Bastian dan Gwen sampai pada gedung pertemuan tempat pernikahan salah satu temannya. Terkejutnya Bastian pada foto prewedding yang terpajang di depan gedung. "Rio dan Wulan?" Bastian menarik tangan Gwen. Bastian menatap mata Gwen tanda tidak percaya. "Iya, udah ayo masuk" Gwen tidak peduli dengan semua pertanyaan yang akan di utarakan Bastian.
Gwen menyalami Rio dengan wajah bahagia "Selamat ya, akhirnya loh" Gwen menggenggam tangan Rio lembut. "Makasi Gwen udah dateng" jawab Rio lembut. Kemudian Gwen menyalami Wulan "Selamat yaa" kali ini ia merasakan haru. "Gwen gue minta maaf" Wulan hampir menangis namun Gwen segera menyuruhnya diam. Ini bukan waktu yang tepat untuk menangis sedih, ini waktunya ia bahagia. "Hari ini hari bahagia lu, jangan nangis" Gwen tersenyum manis.
"Lu hebat" Bastian berbisik tepat di telinga Gwen saat mereka menurini pelaminan. "Biasa aja" jawab Gwen asal. "Langsung balik yuk, ngga nyaman nih gue pakai batik bokap lu" Bastian menarik Gwen keluar. Gwen menurut tanpa perlawanan. Bastian sebenarnya tidak ingin pulang, hanya saja ia tidak suka Gwen berlama-lama di tempat pernikahan mantannya itu. Akhirnya Bastian menjalankan motornya menuju kedai kopi bang Andri, tempat favorit mereka.
"Lu ngga sedih?" Bastian bertanya pada Gwen sambil membuka batiknya yang kebesaran. "Sedih sih, tapi yaa namanya ngga jodoh" jawab Gwen sendu. "Kalo sedih kenapa lu dateng sih?" Bastian kesal dengan jawaban Gwen. Sedih? Berarti ia masih ada rasa dong sama mantannya itu! "Gue di undang loh Bas, masa ngga dateng? Dan Wulan itu kan dulu sahabat gue. Salah gitu kalo gue mau dateng?" Gwen kesal. Bastian menatap Gwen lamat. "Gue paham sih, tapi harusnya lu ngga sedih. Harusnya lu bahagia" Bastian masih menatap Gwen. "Iya sih, cuma gue jadi inget dulu aja. Rio setiap gue ajak ngobrol masalah nikah, punya anak.. Dia ngga pernah mau. Dia selalu bilang kalau menikah dan punya anak itu ribet" Gwen nyaris menangis. Beruntungnya bang Andri datang mengantar kopi pesanan mereka.
Mereka berdua saling diam. Mereka berdua sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. "Gwen, lu mau ngga nikah sama gue?" tidak tahu bagaimana datangnya, tiba-tiba saja kata-kata itu keluar dari mulut Bastian. Gwen menatap lama wajah Bastian "Nikah?". Bastian tersenyum. "Dari dulu gue suka sama lu, tapi untuk ngomong aja ngga pernah bisa. Lu selalu menghindar. Tapi barusan, gue denger lu pernah punya mimpi nikah sama mantan lu yang ngga ganteng itu. Gue ngga bisa, gue mau lu yang nikah beneran sama gue. Bukan cuma mimpi" Bastian panjang lebar. Gwen sudah berbunga-bunga. Ia tidak bisa sembunyikan senyumnya. "Eh kok senyum? Apa nih jawabannya?" Bastian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Maaf ya Bas" Gwen menatap Bastian lama. "Maaf? Huftttt" Bastian menarik nafas. Ia merasa Gwen memang tidak pernah ada rasa pada dia.
"Gue cerita sedikit ya, hmm gue ketika tahu Rio sama Wulan ada main di belakang gue, gue selalu mikir bahwa gue itu seburuk-buruknya manusia. Orang-orang yang paling deket sama gue aja bisa-bisanya berkhianat. Artinya apa? Artinya gue emang ngga pantes dapet sahabat seperti Wulan ataupun pacar seperti Rio. Mereka berdua itu baik. Berarti gue yang ngga baik, Bas" Gwen menjelaskan. "Sampai akhirnya gue ketemu lu, yang baik banget. Gue suka, suka banget sama lu. Tapi gue takut, kejadian penghianatan itu terulang. Gue sama sekali ngga siap" Gwen menunduk. "Tapi lu pacaran sama Dion?" Bastian menatap Gwen sinis. "Dion itu hanya teman, kita deket tapi dari awal kita sudah tahu kalau Dion akan menikah dengan orang lain. Menurut gue berteman dengan dia mengasikan" Gwen manatap wajah Bastian. "Terus? Sekarang mau lu gimana?" Bastian mulai kesal. "Iya, gue mau" Gwen masih menatap Bastian. "Mau apa nih?" Bastian masih bingung. Gwen hanya tertawa melihat Bastian yang penuh ekspresi, dari sedih, kesal, bingung. "Gwen?" Bastian masih bingung. "Udah ah, balik yuk. Gue mau bilang nyokap nih kalau sebentar lagi anak perawannya mau naik pelaminan" Gwen berjalan menuju parkiran motor. Bastian masih mematung namun hatinya sudah penuh bunga.
-END-
No comments:
Post a Comment