Siang ini matahari
sedang sangat tidak bersahabat denganku. Aku sedang banyak tugas yang
mengharuskanku mondar-mandir mirip setrikaan karena harus memfotocopy banyak
catatan penting dari dosen yang aku tidak miliki. Beginilah nasib menjadi anak
malas.
Aku Dira, berumur 19
tahun dan aku adalah mahasiswi yang cukup wajar. Mungkin sifat malasku saja
yang jauh dari wajar. Namun aku tidak sendiri, aku memiliki sahabat baik
bernama Adel. Jika menurut kalian sifat malasku ini langka, kalian salah besar.
Adel juga memiliki kemalasan yang sama denganku. Inilah yang membuat kami
berdua sibuk ketika Ujian Akhir Semester akan datang.
Kali ini sudah yang
kelima kami mondar-mandir menghampiri bang Adi sang pemilik fotocopy. Dengan
langkah gontai karena teriknya matahari, kami duduk sejenak dikursi yang memang
disediakan khusus untuk pelanggan setia bang Adi.
“Tobat gue lama-lama
kalo begini terus” kata Adel dengan keringat yang mampu mengubah warna bajunya
yang ungu muda menjadi ungu gelap. Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala.
Kami mengatur nafas kami yang masih terengah-engah. Posisi kursi yang kami
duduki merupakan tempat yang stategis. “Lumayan nih buat cuci mata, semoga aja
ada cowok ganteng yang lewat” pikirku dalam hati. Aku mengamati satu persatu
setiap orang yang lewat didepanku. Entah doaku dikabulkan atau ini memang hari
terbaik bagiku. Aku menatapnya sampai tak berkedip. Terpesona dengan gaya
rambutnya yang rapi namun jauh dari kata culun. Kemejanya yang elegan namun
jauh dari kata sombong. Ah, wajahnya itu menenangkan. Aku menarik tangan Adel
agar dia mengetahui apa yang sedang aku rasakan. Adel menerima tanganku dengan
genggaman yang cukup keras. Aku segera menoleh kearahnya, dan ternyata Adel
juga menatap cowok itu dnegan tak berkedip. Astaga, apakah selera kita sama?
“Adel, gantenggg banget
tuh cowok” kataku setelah cowok itu hilang dari pandangan. “Wah, iya banget
Dir. Buat gue ini mah ya? Lu kan udah ada Roby” pinta Adel seenaknya. Roby itu
hanya masa lalu. Aku dan Roby bersahabat sejak SMA, namun setelah kita pisah
kampus hubungan kita menjadi dingin dan menjauh. Jauh dilubuk hatiku menyimpan
rasa padanya, namun ini hanya mimpi. Mungkin kini Roby sudah tidak memikirkanku
seperti aku yang selalu memikirkannya. Sial si Adel, membuatku jadi ingat lagi.
“Enak aja, pokoknya ini jatah gue. Lu mending ama Duta aja” jawabku meledek.
Duta memang sudah lama ditaksir Adel, namun Duta masih mengejar wanita
pujaannya yang model terkenal. Kadang aku kasihan juga dengan posisi Adel, yah
aku dan Adel memang memiliki kisah cinta yang hampir mirip. Tragis!
Percakapan kami di
fotocopyan bang Adi masih berlanjut sampai kami kembali ke kelas. Dari adu mulut
sampai berbusa-busa kahirnya kami sepakat untuk taruhan. Siapa yang bisa
mendapatkan cowok keren tadi maka dia yang menang dan yang kalah harus
melakukan apa saja yang diminta oleh si pemenang. Kami berdua berjabat tangan
dan mengetuk palu seperti sedang sidang. Seisi kelas menatap kami heran, kami
hanya memberikan senyuman kuda.
***
Mulai pagi ini, aku
akan berjuang untuk menang dari Adel. Aku sudah mengubah gaya berpakaianku agar
saat bertemu dengan cowok keren itu aku sudah bisa melakukan aksi tebar pesona.
Sebelum mengeinjakkan kakiku dikampus jantungku sudah berdegup dengan sangat
kencang. Adrenalinku sangat terpacu sampai badanku panas dingin. Sejak masuk
gerbang kampus sampai masuk kedalam kelas kepalaku tidak dapat berhenti untuk
menengok ke kanan dan kekiri. Berharap akan bertemu dengan cowok keren itu.
Namun nasib berkata lain, sampai di depan pintu kelas orang yang diharapkan
tidak juga kelihatan batang hidungnya.
“Lu beda Dir” sapa Adel
sedikit ketus. Aku hanya melemparnya senyum tipis. Dengan badan yang panas
dingin aku jadi terlihat agak pucat. Adel menghampiriku. “Lu sakit ya?”
tanyanya. Aku menjawab dengan gelengan kepala. Adel memegang mukaku dengan
tangannya. Kemudian dia mengangguk. “Dir, lu serius ya sama taruhan kemaren?”
tanya Adel lagi. Aku bingung dengan pertanyaannya dan memasang muka heran.
Sudah jelas taruhan ini adalah hasil kesepakatan bersama, Adel aneh.
Dari pengelihatanku
sejak pagi, Adel tidak sepertiku yang harus mengganti penampilan untuk menggoda
cowok keren. Adel tampak seperti biasanya dan lebih cuek. Apa aku berlebihan
ya?
“Del, kok lu engga
nyari si cowok keren kemaren sih. Lu udah ketemu? Gue dari pagi belum ketemu
nih” tanyaku. “Belum, lagi lu lebay deh sampe dandan gitu” jawab Adel datar.
Aku mulai paham dengan perubahan Adel, dari awal kita bersahabat Adel memang
anak yang cuek. Dia punya prinsip kalau suka sama cowok ya jangan maksa, cowok
itu harus tahu kita yang sebenarnya bukan sebagai orang lain. Pasti Adel kesal
melihat aku yang bergaya rapi dan cantik, karena biasanya aku tidak pernah
seperti ini. Aku menyesal terlau berlebihan. Mulai besok aku akan berpakaian
biasa saja. Menurutku prinsip Adel benar, tidak perlu menjadi orang lain hanya
untuk dicintai.
***
Perjalan pulang aku
berpisah dengan Adel di halte bus depan kampus. Adel menyebrang dan aku
menunggu bus sendirian di halte. Saat aku asik menunggu dengan kuping tersumbat
headset, aku melihat cowok keren itu. Dia sedang naik motor dan berhenti untuk berbincang
sebentar dengan seorang wanita. Hatiku seperti tertusuk pohon kaktus. Sakit
rasanya namun setelah cowok keren itu melaju dengan motornya, wanita tadi
menengok ke arahku dan menyapaku. Astaga, itu Ani teman SMP-ku. Aku mencoba
mengakrabkan diri dengan Ani, bertanya kabar dan nomer handphonenya. Sama
sekali tidak penting, ini hanya jalan menuju informasi yang sebenarnya penting
yaitu identitas cowok keren.
Saat malam telah datang,
aku teringat Ani. Dia termasuk anak yang aktif, jadi wajar jika banyak yang
kenal dia dari kakak tingkat atau adik tingkat dikampus. Wah aku harus mencari
info dari Ani tentang cowok keren itu, tapi aku tidak akan terburu-buru.
***
Sudah hampir sebulan
dari tragedi pertemuan dengan cowok keren itu, namun aku dan Adel tidak pernah
melihat lagi sosok itu. Jika ada yang bertanya bagaimana rasanya penasaran?
Rasanya adalah sangat tidak enak. Aku jadi sering diam dan seperti orang
bingung karena tidak melihat cowok itu lagi. Mengapa aku seperti ini ya?
Padahal kenal saja belum tapi perasaan hatiku sudah tidak karuan seperti ini.
Aku memang payah dalam hal perasaan, sepertinya aku kalah jauh dari Adel. Dia
sama sekali tidak berubah, dia tetap menjalani hari seperti biasanya.
“Del, kok lu bisa sih
cuek? Gue kepikiran cowok itu terus nih” tanyaku pada Adel yang sedang asik
baca novel. Adel hanya tersenyum simpul. Aku menatapnya heran. Adel segera
menutup novelnya dan menatapku tajam. “Lu belum kenal aja udah ribet deh, gue
nyerah aja Dir. Gue mending PDKT sama Duta aja. Lagi ada kesempatan, haha”
jawab Adel santai. Nyerah? Itu artinya Adel batal taruhan denganku, harusnyya
aku senang namun aku jadi merasa sendiri. Entah mengapa perasaanku jadi aneh
begini. “Tenang aja Dir, gue bakal bantu lu cari tahu tentang cowok keren lu
itu kok” ucapan Adel meyejukan hatiku. Dia memang sahabatku yang paling
pengertian. Aku mulai menceritakan pertemuanku dengan Ani dan kejadian Ani yang
ngobrol dengan cowok keren itu. Adel yang aku ceritakan baik-baik malah
memarahiku, katanya aku kurang tanggap karena tidak segera menanyakan informasi
yang sudah pasti diketahui oleh Ani. Aku
hanya diam mendengar omelan Adel sampai akhirnya Adel sadar bahwa telah
keterlaluan memarahiku. “Sorry Dir, abisnya lu payah sih. Ya udah ntar lu tanya
ya nomer hanphonenya sama namanya tuh cowok ke si Ani.” Kata Adel dan aku
mengangguk yakin.
***
Aku beranikan diri SMS
Ani dan menanyakan cowok itu dnegan detail, untungnya Ani pahan orang yang aku
maksud. Aku dengan cepat mendapatkan nama, nomer handphonenya dan informasi
lainnya. Aku segera mencatatnya dalam note book kesayanganku
“Verdy Febrian
085650780856
Fakultas
Hukum
Mahasiswa
Tingkat Akhir
Memiliki
seorang kakak perempuan dan adik laki-laki
Bersahabat
baik dengan Bagus yang juga anak Hukum”
Sengaja aku menggunakan
tinta merah agar terlihat dengan jelas. Keesokkan harinya dikampus aku segera
memberi tahu informasi yang sudah aku dapatkan tentang kak Verdy. Sekarang aku
menyebutnya begitu karena dia adalah mahasiswa tingkat akhir. Adel sangat
senang mendapat informasi itu, aku mulai menatapnya sinis. “Del, inget ya ini
jatah gue.” Kataku to the point. Adel tertawa terbahak-bahak dan meninjuku
pelan. “Ada-ada aja lu Dir, iya buat lu. Gue udah finishing touch kali sama
Duta” jawab Adel senang dan akupun menjadi lega.
#Belum dilanjutin lagi, dan mood gue udah ilang#
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
kampret,,,,! pera,, gw udah baca sampe selse nih,, selsein gih... tanggung jawab,,,
ReplyDeletewakaaaakakak
ReplyDeletelanjutin dong cum. ampe akhirnya ada di surat untuk dira. aseeek
ReplyDelete