"Skripsi kamu sudah sampai mana?"
Ayah mengajakku ngobrol sore setelah beliau selesai merapikan kebun. Aku menatap guratan-guratan di wajah Ayah menandakan usianya yang sudah menginjak angka 60. Aku kemudian memandang kebun yang sudah cantik dan rapi. Aku mencari jawaban yang tepat untuk Ayah namun sulit sekali.
"Kuliah jangan lama-lama, kerjaan kamu di tinggal dulu saja"
Jujur membagi waktu antara kuliah dan kerja sangat sulit. Aku tidak bisa fokus pada skripsiku karena senin sampai jumat aku sibuk kerja. Untuk melepas pekerjaan ini juga sangat sulit, karena aku sangat suka dan menikmati. Andaikan saja skripsi tidak wajib, pasti aku sudah lulus dan tenang.
"Oiya tetangga sebelah seangkatan sama kamu kan? Kayaknya sudah tahun lalu dia wisuda"
Ayah mulai lagi membandingkan aku dengan orang lain. Rasanya kesal sekali. Lebih baik aku di nasehati seharian daripada aku harus mendengar pembanding-pembandingku yang jelas berbeda dengan aku. Tolonglah Ayah, jangan lakukan itu terus. Anakmu bisa depresi dan bunuh diri.
"Ayah bangga ngga sama aku?"
Suaraku mendadak serak. Gejolak dalam diri tidak dapat aku tutupi. Ingin aku curahkan semua perasaanku namun kata-kata itu tidak dapat keluar. Aku menunduk mencoba berdamai dengan segala rasa. Aku mencoba mengerti bahwa Ayah hanya ingin yang terbaik untuk anaknya. Aku pun hanya ingin bisa menjadi kebanggaan Ayah. Badanku kemudian terasa hangat. Tubuh Ayah memelukku dengan nyaman. Ayah mengusap rambutku dan membisikikkan kata di tingaku.
"Ayah selalu bangga sama kamu"
@30haribercerita @atirecrebirah03 #30haribercerita #30HBC2016 #fiksi
No comments:
Post a Comment