Menatap rembulan malam ini. Dalam lubuk hatiku rasa itu masih ada. Kekecewaan dan kepedihan terberat dalam hidupku. Masih bisakah kita duduk bersama dan menatap rembulan ini bersama seperti dahulu? Masih bisakah kita berbagi kisah bersama lagi? Ibu, mengapa hanya aku yang jujur? Mengapa kau pergi tanpa jujur padaku tentang rasa itu.
“Sedang apa nak malam-malam diluar? Angin malam kurang baik” tiba-tiba saja ayah turut duduk disampingku. Beliau bukan ayah kandungku namun ayah mertua. Ayah dari suamiku, Zainal.
“Eh ayah, bulannya bagus yah sayang kalau engga dinikmati” jawabku sambil tetap menatap rembulan.
“mirip Ida, eh..” kata ayah spontan dan sesal di akhirnya.
“iya yah. Mirip sama ibuku. Dulu kita sering duduk bareng disini sambil ngobrol” jawabku menutupi sesal diwajah ayah. Waktu berjalan cepat dan teras ini sunyi. Aku dan ayah hanya duduk menatap rembulan tanpa bersuara.
***
“Halo Zainal? Ah iya ayah baik. Kenapa? Rina? Oh ya, dia sedang di dapur. Kandungannya baik-baik saja.” Suara ayah setengah teriak saat berbicaa di telpon dengan Zainal. Mungkin suaranya kurang begitu terdengar jelas. Maklumlah letak kita sangat jauh. Zainal di Bontang Kalimantan dan aku di Depok. Sebulan rasanya lama juga jika di tinggal seorang suami, tak banyak yang bisa di lakukan.
“Rina, tadi Zainal telpon. Tapi suaranya terputus-putus jadi hanya sebentar” kata ayah sembari menghampiriku di dapur.
“iya yah jaringannya memang jelek. Ayah sudah makan? Nanti Rina buatkan”
“Oh iya sudah kamu jangan capai-capai. Nanti ayah yang dimarahi Zainal“
Ayah sangat perhatian padaku. Alasannya dimarahi Zainal, padahal Zainal jarang sekali marah. Dia lebih senang melihatku melakukan apa saja yang aku suka. Ayah memang sudah seperti ayahku sendiri. Andai saja ibu masih ada di sini.
“Rina, tadi Zainal telpon. Tapi suaranya terputus-putus jadi hanya sebentar” kata ayah sembari menghampiriku di dapur.
“iya yah jaringannya memang jelek. Ayah sudah makan? Nanti Rina buatkan”
“Oh iya sudah kamu jangan capai-capai. Nanti ayah yang dimarahi Zainal“
Ayah sangat perhatian padaku. Alasannya dimarahi Zainal, padahal Zainal jarang sekali marah. Dia lebih senang melihatku melakukan apa saja yang aku suka. Ayah memang sudah seperti ayahku sendiri. Andai saja ibu masih ada di sini.
***
Merasakan kerinduan adalah perasaan yang pasti dirasakan oleh seorang istri yang ditinggal dinas oleh suaminya. Sebagai seorang istri yang hamil muda aku tidak ingin banyak pikiran. Aku takut nanti anakku malah tidak normal. Setiap merasa rindu aku akan mencoba melupakannya dengan memasak. Karena memasak adalah hobbyku.
“Masak apa sayangku..” tiba-tiba saja suara Zainal terdengar. Terkejut aku melihat sosok itu berdiri tepat di depanku. Ah, suamiku ternyata sudah pulang. Segera aku memeluknya. Meluapkan segala kerinduanku.
“Kamu kok udah pulang mas?” tanyaku kemudian
“Iya kerjaan udah selesai sebelum sebulan. Yah sengaja buat kejutan ke kamu. hehe” jawabnya dengan senyum merekah. Senyum yang sangat aku rindukan. Tanpa kita sadari ayah melihat kami dengan berderai air mata. Entah apa yang di rasakan ayah. Segera terdengar suara terjatuh yang sangat keras. Suara itu berasal dari keramik yang terbentur badan ayah yang terjatuh secara tiba-tiba.
“Ayah? Kenap tiba-tiba jatuh?” tanyaa Zainal panik.
“ayah ingin menyusul cinta sejati ayah. Ayah ingin bahagia seperti kalian nak.” Ucapan terakhir ayah. Ayah tidak lagi bernafas. Tidak lagi mengeluarkan suara. Tidak lagi berdetak jantungnya. Ayah telah pergi menyusul cinta sejatinya. Ayah yang sejak dulu hanya memendam rasa cintanya demi kebahagiaan anaknya. Ayah menyusul kekasih sejatinya. Wanita bernama Ida, ibuku tercinta.
“Masak apa sayangku..” tiba-tiba saja suara Zainal terdengar. Terkejut aku melihat sosok itu berdiri tepat di depanku. Ah, suamiku ternyata sudah pulang. Segera aku memeluknya. Meluapkan segala kerinduanku.
“Kamu kok udah pulang mas?” tanyaku kemudian
“Iya kerjaan udah selesai sebelum sebulan. Yah sengaja buat kejutan ke kamu. hehe” jawabnya dengan senyum merekah. Senyum yang sangat aku rindukan. Tanpa kita sadari ayah melihat kami dengan berderai air mata. Entah apa yang di rasakan ayah. Segera terdengar suara terjatuh yang sangat keras. Suara itu berasal dari keramik yang terbentur badan ayah yang terjatuh secara tiba-tiba.
“Ayah? Kenap tiba-tiba jatuh?” tanyaa Zainal panik.
“ayah ingin menyusul cinta sejati ayah. Ayah ingin bahagia seperti kalian nak.” Ucapan terakhir ayah. Ayah tidak lagi bernafas. Tidak lagi mengeluarkan suara. Tidak lagi berdetak jantungnya. Ayah telah pergi menyusul cinta sejatinya. Ayah yang sejak dulu hanya memendam rasa cintanya demi kebahagiaan anaknya. Ayah menyusul kekasih sejatinya. Wanita bernama Ida, ibuku tercinta.
***
Cinta ibu ke pada anaknya sepanjang jalan sedangkan cinta anak kepada ibunya hanya sepanjang galah. Mumpung masih hidup, mengertilah perasaan ibumu.
END
No comments:
Post a Comment