Didepan perapian yang
menyala-nyala, wajahku memerah. Menutup dan menahan air yang berusaha keras
keluar dari sudut mata. Hembusan nafas hangat semakin memerahkan suasana. Perapian
menari-nari tanpa peduli air di mataku telah pecah. Demikian cepat air itu
membasahi seluruh baju gamisku. Kulitku bergetar merasakan dingin yang datang
dari ulu hati.
Perapian kini mulai mengecil. Ingin rasanya
mandi api, namun otak warasku masih berfungsi baik. Tanganku mengusap air yang
telah sukses menghapus bedak tipis di pipiku. Tanganku kembali meremas bingkai
emas yang berisi gambaran kebahagiaan kita. Janji kita di depan Tuhan untuk
selalu bersama.
Aku adalah kayu yang menyimpan rayap. Rapuh.
Namun kamu dengan mudahnya bilang ‘kamu pasti bisa berjalan tanpa aku’ sedang
aku bernafas saja sulit. Gaun putih telah tergeletak indah disamping kursi
goyang kesayanganku. 30 tahun sudah gaun itu menjadi milikku dengan segala
kemegahan dan keindahan yang melekat, namun semu.
‘Kamu adalah istriku sekarang dan
selamanya’ kata itu terdengar lagi. Mataku bergerak, mencari sosokmu yang
selalu aku rindukan. Kosong. Degup-degup jantung sudah bernada datar, tak ada
lagi lonjakan penuh kebahagiaan. Wajah sayu ini kembali bermandikan kehangatan
perapian. ‘Aku akan terus menunggumu kembali mas, sampai kapanpun’ hatiku
berucap mantap sampai kantuk melelapkanku.
‘Nenek.. Ayo bangun,
udah pagii tauuu’ suara pahlawan mungilku menghapus semua kepedihan semalam.
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada
kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
good story.. gampang dicerna.. seorang nenek yang duduk didepan perapian hingga tertidur..
ReplyDelete:)
ReplyDelete