Malam minggu adalah malam yang panjang. Malam ini lah yang digunakan oleh banyak pasangan menghabiskan malam bersama, melepas rindu bersama. Namun nasib lain menimpa Andi.
***
“Mah, Andi udah punya pacar dong” ucapku pada mama. Sebagai anak satu-satunya, aku lebih banyak cerita ke orang tua. Aku selalu menceritakan apapun ke mama namun tidak ke papa. Mama selalu mendukung apapun yang aku lakukan, terlebih memang aku jarang melakukan hal yang aneh-aneh. Berbeda dengan papa, beliau sangat kaku. Aku tidak begitu akrab dengan papa karena beliau memiliki watak yang sangat serius.
“Wah, anak mana? Kenalin sama mama dong” jawab mama dengan senyum mengembang. Ah, mama berhasil membuat pipiku semerah tomat.
“Nanti deh ma, baru juga jadian. hehe” jawabku lagi. Aku asik bercerita semua kecantikan dan kepintaran Putri, pacar baruku. Mama yang sedang asik memotong bunga-bunga untuk hiasan meja terus antusias mendengar ceritaku.
***
“Mah, malam minggu nih. Aku mau ke rumah Putri ya..” pamitan ke mama. Mama mengamati seluruh penampilanku dari ujung rambut sampai ujung kaki.
“Jangan malam-malam pulangnya ya” jawab mama khawatir. Ah mama ini masih saja menganggapku anak kecil. Yah, tapi aku memang harus pulang cepat karena papa pasti akan naik pitam kalau tahu aku pergi malam hanya karena pacaran.
Sampai di rumah Putri, ternyata rumahnya sedang ramai sekali. Kebetulan saudara-saudara Putri sedang main, kenapa mesti malam minggu mainnya? Hah cobaan di malam minggu ini namanya. Dengan berat hati aku membantu Putri menjamu saudara-saudaranya yang baru datang. Keadaan rumah yang repot membuat aku segan untuk pulang. Bisa sampai tengah malam kalau begini caranya, sialnya aku menelfon mama tak ada jawaban. Entah mengapa hatiku jadi panik, aku dengan muka tembok segera pamitan pulang karena waktu sudah hampir tengah malam.
Panik bukan main hatiku saat diperjalanan. Mama tidak biasanya tidak mengangkat telpon dariku. Perjalanan pulang menjadi perjalanan paling menegangkan, degup jantungku semakin tak karuan. Polisi tidur sana sini tidak membuat laju motorku berkurang, ada sesuatu yang memaksaku segera pulang. Semakin kencang degup jantung maka laju motor semakin kencang ku bawa.
Semakin kencang degup jantungku saat sampai di depan rumah aku melihat papa memegang golok besar dengan mata merah. Apa yang akan papa lakukan? Mau kabur pun aku sudah tak mampu karena mata papa sudah menangkap badanku. Mama sudah menangis tersedu-sedu, tak sanggup aku melihat mama menangis seperti itu. Aku secara perlahan masuk kedalam rumah. Papa teriak kencang “Andi! Awas kamu, jangan disana!”. Spontan aku melompat kebelakang. Pandangan papa dan mama ke bawah, aku melihatnya. Papa segera melempar golok besarnya kebawah dekat kakiku. Dalam hitungan detik mengalir darah segar dan golok besar yang terkulai. Aku melihat jelas kepala yang sudah terlepas dari badan panjangnya. Hatiku ketar-ketir sekaligus lega, papa telah membunuh ular yang sudah berusaha masuk kerumah kami. tanpa di suruh aku segera menghampiri mama dan memeluknya.
***
Seberapapun seriusnya orang tuamu, mereka tidak akan mungkin menyakiti anaknya sendiri. Seberapapun nakalnya kita, mereka tetap satu-satunya yang menyanyangi kita apa adanya. Andi menyesal telah mengira papanya akan membunuhnya, itu sesuatu yang tidak akan mungkin terjadi. Untuk Andi malam minggu ini bukan untak melepas rindu dengan pacar namun melepas rindu dengan kedua orang tua.
END
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
Semakin kencang degup jantungku saat sampai di depan rumah aku melihat papa memegang golok besar dengan mata merah. Apa yang akan papa lakukan? Mau kabur pun aku sudah tak mampu karena mata papa sudah menangkap badanku. Mama sudah menangis tersedu-sedu, tak sanggup aku melihat mama menangis seperti itu. Aku secara perlahan masuk kedalam rumah. Papa teriak kencang “Andi! Awas kamu, jangan disana!”. Spontan aku melompat kebelakang. Pandangan papa dan mama ke bawah, aku melihatnya. Papa segera melempar golok besarnya kebawah dekat kakiku. Dalam hitungan detik mengalir darah segar dan golok besar yang terkulai. Aku melihat jelas kepala yang sudah terlepas dari badan panjangnya. Hatiku ketar-ketir sekaligus lega, papa telah membunuh ular yang sudah berusaha masuk kerumah kami. tanpa di suruh aku segera menghampiri mama dan memeluknya.
***
Seberapapun seriusnya orang tuamu, mereka tidak akan mungkin menyakiti anaknya sendiri. Seberapapun nakalnya kita, mereka tetap satu-satunya yang menyanyangi kita apa adanya. Andi menyesal telah mengira papanya akan membunuhnya, itu sesuatu yang tidak akan mungkin terjadi. Untuk Andi malam minggu ini bukan untak melepas rindu dengan pacar namun melepas rindu dengan kedua orang tua.
END
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)
No comments:
Post a Comment