Siang ini
terik sekali Rangga, apakah disana kamu juga merasa panas? Ah pasti disana
sejuk, kamu kan orang baik. Rangga, aku rindu sekali padamu. Sejak kepergian
kamu, aku seperti daging tanpa tulang. Tak ada penopang. Andai saja kamu tidak
meninggalkan pesan “Tetaplah hidup Risdha, untuk aku.” Mungkin aku sudah
menyusulmu.
Rangga, aku
ingin memberi tahumu sesuatu. Setiap pagi aku selalu terhibur oleh seorang
lelaki. Dia pengamen, dia mirip kamu :’) Sayangnya pagi ini aku absen untuk
melihatnya, ya ini kan hari minggu, aku libur. Entahlah Rangga, setiap melihat
dia aku seperti melihat kamu. Cara dia bernyanyi, cara dia menghapus keringat
bahkan cara dia menatap aku. Bodohnya aku, aku merasa setiap kali dia mengamen
dia bernyanyi hanya untuk aku. Lucu sekali perangai aku, kalau ada kamu pasti
kepalaku sudah kamu toyor deh :P
Ini hari
senin Rangga, aku melihat orang itu lagi. Eh pagi ini dia terlihat lebih kece
daripada kamu, haha. Rangga, kamu bisa
kesini sebentar ngga? Kamu harus dengar dia menyanyi, dia sering menatap kearah
aku padahal aku duduk dibelakang loh. Ah Rangga ayolah kamu percaya sama aku,
kamu selalu deh meremehkan aku. Dengar Rangga, dia melantunkan 3 lagu khusus
untukku. Aku yakin!
Dia selesai
juga ngamennya, dia menghapus keringatnya. Sama seperti kamu dulu. Dia selalu
berterima kasih kepada semua penumpang bis ini, padahal ngga semuanya kasih dia
saweran. Dia ramah banget, ngga kayak kamu yang jutek terus sama orang. Eh
sekarang giliran aku yang disapa dengan “terimakasih”-nya dia. Aku melemparkan
senyum tiba-tiba, seperti senyum ke kamu. Aku lihat mukanya merona merah. Aku
jadi malu. Dia berdiri di dekatku, kebetulan penumpang penuh dan bis sedang
melewati jalan tol.
“Duduk sini
mas” spontan aku menawarkan dia duduk disamping aku Rangga. Sepertinya aku
sedang berkhayal bahwa dia adalah kamu. Wajah dia langsung berubah kaku, aku
jadi merasa bersalah. “eh, iya makasih” akhirnya dia menjawab sama kikuknya
dengan ekspresi wajahnya. Setelah menjawab dia tetap saja berdiri, matanya
kosong. Apakah dia terpesona dengan aku ya Rangga? “Yah bengong aja, ntar
kesambet aja” kataku berusaha ramah dan aku terkejut dengan gerakan tubuhnya
yang begitu cepat duduk disamping aku. Kini perasaan aku semakin tidak karuan,
wangi tubuhnya pun sama seperti kamu Rangga :’)
Duduk
bersebelahan dengan dia benar-benar menggoda aku untuk terus menginggat kamu.
Segala yang ada di dia sama persis seperti kamu. Menit yang berlalu membuat
canggung tercipta. “Udah lama mas ngamen?” tanyaku berusaha keluar dari
canggung yang menyelimuti. “Eh baru sih, 3 bulan lah kira-kira” jawabnya dengan
ringan, sepertinya dia sudah mulai tak canggung. Aku tersenyum. “Sering naik
bis ini ya mba?” tanyanya seolah ingin mengenal lebih dekat. “Iya, berentinya
pas di depan kampus sih. hehe” jawabku dengan nada seperti berbicara dengan
kamu. Rangga, andai saja yang disebelahku ini adalah kamu.
“Oh iya, mas
suaranya bagus. Kenapa ngga nyanyi di cafe atau dimana gitu? Kan lumayan pendapatannya” kataku sambil terus menatap wajahnya, mencari celah diwajahnya
yang berbeda dari kamu. “Ah bisa ngamen aja udah syukur mba. Masih mau belajar
nih.” Jawabnya asal, semakin mirip kamu. Aku tak menemukan celah perbedaan
kalian. Wajahnya terlihat memerah lagi. “Eh jangan panggil mba ah, aku kan
masih muda. hehe” kataku canggung, wajah merahnya membuatku makin tinggi hati. “Eh
iya maaf, emang namanya siapa?” tanyanya dengan semangat. “Risdha” jawabku
singkat.
Setelah hari
perkenalan itu kami jadi sering melempar senyum ketika bertemu. Kami seperti
teman akrab, aku sengaja duduk dibelakang supaya selesai dia mengamen kita akan
duduk berdua dan ngobrol berbagai hal. Aku sering bercerita tentang kuliahku
yang banyak tugas. Kadang juga aku cerita tentang adikku yang baru belajar
berjalan. Hubungan kita semakin dekat saja, aku seperti menemukan kamu didalam
dirinya.
“Risdha,
maaf. Aku sayang sama kamu” ucapan dia sangat mengejutkanku. Aku hanya terdiam.
Jangankan menjawab, menatap wajahnya saja aku tak berani. Aku berada dalam
lingkaran dilema. Aku tak mungkin menerima dia hanya karena dia mirip kamu.
Terlebih aku tak mampu menolak dia, karena aku tak mampu melakukan itu ke
kamu. “Risdha?” panggilnya dengan ragu.
“Eh iya mas, makasih” jawabku mantap. Mungkin hanya itu yang mampu aku lakukan
terhadap dia, aku tak mampu mengganti kamu dengan orang lain. Dia tersenyum. Entahlah
apa yang ada di dalam pikiran dia, yang pasti aku sangat berharap dia masih mau
menjadi “hiburan” untukku. Setelah kejadian itu, kami tetap sering ngobrol dan
tegur sapa. Sungguh Rangga dalam lubuk hati aku sangat tidak tega melihat sorot
matanya yang ingin memilikiku. Rangga, jemputlah aku. Jangan biarkan aku terus
menerus menjadikan orang lain untuk melepas rinduku padamu.
END
baca juga -> KLIK
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
No comments:
Post a Comment