Sore itu aku sendirian menonton televisi, Bilqis dan Mama sedang pergi belanja. Bang Indra asik sendiri di dalam kamar, rumah terasa sunyi sekali. "Assalamualaikum" suara yang tidak asing di telinggaku terdengar di depan pintu. "Waalaikumsalam" jawabku. Sosok Bang Ramzy akhirnya muncul lagi di hadapan mukaku, campur aduk rasanya tapi aku harus siap. "Ada perlu apa?" tanyaku terdengar sedikit ketus. "Gue mau meluruskan semuanya, Bi" jawabnya dengan nada tulus. "Ya udah lah Bang, semuanya udah terjadi mau gimana lagi?" aku semakin ketus. Rasanya lelah dengan semua omong kosong Bang Ramzy. Setelah jawaban dia saat itu, rasanya aku sudah tidak ingin melihat wajahnya lagi. Meski tak dapat aku pungkiri, ssmakin hari aku semakin merindukannya.
"Akhirnya lu berani dateng juga, Ram!" suara Bang Indra mengejutkan aku yang hanya saling pandang dengan Bang Indra. "Gue minta maaf ya, Ndra" suara Bang Ramzy terdengar sangat tulus. "Kenapa selama ini lu diam? Lu anggap gue apa?" Bang Indra membentak. Aku terkejut dengan nada bicara Bang Indra. "Gue ngga nyangka lu permainkan adek gue dan juga Intan!" suara Bang Indra makin keras. Aku semakin terkejut dengan reaksi Bang Ramzy. Ia tersenyum sinis. "Lu lagi marahin gue karena adek lu atau karena Intan?" kali ini Bang Ramzy ikut bersuara keras. Aku yang ada di antara mereka hanya diam dan tidak tahu apa yang mereka bicarakan.
"Asal lu tahu, adek lu butuh lu saat dia putus si selingkuhin pacarnya! Adek lu butuh lu, saat bokap lu pengen nikah lagi! Gue tanya, lu kemana? Gue yang ada di sana!" Bang Ramzy semakin emosi. Air mataku menetes, aku setuju dengan ucapan Bang Ramzy namun aku tidak terima Bang Indra di bentak seperti ini. "Lu nemenin adek gue sebagai abang atau sebagai bajingan!" Bang Indra menunjuk muka Bang Ramzy dengan penuh emosi. "Ya gue tahu, gue salah. Gue jatuh cinta sama adek lu. Gue minta maaf" suara Bang Ramzy mulai mereda. "Gue juga sudah janji sama lu kan, kalo gue akan jagain Intan dan ngga akan ninggalin dia" Bang Ramzy tersenyum manis pada Bang Indra. "Maksudnya apa?" aku beranikan diri bertanya. Aku tidak mengerti dengan janji yang Bang Ramzy sebutkan. "Abang lu itu ngga pernah bisa move on dari Intan. Sejak masuk kuliah sampai sekarang dia hanya cinta sama Intan, sayangnya Intan justru cinta sama gue dan gue memang jodohnya" Bang Ramzy tersenyum manis. Mendengengar jawaban Bang Ramzy membuatku hancur. Ternyata Bang Indra jauh lebih sakit tapi ia tidak pernah menunjukkan padaku. Bahkan saat pernikahan Papa, Bang Indra sepanjang acara melihat Kak Intan dan Bang Ramzy bersama. Aku pergi ke kamar dan meninggalkan mereka berdua. Aku butuh ruang untuk istirahat.