“Ciee jadi panitia acara
bareng Dion”
“Apaan sih Feb? Alay
deh. Dion kan sohib gue dari awal kuliah”
“Tapi gosipnya dia suka
sama lu”
“Dasar tukang gosip,
kerja sana. Jadi HPD sih magabut!”
***
Pagi itu acara
perloncoan ala jurusanku di mulai. Tempatnya di pulau yang tak berpenghuni.
Sengaja benar angkatanku mencari lokasi yang horor agar anak baru ngga manja
dan wajib nurut sama kita, senior. “Lan, udah ketemu draft buat di Pak Jen?”
suara bass khas Dion menggema di langit-langit ruangan. Aku menoleh sekilas dan
dengan gesit tanganku memberikan draft agenda kami selama 3 hari kedepan.
Dion-pun gesit meraih draft itu dan meninggalkanku. Hatiku terasa berbeda
akibat gosip murahan Feby.
Sebagai panitia acara,
kerjaku mungkin sangat buruk. Ini adalah pertama kalinya aku menjadi panitia
acara, biasanya paling hanya HPD seperti Feby. Berhubung panitia kali ini
terbatas, terpilihlah aku sebagai panitia acara. “Dion, kata Eky banyak yang
izin ngga ikut. Alesannya datang bulan” aku melapor. “Kalo datang bulan doang
jangan boleh di pos, suruh jalan. Manja deh” Dion mendesis. Wajahnya serius, ia
sudah hafal segala tipu daya anak yang malas ikut acara. Aku mengekor Dion
menuju pos medis. “Tolong yang ngga sakit langsung keluar, gabung sama
kelompoknya. Kita udah mau jalan. Ky, yang datang bulan doang jangan di izinin
masuk sini” suara bass Dion memenuhi ruangan medis. Eky manggut-manggut seperti
pegawai yang di nasehati bossnya. Aku tersenyum meledek ke arah Eky.
Acara selama 3 hari
terasa begitu cepat, Dion membuat agenda sepadat mungkin agar anak-anak tidak
ada kesempatan untuk berleha-leha. Aku selalu berusaha menurut dengan segala
tugas yang sudah dibuat. Ternyata menjadi panitia acara sungguh berat. Setiap
malam aku selalu berselonjoran di ruang khusus panitia acara. Nyaris setiap
malam aku sendirian di ruangan ini.
“Selesai juga nih agenda”
suara Dion tiba-tiba saja muncul dari balik pintu. Wajahnya lelah namun
tubuhnya tetap tegap. Ia ikut berselonjor ria di sampingku. Aku kembali teringat
dengan gosip murahan Feby. Hatiku menjadi tidak karuan. Feby sialan..
“Gimana
Lan jadi panitia acara? Enak kan? hahaha” suara Dion terdengar agak berbeda. “enak?
Duh gue kapok ah, mending jadi HPD aja..” jawabku dengan dengus lelah. “Yah
buat pengalaman lumayan lah, masa lu HPD mulu. Sayang umur.” Dion mulai melirik
ku, bahkan sekarang sempurna menatapku. Deg.
Dion bilang apa tadi? Astaga, jadi gue yang ngga fakus.
“Mikirin
mantan lagi Lan?” suara Dion jernih, tanpa bass. “eh? Ngga lah.. ngapain juga?
haha” jawabku kaku. “Bagus lah..” katanya. Aku menatapnya dengan tatapan tanya.
Bagus? “Yaa setidaknya dengan
kesibukan kayak gini lu jadi ngga galau. Kapan-kapan temenin gue jadi panitia
acara lagi yaaa” Dion mengedipkan mata genit. Aku tertawa lepas.
Tiba-tiba pipiku hangat,
jemari Dion menyentuhnya dengan lembut. Jantungku mulai tak terkendali, dengus
nafasku semakin tak karuan. Wajah Dion sempurna 5 cm saja dari wajahku. Aku kehabisan
nafas. Aku habisan gerak. Aku hanya mampu memejamkan mataku. Entahlah apa yang
sedang Dion lakukan. Aku hanya merasakan deru nafas Dion yang semakin dekat.
“Muka lu mesum banget
Lan!” telapak tangan Dion sempurna menoyor keningku. Wajahku pias. Nafasku
terlepas dan sempurna Dion mentertawakan wajah piasku. “Lu denger gosip dari
siapa Lan?” Dion menatapku dengan tatapan yang berbeda, amat sangat berbeda.
Serius namun lembut. “Feby” aku seperti kerbau di cucuk hidungnya. “Lu percaya?”
wajahnya mengguratkan tanya. Aku hanya mengangkat bahuku, tidak tahu.
Dion mengelus pipiku
lagi. “Lu tahu? Tadi gue emang berniat buat mencium lu, tapi urung. Lu terlalu
berharga buat gue perlakuin kayak gitu. Gue sayang sama lu, itu bener. Tapi
yang gue mau, lu benahin hati lu Lan. Lu bedain yang namanya sayang sama nafsu.
Jangan murahin badan lu. Bagian apa pun itu. Gue mau, lu paham yang namanya
sayang, tanpa nafsu” tatapan Dion semakin lembut. “Ah lu mah, gue malu nih”
kataku manja. Dion tertawa kecil. “Gue ngga mau bilang karena gue ngga mau
sayang gue justru akan sakiti lu. Gue ngga mau lu komitmen sama gue dan jadi
kaku karena itu. Gue mau lu komitmen sama diri lu sendiri. Komitmen bahwa lu
akan menjadi wanita terbaik yang nantinya layak dilamar oleh lelaki terbaik
juga. Gue-pun akan berkomitmen yang sama, menjadi lelaki terbaik. Gue mau, gue
jadi lelaki yang layak buat ngelamar lu nantinya.” Dion tersenyum, senyuman
termanis yang pernah aku lihat. “Gue.... Hmm.. Gue janji akan jadi wanita
terbaik, buat jadi wanita yang layak lu lamar” akupun memberikan senyuman
termanis.
Terima kasih Dion, kamu telah mencintaiku dengan indah.
END
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada
kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
No comments:
Post a Comment