Saturday, January 7, 2012

KEPO



Lelaki berbadan besar dan putih di depanku tersenyum seperti tak pernah ada masalah dalam hidupnya. Menunggu sesuatu yang sepertinya sangat ia butuhkan.

***

Kak Waldi adalah kakak tingkatku yang sangat supel. Badannya cukup tinggi besar, putih dan sentuhan kacamatanya membuat kak Waldi terlihat elegan. 2 bulan belakangan kak Waldi sedikit autis, banyak hal yang tak terlalu penting dia kerjakan. Banyak yang bilang sih kalau ka Waldi sedang jatuh cinta. Ah, kok aku jadi kepo begini?

 “Fit, lu tau ga gosip tentang kak Waldi?” Shelly dengan mata berbinar bertanya padaku. Ah, kenapa sih harus mengurusi orang lain? Toh kita juga pasti punya masalah yang lebih penting. Aku menjawabnya hanya dengan gerakan kepala kekanan dan kekiri tanda tidak tahu. Jawabanku justru menambah binar di mata Shelly. Dia bercerita kesana kemari tentang gosip-gosip yang sudah beredar.

Sore ini tak sengaja aku bertemu dengan kak Waldi di supermarket dekat kampus. Bajunya hampir basah kuyup entah oleh keringat atau oleh rintikan hujan diluar. Disampingnya ada seorang lelaki agak berantakan, sepertinya teman kak Waldi. Lelaki itu menyodorkan coklat bermerek Toblerone. “Nih Wal, ke kasir sana” kata lelaki itu sambil menyerka pelipisnya. “Ah gila lu Jul, dia mintanya Cadbury bukan Toblerone” jawab kak Waldi sambil membenarkan posisi kacamatanya yang sedikit longgar. Mereka berdua kembali mondar-mandir mencari coklat bersampul berwarna ungu itu. Siapa sih yang minta? Segitunya kah harus dituruti? Ah, mulai lagi nih kepo.


“Fit, lu harus tau. Masa kak Rina incerannya Kak Waldi udah punya pacar” seperti biasa Shelly dengan mata berbinar memulai bahan gosipnya. Aku hanya terpaku mendengar gosipnya. Berharap Shelly tidak melanjutkan gosip memusingkannya itu. Aku memutuskan untuk segera pergi keluar kampus. Berjalan agak sedikit cepat agar kakiku segera menginjak tanah diluar.

Lagi-lagi aku melihat Kak Waldi, kali ini dia berada di halte bus depan kampus. Sedang apa kak Waldi disini? Hah dia melihatku. “Lagi ngapain kak?” sapaku sambil duduk disampingnya. “Nunggu bis, lu?” jawabnya singkat. Raut wajahnya sedikit berkerut, menunjukkan pilunya hati. “Samalah kak, hehe” garing, aku tahu ketawaku sangat garing. Kak waldi hanya menarik sedikit bibirnya, senyum simpul. Aneh, hatiku seperti merasakan pilu hatinya.

Setahun berjalan wajah Kak Waldi semakin membaik, tapi disudut matanya masih terlihat jelas pilu hatinya. Di parkiran motor aku melihat kak Rina naik motor bersama lelaki yang pernah aku lihat di supermarket bersama kak Waldi. Berarti gosip yang selama ini diceritakan Shelly benar? Pantas saja kak Waldi begitu terpuruk. Semoga kelak kak Waldi menemukan wanita yang pantas. Ah, mulai deh kepo kelewatan.

***

Lelaki didepanku mengibaskan kedua tangannya didepan mataku. Lamunanku membuyar dan segera kulihat lagi senyum diwajahnya. Masih menunggu sesuatu, aku mulai salah tingkah. Menggigiti kuku jariku dan memutar bola mata hampir 5 kali. Mengetuk lantai kantin dengan sepatu kets coklatku. Ah, sepertinya aku tak perlu berpikir panjang lagi. Aku menganggukkan kepalaku yang membuat kalung dileherku bergoyang. Anggukkan yang berarti menjawab “Iya kak, aku mau jadi pacar kak waldi”


END


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

No comments:

Post a Comment