Jam istirahat dikelasku
sudah heboh. Terjadi aksi saling lempar dan lari-lari semua cowok dikelas. Aku
jadi pusing melihat semua ini. “Lagi ada ngapain sih?” teriakku. Yudha tertawa
terbahak-bahak. Kali ini barang yang dijadikan bahan saling lempar berada
ditangannya. “Wah Fay, lu mau tau engga tunangannya Ichsan? Nih ambil
dompetnya” kata Yudha sambil melempar barang yang ada ditangannya ke arahku.
Tanganku dingin saat menerima dompet itu. Apakah benar ini dompet Ichsan? Dan
didalamnya ada foto tunangannya. Aku berusaha berekspresi meledek kearah
Ichsan. “Ohh, gue buka yaaa” aku segera membuka dompetnya dan melihat ada foto
wanita berbaju biru disana. Aku melihatnya sekilas dan menghadapkan ke arah
yang lainnya. “ohh Ichsan sukanya cewek rambut panjang coyyy” teriakku yang
langsung ditertawakan teman-teman cowok yang lain. Aku segera melemparnya lagi
ke Didi. “Tuh liat temen lu seleranya bagus, masa lu kalah Di” kataku meledek
sambil melirik ke arah Ichsan. Ia menatapku dengan pandangan yang berbeda.
Tidak ada senyum ataupun tawa. Dia hanya diam seperti patung. Aksi saling
lempar terus berlanjut dan aku pergi meninggalkan kelas.
Deri, Cuma dia yang ingin
aku temui sekarang. Aku berlari menuju kelasnya. Sampai dikelasnya Deri sedang
asik ngobrol dengan Shinta. Aku ingin mengurungkan niat namun Deri terlanjur
melihatku. Ia segera menghampiriku yang masih sesak. “Lu kenapa Fay? Duduk
sini” kata Deri sambil menarik kursi. “Sorry Der, gue jadi gangguin PDKT lu
nih” kataku lemas. “Udah santai, gue udah cerita ke Shinta kalo lu sahabat gue
kok. Gue juga bilang lu lagi jatuh cinta, tapi tenang.. gue ga bilang namanya
kok” kata-kata Deri meredakan degup jantungku. “Der, Ichsan udah punya
tunangan..” kataku hampir saja mengeluarkan air mata. “Hah? Kok lu udah tau?”
jawab Deri shock. “maksud lu? Lu udah tau lebih dulu dari gue? Kok lu engga
bilang sih Der? Lu jahat banget tau!” aku berdiri bermaksud untuk meninggalkan
Deri. Namun Deri menarik tanganku. “Duduk dulu bisa engga? Lucu banget gue
harus ngejar-ngejar lu yang lagi nagis begini. Gue bisa jelasin Fay” aku hanya
menurut dan Deri mulai menjelaskan masalah yang ada.
“Sebenernya gue kemaren mau
kasih tau lu tentang masalah tunangan itu. Tapi gue fikir lu lagi sakit, pas
gue telfon juga lu bilang masih sakit kan? Ya udah gue milih buat nunggu. Tapi
gue engga nyangka lu bisa tau secepat ini. Gue juga engga tega Fay ngeliat lu kayak
gini. Lu itu udah gue anggep sebagai adik gue. Jahat banget kalo gue biarin lu
jatuh cinta sama orang yang salah. Kan dari kemaren juga gue udah bilang Fay,
jangan banyak berharap.” Deri berbicara panjang lebar. Aku hanya menunduk dan
menghapus perlahan air mataku. Deri diam akupun diam. Hatiku hancur mengetahui
ini semua. Mengapa harus Ichsan, orang yang sejak awal membuatku berbunga namun
hanya dalam hitungan detik dia mampu membuatku menangis tersedu seperti ini.
“Gue tau Fay ini berat.
Tapi seperti yang gue bilang. Kalo lu mau suka sama orang, lu mesti tau seluk
beluknya dulu. Jangan asal kalo suka. Sayang banget air mata lu itu.” Gue hanya
mengangguk. Makasi banget Deri, aku engga tau harus apa kalo engga ada Deri.
Aku tak mampu berbicara, bahkan bilang makasi untuk Deripun aku tak sanggup.
Aku meredakan isakkanku, merapikan raut wajahku sampai tidak terlihat habis
menangis. Baru aku bergegas ke kelas.
Dikelas aku hanya duduk dan
menulis lirik-lirik lagu tidak jelas. Riri bertanya aku kenapa, namun aku hanya
menggeleng. Kali ini jam Kimia, karena kacamata Riri tertinggal ia pindah ke
kursi depan agar tulisan di papan tulis terlihat. Aku hanya duduk sendiri namun
tanpa diundang Didi duduk dikursi Riri. Aku hanya melirik sebentar lalu
melanjutkan menulis yang tidak jelas.
“Itu cewek jauh kok Fay,
engga di Jakarta” kata Didi. Aku hanya diam. Sama sekali aku tidak ingin
menjawab pernyataan dari Didi. Didi menatapku tajam. Aku hanya melirik dan
memberi senyum tipis. “Lu abis nangis Fay?” tanya Didi cukup keras. Pak Dodi
segera menegur Didi. “Didi, jangan banyak bicara. Catat yang benar” omelan Pak
Dodi hanya disambut senyuman manis Didi. “Dasar anak bandel” pikirku. Didi
merasa di cuekin olehku dan segera pindah lagi ketempat duduknya semula.
Setelah Didi ada lagi saja yang duduk disampingku, aku hanya menoleh sekilas
namun aku shock. “Lu kenapa Fay?” tanya Ichsan padaku. Iya, Ichsan yang kini
duduk disampingku. Aku hanya menggeleng. “Gimana foto Dewi? Cantik engga?”
tanyanya. Hati aku seperti dutusuk duri-duri kaktus. Sakit sekali. Aku hampir
saja menangis namun ku mampu membendungnya. “Cantik” kataku singkat. Ichsan
kemudian diam. “Kita Cuma pacaran Fay, bukan tunangan dan ...” belum selesai
Ichsan memberi penjelasan aku segera memotongnya “bukan urusan gue san” kataku
dan segera beranjak dari dudukku. “Pak,saya izin ke kamar mandi” kataku yang
hanya dijawab anggukan kepala Pak Dodi. Entah apa yang akan aku lakukan di
kamar mandi. Aku hanyaingin pergi dari situasi ini. Apa sih yang ada dalam
fikiran Ichsan? Dia sangat menyiksaku dengan memperlakukanku seperti boneka.
***
Saat malam aku hanya duduk
diteras depan dengan menikmati susu dan brownise ciptaan mama. Mataku menatap
tinggi ke atas langit. Mencari celah jawaban akan kegundahan hatiku.
“Fay, lagi apa” SMS dari
Ichsan lagi. Aku tak mau membalasnya. Namun jari-jariku bergerak sendiri. Entah
siapa yang mengendalikannya.
“Lagi makan kue” jawabku
singkat
“Asik dong. Hehe. Fay, gue
mau minta maaf”
“buat?”
“entahlah, gue ngerasa
salah aja sama lu.”
“Oh. Iya. Lu SMSan sama
pacar lu aja lah. Ntar gue dikira ngerebut pacar orang lagi”
“Dia jauh Fay, dan engga
bisa di SMS”
“Maksud?”
“Dia di pesantren. Engga
boleh bawa HP”
Aku tidak membalas lagi.
Benar saja kata Deri. Dia hanya menganggapku pelampiasan. Karena pacar tidak
bisa di SMS bukan berarti aku bisa dijadikan perempuan penghibur. Cowok zaman
sekarang kadang bertingkah seenaknya saja. Sudahlah aku malas.
Aku masuk ke dalam rumah,
mama menatapku seperti patung namun aku tetap berlalu menuju kamar. Salah jatuh
cinta memang membuat orang menjadi tidak sehat.
***
Seminggu setelah kejadian
itu, aku seperti bermusuhan dengan Ichsan. Aku merasa terhina dengan
perlakuannya. Hampir seisi kelas mengetahui tragedi ini, karena aku yang cukup
dikenal jadi jika ada gosip sedikit pasti cepat menyebar. Biasanya Didi yang
rutin mengajakku ngobrol, aku menanggapi dengan baik jika obrolan kita banyak
tentang musik atau gosip kelas IPA. Namun ketika sudah membahas Ichsan, aku
segera mengalihkan ke topik yang lain. Kali ini Didi meminta tukeran duduk
dengan Riri, Riri hanya menurut daripada kena di kerjai oleh Didi dan
kawan-kawan.
“Fay, lu tau engga gosip
terbaru?”
“Apaan?”
“Ada yang baru putus loh,
wah lu pasti seneng deh dapet berita ini” aku hanya mendengarkan dengan mata
berbinar.
“Iya Fay, ini orang pacaran
udah lama. Tapi akhirnya putus juga. Sebenernya sih ni orang juga lagi deket
sama orang. Tapi orangnya kayak jaga jarak gitu. Sekarang udah putus berarti
mereka bisa deket lagi dong Fay, hehe”
“Iya di, bener banget. Wah
bisa dapet PeJe nih. Asik. Eh, siapa si?” tanyaku
“Tuh si Ichsan” jawaban
Didi membuatku diam. Sial aku dikerjai, tapi biarlah. Berita apapun dari Ichsan
aku tidak mau peduli lagi. Tak sengaja aku menengok ke arah Ichsan, dia sedang
menatapku lama. Aku terpaku. Wajahnya yang sejuk menentramkanku. Segera ku
tepis tatapan itu dan fokus belajar lagi namun gagal. Didi terlanjur membuatku
gundah. “Lu masih ada kesempatan Fay, engga ada salahnya kok buat dicoba” kata
Didi sambil berlalu. Riri kembali duduk disampingku. Sepertinya Riri tidak
ingin banyak tahu tentang masalahku, aku memang cukup pendiam.
Pelajaran fisika yang
seharusnya berjalan tidak dapat terlaksana, alhasil kami hanya bercanda-canda
tak jelas. Aku lebih memilih diam dikursiku sambil main game di Hp-ku. Riri
menghampiri Ika dan asik ngobrol, tak sadar dari tadi ada yang sedang duduk
disampingku.
“Lagi seru ya main
gamenya?” tanya Ichsan basa-basi. Aku hanya diam. Permainanku jadi payah
dan
langsung game over.
“Fay, gue mau minta maaf.
Lu pasti udah denger dari Didi kan kalo gue udah putus? Gue tau kalo gue jahat
banget sama lu waktu itu, lu pasti ngerasa Cuma sebagai pelampiasan. Tapi engga
gitu faktanya Fay, gue emang ngerasa deket sama lu. Buat Dewi, dia itu Cuma
status aja sama gue. Engga lebih.” Ichsan berusaha menjelaskan panjang lebar.
Aku hanya diam. Cuma status tapi fotonya dibawa kemana-mana? Aku bukan orang
bodoh yang bisa terbuai dimakan cinta. Ichsan terus menjelaskan kepadaku
bagaimana hubungannya dengan Dewi. Sampai akhirnya jam pulang berbunyi. Aku
masih diberi keterangan yang sangat tidak aku butuhkan dari Ichsan. “Lu mau
ngapain sih san? Mau bikin sahabat gue nagis lagi” bentak Deri tiba-tiba. Aku
hanya melihat kejadian ini dengan terpaku. Mereka berdua hampir berkelahi hebat
namun Didi berhasil membuat mereka tidak melanjutkan aksinya. Aku lari pulang
tanpa menoleh lagi. Aku hampir gila dengan masalah ini. Namun hatiku menjadi
lega dengan penjelasan Ichsan. Berarti dia masih peduli padaku, hatiku mulai
sedikit tertarik kembali.
***
Entah bagaimana, setelah
penjelasan panjang lebar dari Ichsan. Aku jadi kembali lagi memujanya, bahkan
rasa sayang yang ada semakin besar. Aku setiap hari SMS-an. Kadang menemaninya
bermain futsal, dan jalan bareng. Semua ini sebenarnya tidak disetujui oleh
Deri. Tapi aku tak mampu memendam rasa ini, seperti apapun sakit hatinya aku
dulu tak mampu membuatku membenci Ichsan. Kini Deri juga sudah resmi pacaran
sama Shinta, sudah jarang aku curhat karena menjaga perasaan Shinta juga.
Mama sudah kenal dengan
Ichsan, dan mama juga suka. Katanya Ichsan anak yang manis. Wah senangnya.
Namun kita belum punya hubungan yang resmi, walau aku dan Ichsan sama-sama
saling sayang. Kadang banyak yang menanyakan status aku dengan Ichsan, aku
hnaya menjawabnya dengan senyum.
***
#belum dilanjutin lagi dan udah ngga pengen#
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
No comments:
Post a Comment