Saturday, August 3, 2013

Rapuh



           Didepan perapian yang menyala-nyala, wajahku memerah. Menutup dan menahan air yang berusaha keras keluar dari sudut mata. Hembusan nafas hangat semakin memerahkan suasana. Perapian menari-nari tanpa peduli air di mataku telah pecah. Demikian cepat air itu membasahi seluruh baju gamisku. Kulitku bergetar merasakan dingin yang datang dari ulu hati.


          Perapian kini mulai mengecil. Ingin rasanya mandi api, namun otak warasku masih berfungsi baik. Tanganku mengusap air yang telah sukses menghapus bedak tipis di pipiku. Tanganku kembali meremas bingkai emas yang berisi gambaran kebahagiaan kita. Janji kita di depan Tuhan untuk selalu bersama.


          Aku adalah kayu yang menyimpan rayap. Rapuh. Namun kamu dengan mudahnya bilang ‘kamu pasti bisa berjalan tanpa aku’ sedang aku bernafas saja sulit. Gaun putih telah tergeletak indah disamping kursi goyang kesayanganku. 30 tahun sudah gaun itu menjadi milikku dengan segala kemegahan dan keindahan yang melekat, namun semu. 


          ‘Kamu adalah istriku sekarang dan selamanya’ kata itu terdengar lagi. Mataku bergerak, mencari sosokmu yang selalu aku rindukan. Kosong. Degup-degup jantung sudah bernada datar, tak ada lagi lonjakan penuh kebahagiaan. Wajah sayu ini kembali bermandikan kehangatan perapian. ‘Aku akan terus menunggumu kembali mas, sampai kapanpun’ hatiku berucap mantap sampai kantuk melelapkanku.


‘Nenek.. Ayo bangun, udah pagii tauuu’ suara pahlawan mungilku menghapus semua kepedihan semalam.





nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)



2 comments: