Ternyata libur panjang tidak selalu menyenangkan. Liburan kali
ini sungguh menjemukan, aku selalu saja membunuh waktu dirumah. Hari ini dengan
setengah sadar kakiku mulai melangkah keluar. Ramainya kota selalu menjadi
pemandangan yang cukup menyegarkan mataku. Kakiku terus saja melangkah tanpa
tujuan.
Tiba-tiba
saja kakiku terhenti ketika di depanku terkihat pedagang kaki lima yang
semangat meracik soto tangkar. Senyumku hadir tanpa diundang. Kakiku mulai
melangkah lagi mendekati sang pedagang. “Sibuk banget mas? hehe” sapaku dengan
senyum lebar. “Hei Mas Adam, udah lama nih ngga keliatan” jawabnya masih dengan
logat yang tak pernah berubah. Aku hanya tertawa. Mataku berkeliling dan mulai
menikmati memori yang ada. Sudah hampir tiga tahun aku tak kesini dan
suasananya masih sama. “Mas Adam mau makan soto? Seporsi apa dua nih?” suara
mas Tri, pedagang soto tangkar membantuku kembali pada dimensi waktu yang
sebenarnya. “Boleh deh mas Tri, satu porsi aja” jawabku pelan.
Mas Tri meracik
lagi soto tangkar dengan tangannya yang sudah hafal letak bahan-bahannya. Selalu
saja menyenangkan memperhatikan Mas Tri, ia pedagang yang gesit. “Kemana aja
nih Mas Adam? Udah lama banget ngga makan soto. Udah lupa ya sama saya?” kata
Mas Tri sambil memberikan soto tangkar hasil racikannya. “Baru sempet aja nih
Mas kesini. Aku ngga mungkin lupa dong sama Mas Tri, hehe” jawabku yang
kemudian menikmati soto tangkar. “Wah udah sibuk banget nih Mas Adam. Oh ya,
kok sendiri? Mba Bella-nya mana?” tanya Mas Tri yang sudah mengambil posisi duduk
di sampingku. Selera makanku tiba-tiba saja hilang. Aku terdiam.
Berbincang
dengan Mas Tri selalu menyenangkan, kami bisa berbincang tentang banyak hal.
Mas Tri termasuk orang yang up to date
sehingga banyak topik yang bisa kita bincangkan. Satu jam aku berbincang dengan
Mas Tri, yang awalnya sepi pembeli sampai rame sampai sepi lagi. “Ya udah Mas
saya pamit dulu nih jadi gangguin Mas Tri deh, haha” ucapku. “Iya Mas Adam,
sering-sering dong kesini. Ajak Mba Bella juga dong pasti seru kayak dulu”
jawab mas Tri dengan semangat. “Ya kalau ketemu ya Mas” ucapku seadanya. “Mas
Adam ini payah toh, sudah punya pacar cantik dan sempurna kayak Mba Bella kok
ya dilepasin” cecar Mas Tri. Aku tersenyum “namanya ya bukan jodoh Mas, saya
pulang yaa”.
Langkahku gontai,
ingatan tentang Bella semakin menjadi. Kalau
Mas Tri saja masih ingat dengan Bella, apalagi aku? Pastilah, tiga tahun
belum cukup untuk melupakan memori yang sudah terpupuk selama tujuh tahun. Kakiku
terhenti lagi didepan petakan rumah yang berdebu. Masih dengan kursi-kursi yang
sama. Pemandangan yang sama.
Aku terduduk
lemah disalah satu kursi yang penuh dengan memori ini. Wajahnya seperti mucul
dari berbagai arah, aku rapuh.
“Ternyata kamu
masih bersamaku, Bella. Semua senda guraumu. Tangisan manjamu. Senyuman semangatmu.
Sentuhan-sentuhanmu. Bella, dimanakah kamu sekarang? Bisakah kita merajut semuanya
kembali? Atau hanya sekedar menjejaki kenangan yang telah kita tapaki bersama
dahulu. Aku sungguh merindukanmu, Bella. Apakah kamu mampu mendengarkan aku?”
Gila. Mungkin aku sudah seperti orang gila yang berbicara sendiri. Entah berbicara
pada kursi. Entah berbicara pada pepohonan.
“Aku dengar Dam,
aku juga sangat rindu kamu” suara itu datang. Entah dari halusinasiku atau dari
harapanku. Namun perlahan tubuhku hangat. Pelukan yang nyata. “Bella? Kamu ada
disini?” tanyaku dengan sangat terkejut. Sosok Bella nyata ada dihadapanku saat
ini.
END
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
No comments:
Post a Comment