. Tidak akan ada lagi orang yang mampu memegang tanganku ketika sakit dan memberikan wejangan terbaik seperti ibu dan bapak. Semoga Santo bisa mengatur hatinya agar tidak terjerumus hal-hal yang buruk.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, dengan mood yang turun karena cerita Santo dan tugas yang menumpuk membuatku tidak bisa tidur. Suara dering ponselku mengejutkan, “Indah, kabar ibu gimana? Bapak sehat?” ternyata pesan dari kakak pertamaku yang ada di Wonogiri. “Baik mba, kenapa SMS malem-malem begini?” tanyaku penasaran. “Si Adam sakit, panasnya udah seminggu hari belum turun juga.” Aku sangat terkejut membaca pesannya. Keponakkanku yang paling ganteng sakit? Umurnya masih 4 tahun dan mereka tidak tinggal di Jakarta. Aku hanya diam dan menunggu sesuatu yang mengganggu sistem berfikirku keluar. Tanpa sadar aku masuk ke dalam dunia mimpi ..

(Bersambung)


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

No comments:

Post a Comment