Lembayung
senja di ufuk mulai bergerak-gerak. Angin pagi yang menusuk tulang membuat
manusia bertahan di dalam kamarnya. Namun tidak begitu bagi Stella, ia sudah
berada di taman. Menangis dan terus menangis. Seolah air matanya tidak akan
pernah habis. Sepanjang pagi ia terus bertahan dengan posisinya, duduk bersila
di petakan rumput hijau. Dari sepi hingga ramai dengan remaja-remaja yang
berlari pagi.
“Astaga, Stella?” sapa seorang lelaki berkaos hijau dengan
bulir-bulir keringat yang menghiasi wajahnya. “Ini masih pagi, kamu kenapa?”
dia melanjutkan kata-katanya dengan sangat iba.
“Biarin Stella disini Kak, perasaan aku hancur” ucapnya
dengan isakan yang tidak berubah.
“Oke. Kakak tunggu kamu sampai selesai nangis. Setelah itu
kakak minta kamu cerita. Jangan nolak! Kakak ngga terima kamu di katain gila”
ucap lelaki itu tegas. Stella hanya diam, masih terisak namun lambat laun
mereda. Memang hanya ini yang di butuhkan Stela, seorang teman.
“Kak Sony.. Aku sakit kak. Sakiiiitttt” ucap Stela terbata.
“Kenapa? Siapa yang membuat kamu sakit?” tanya Sony dengan
menatap mata Stella dalam, sangat dalam.
“Ayah” jawab Stella singkat. Keheningan terjadi beberapa
saat. Sony terdiam, dia sudah tahu inti permasalahannya. Sony hanya menunggu
Stella melanjutkan ceritanya.
“Kemarin ulang tahun Ibu. Aku sudah siapkan kejuatan untuk
Ibu... kue, hadiah dan pesta besar. Aku menelfon Ayah, ayah bilang pasti datang
jam 7. Aku menunggu kak. Jam 7 Ayah belum datang juga, jam 8... 9... 10 ..
terus berlanjut sampai pagi ini kak. Aku sakit kak..” tangis Stella yang mereda
kini meledak lagi. Sony hanya diam namun ia meraih tubuh Stella. Ia memeluk
Stella tanpa peduli pandangan orang-orang. Saat ini yang terpenting bagi sony
adalah membuat Stella tenang.
***
“Mata
apa bola pimpong itu? hahaha” ledek Dira saat melihat Stella masuk kedalam
kelas. Stella hanya diam. “Main yuk, dosen kita ngga dateng lagi nih” lanjut
Dira. Stella manyun. “Magabut banget deh itu dosen, mau kemana kita?” tanya
Stella pasrah dengan ajakkan Dira. “Main ke kampus sebelah yuk, gue mau ketemu
si Kak Sony yang super ganteng itu looohh” ajak Dira dengan mata genit yang
berkedip-kedip lebih mirip kucing kelilipan. Stella tertawa sampai memegangi
perutnya namun badannya sudah keburu tertarik oleh rangkulan Dira yang tak
mampu ia tolak.
“eh lu naksir orang yang bener
aja, Kak Sony itu udah punya tunangan tau” ucap Stella yang masih tak berdaya
di dalam rangkulan Dira. “Gue Cuma fans kali, lu tuh kali yang naksir. haha”
ledek Dira. Stella terdiam, tanpa sadar langkahnya terhenti dan membuat Dira
jatuh terselungkup.
“Ya ampun Dira hati-hati kalau jalan” suara Sony tiba-tiba.
Dira dan Stella shock. Nafas mereka naik turun, beradu dengan degup jantung
yang berpacu. “Loh, kok jadi pada diem sih?” ucapan Sony seperti bom yang
mengejutkan Dira dan Stella. Mereka segera sadar dan Dira secepat kilat berdiri
dan membersihkan debu-debu yang mengotori baju maupun jeansnya. “Eh iya kak,
makasi buat tadi pagi” kata Stella malu-malu. “Oh tadi, sudah tidak apa.” Sony
menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Kejadian tadi pagi ketika Sony
memeluk Stella mulai terbayang lagi dalam otak Stella maupun Sony. Dira yang
tidak mengerti hanya menjadi penonton saja. “Eh iya, kalian ada apa kesini?” tanya
Sony memecah kesunyian. “mau numpang ke perpus kak, perpus kita kan bukunya
sedikit. hehe” jawab Dira asal. “Oh gitu, ya sudah kakak duluan ya. Kebetulan ada
urusan” pamit Sony dan membuat dua wanita di depannya kecewa berat. “Mau ngurus
pernikahan ya kak?” spontan Stella menanyakan hal yang justru paling
menyakitkan bagi dirinya sendiri, mungkin bagi Dira juga. “ah kamu bisa saja
Stel, ya sudah kakak duluan ya” Sony segera menghilang dari pandangan mereka
berdua. Dua wanita itu hanya termangu.
“Stell,
lu naksir kak Sony kan?” todong Dira. Matanya menatap mata Stella dalam-dalam. “Ah
apaan sih Dir, lu kali tuh yang naksir” jawab Stella salah tingkah. “Kalo lu
suka, kenapa lu ngga bilang sih?” Dira sudah seperti wartawan yang menodong
Stella dengan pertanyaan-pertanyaannya. “Menurut lu, perasaan ini layak? Bagi gue
ini Cuma perasaan bodoh yang pernah ada Dir” jawab Stella jujur, sangat jujur. “Astaga
Stel, kalo aja lu ada keberanian. Lu sama kak Sony pasti jadi. Gue yakin Stel. Mata
Kak Sony tadi keliatan kalo dia juga ada rasa sama lu.” Ucap Dira kesal. “Heiii,
lu ngga lagi cemburu sama gue kan? Haha udah lah Dir, gue ngga mungkin sama kak
Sony. Biarin perasaan ini gue tanggung sendiri” jawab Stella pasrah.
“Stell,
gue Cuma ngefans sama kak Sony. Ngga lebih. Tapi tadi mata lu sama matanya kak
sony itu memancarkan cahaya yang sama. Gue tau banget deh lu berdua saling
cinta” ucap Dira mulai serius. Stella termangu, menopang dagunya dengan kepalan
tangannya. “Lebih baik satu hati yang sakit daripada dua hati, lu dan kak Sony
sakit Cuma buat tunangannya kak Sony? Ini ngga adil Stel” lanjut Dira. Dalam benaknya
tidak habis fikir ada orang seperti Stella dan kak Sony. Saling cinta namun
merelakannya begitu saja. “Lu salah Dir. Bukan Cuma hati tunangannya kak Sony
aja yang di jaga. Tapi ada keluarga kak Sony, keluarga Tunangannya. Banyak Dir..
Sama seperti ayah gue... ketika dia lebih memilih wanita itu, yang sakit bukan
hanya ibu, tapi gue juga. Seluruh keluarga ibu juga. Semuanya sakit Dir. Sakiiiit”
Stella terisak. Hatinya hancur. Entah hancur karena apa. Saat ini yang ia
rasakan hanya sakit. Sangat sakit. “Sorry Stel, gue ngga maksud. Semua pasti
akan indah pada waktunya Stel.” Dira memeluk Stella yang terus terisak, seolah
air matanya tidak akan habis.
*END*
nb : untuk Stella di seluruh dunia, hidup ini pasti akan berakhir indah. pasti. salam cinta dari aku :)
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)