.
.
"Yeay good bye SMP, selamat datang SMU" teriak Tomi ketua kelasku. Hari ini perpisahan sekolah kami. Semua orang sedang bersuka cita. "Yaelah Tom, lu SMU di Kharisma lagi kan? Haha pake segala good bye lu" sahut Moury bendahara kelas yang super cerewet. Tomi hanya tersenyum kecut. Aku, Tomi, Moury dan banyak anak lain yang masih melanjutkan SMU di yayasan yang sama. Seperti SMP, SMU Kharisma juga terkenal sebagai sekolah favorite dan unggulan. Aku mencari sosok laki-laki tinggi putih itu. Aku ingin minta maaf. Aku ingin meluruskan semua yang ia salah tanggap.
.
.
"Daffa" panggilku saat sosok tinggi putih itu ada di hadapanku. "Eh iya, kenapa?" suaranya kaku. Aku tidak suka perasaan ini. Aku merasa dia enggan berlama-lama denganku. "Hmm.. Gue mau minta maaf. Mungkin dulu gue salah, mungkin gue dulu terlalu cuek" kataku tertunduk. Ada keheningan beberapa lama. "Duduk dulu yuk" ajak Daffa. Dia menggandeng tanganku. Ada rasa hangat yang ia bagi dari tangannya sampai ke hatiku. .
.
"Kamu ngga salah sih, aku malah yang banyak salah. Pas sekelas dulu, aku usil banget sama kamu" raut wajahnya sudah tidak terlalu kaku. "Gue ngga pernah benci sama lu, Daff. Gue juga ngga pernah suka sama Faqih, dulu kayaknya lu salah paham. Maaf gue ngga tau" aku menatap matanya. Memohon maaf dengan tulus. Dia tersenyum. "Makasi ya, Bella. Aku maafin kamu. Kamu sebenernya ngga perlu jelasin apa-apa sampe minta maaf kayak gini" Daffa membalas tatapanku. Kami tersenyum. Perpisahan kali ini terasa hangat. Bagaimana jika malam ini tidak aku selesaikan? Pasti semuanya terasa kalut.
.
"Yeay good bye SMP, selamat datang SMU" teriak Tomi ketua kelasku. Hari ini perpisahan sekolah kami. Semua orang sedang bersuka cita. "Yaelah Tom, lu SMU di Kharisma lagi kan? Haha pake segala good bye lu" sahut Moury bendahara kelas yang super cerewet. Tomi hanya tersenyum kecut. Aku, Tomi, Moury dan banyak anak lain yang masih melanjutkan SMU di yayasan yang sama. Seperti SMP, SMU Kharisma juga terkenal sebagai sekolah favorite dan unggulan. Aku mencari sosok laki-laki tinggi putih itu. Aku ingin minta maaf. Aku ingin meluruskan semua yang ia salah tanggap.
.
.
"Daffa" panggilku saat sosok tinggi putih itu ada di hadapanku. "Eh iya, kenapa?" suaranya kaku. Aku tidak suka perasaan ini. Aku merasa dia enggan berlama-lama denganku. "Hmm.. Gue mau minta maaf. Mungkin dulu gue salah, mungkin gue dulu terlalu cuek" kataku tertunduk. Ada keheningan beberapa lama. "Duduk dulu yuk" ajak Daffa. Dia menggandeng tanganku. Ada rasa hangat yang ia bagi dari tangannya sampai ke hatiku. .
.
"Kamu ngga salah sih, aku malah yang banyak salah. Pas sekelas dulu, aku usil banget sama kamu" raut wajahnya sudah tidak terlalu kaku. "Gue ngga pernah benci sama lu, Daff. Gue juga ngga pernah suka sama Faqih, dulu kayaknya lu salah paham. Maaf gue ngga tau" aku menatap matanya. Memohon maaf dengan tulus. Dia tersenyum. "Makasi ya, Bella. Aku maafin kamu. Kamu sebenernya ngga perlu jelasin apa-apa sampe minta maaf kayak gini" Daffa membalas tatapanku. Kami tersenyum. Perpisahan kali ini terasa hangat. Bagaimana jika malam ini tidak aku selesaikan? Pasti semuanya terasa kalut.
No comments:
Post a Comment