Hari pertama kuliah, rasanya dunia seperti tersenyum untukku.
Bahagia sekali rasanya sudah tidak menggunakan seragam. Berangkat pun tak harus
pagi buta, karena jadwal kuliah paling pagi jam 8 berbeda 1 jam setengah dengan
waktu sekolah. Selain itu, saat kuliah ini ibuku sudah memperbolehkan aku
mencari pacar.
Hari ini
jadwal kuliah jam 10 dan aku sudah berada di kampus sejak jam 9, maklum demam
kampus. Kakiku melangkah tak tentu arah, menyusuri setiap sudut kampusku.
Terduduk aku di salah satu kursi kantin kampus ini, mataku berkeliling
mengamati setiap gerak-gerik mahasiswa. Tanpa sadar mataku telah terfokus pada
salah seorang sosok yang sungguh memikat hati.
Sosok itu
memakai kaos panjang berwarna merah, membuat wajahnya terlihat sangat bersinar.
Ditelinganya aku melihat ada kabel yang tersambung dengan hanphone ditangannya,
ia terlihat sangat asyik dengan alunan lagu yang ia dengarkan sendiri.
Tangannya seperti mengayun-ayun seolah dialah pemandu dari musik yang ia
dengarkan. Bibirnya yang dibalut lipstik merah-pun terlihat komat-kamit
mengikuti lirik lagu.
Degup
jantungku seolah menuntun kakiku untuk menghampiri sosok yang sedari tadi
mengganggu fokusku. Semakin lama semakin dekat sampai akhirnya aku sudah
berdiri di depannya. Wajahnya manatapku heran, aku melempar senyum dan memberi
kode untuk ikut duduk bersamanya. Wajahnya semakin heran, namun salah satu
alisnya naik dan seperti memberi kode untuk mempersilahkan aku untuk duduk.
“Hei, nama
gue hmm panggil aja gue Pris” kataku tanpa babibu lagi. Ia hanya tersenyum dan
tetap asyik dengan musik yang mengalun di telinganya. Jarak yang semakin dekat
membuatku semakin menikmati kecantikan yang dimiliki oleh sosok yang
menggunakan kaos merah ini. Aku mencoba mencairkan suasana dengan memesan
minuman.
“Semester
awal juga ya?” tanyaku sebisa mungkin namun ia hanya membalas dengan tersenyum
dan mengangguk yang berarti “iya”. Aku menyeruput minumanku untuk membasahi
kerongkonganku yang mulai terasa kering. Berbicara dengan seseorang yang
menjawab dengan hanya gerakan tubuh ternyata cukup memusingkan. Aku memutar
otak untuk bisa mendapat jawaban suara darinya.
“Lagi dengerin
lagu apa sih mba? Asik banget kayaknya” kataku dengan senyum semanis mungkin.
Ia melepas salah satu earphonenya dan menyematkan di telinga kiriku. Musik dengan
balutan rock mengalir di telingaku. Aku tersenyum getir. Wanita secantik ini suka dengan musik rock? Aku merasa gagal sebagai
seorang pria. Oh ibu, apalagi yang harus aku lakukan untuk membuatnya
berbicara?
“Diem aja
sih? Lagi sariawan ya? haha” aku mencoba mengajaknya bercanda. Ia tertawa,
sangat manis namun tetap tak bersuara. “Kuliah jam berapa?” tanyaku yang sudah
mulai putus asa. Ia mengangkat kedua tangannya dan membuka semua jarinya yang
menunjukkan angka sepuluh. “Oh jam sepuluh, sama dong” kataku sudah mulai
sangat putus asa.
“Ya udah
deh, gue mau kekelas dulu ya. Kapan-kapan kita ketemu lagi. Kayaknya gue jatuh
cinta sama lu sejak pandangan pertama deh” oh
ibu, mengapa engkau tidak mengajari aku cara untuk mendekati wanita.
Sepertinya aku sudah salah karena mengucapkan kata-kata ini. Wanita didepanku
menatap wajahku tajam, ia melepaskan kedua kabel yang tersemat di telinganya.
Sosok itupun kini berdiri dan menatap aku dengan tatapan sinis. “emang lu kira
eyke ini cewek apaan cyiin? Maen jatuh cinta aja, mending gue ama bos-bos tajir
kalii daripada ama brondong kayak luu”. Sosok itu mulai melangkah pergi, jauh
jauh dan semakin jauh. Oh ibu, rasanya
tidak ada yang lebih menjijikan dibanding ditolak banci.
END
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
endingnya :(
ReplyDeletehuahahaha lagi ngga ada ide yang cetar nih, sorry ya buat yang kecewa. haha
ReplyDelete