Seberapa pantaskah kau untukku tunggu? Cukup
indahkan dirimu untuk selalu kunantikan. Setiap hari mungkin hanya otak dan
mataku yang bekerja. Hanya menatap indahnya dan merekam semuanya dalam otak
tanpa peduli ada seorang hawa disampingnya.
“Pagi Mella” sapa Rahman sangat manis. Mella hanya tersenyum
tipis. Dalam hatinya Rahman sebenarnya tahu betul bagaimana Mella
menganggapnya. Status palsu yang tampak indah disemua mata namun tidak dalam
hati Mella. Mella menjalani hubungan ini hanya karena rasa penasaran dan
kebetulan Rahman sangat mencintai wanita berambut panjang ini. Walau Rahman
sangat tahu bagaimana perasaan kekasihnya itu kepadanya namun dia selalu
percaya dengan keajaiban. Kepercayaan itu yang membuat Rahman bertahan samapai
sekarang dan pengertian Rahman yang membuat Mella tidak tega untuk
meninggalkannya.
“Mel, lu beneran belum ada fill sama sekali sama Rahman? Buat
gue aja deh. haha” ucapan Suci mengejutkan lamunan Mella. Mella hanya senyum
tipis. Status palsu ini sebenarnya sangat menyiksa Mella, hampir semua
teman-teman terdekatnya mengetahui hubungan ini dan menganggap Mella berhati
batu. Kasihan Mella. Rahman juga mengalami nasib yang sama. Semua teman-teman
terdekatnya selalu menawarkan wanita yang berbeda-beda. Namun Rahman masih menyimpan keyakinan itu,
akan adanya keajaiban. Entahlah apa yang bisa membuat kedua orang ini menjadi
berubah, keduanya bertahan dengan keegoisan masing-masing.
***
Haruskah Kuteteskan air mata di pipi? Haruskah ku
curahkan segala isi di hati? Segala asa dan letupan kencang di hatiku tak
pernah berbuah manis. Bahkan sampai saat hubungan keduanya hampir saja
terputus.
“Apaan sih kayak buntut gitu?” ucap Mella kasar saat Rahman
memaksa ikut menemaninya ke toko buku. Rahman hanya tetap siaga disampingnya.
Mella seperti tidak tahan dengan keberadaan Rahman karena sampai kapanpun
sepertinya Rahman tidak akan pernah tertulis indah di hatinya. “Aku mohon
Rahman, kali ini kamu pergi aja dan mungkin kita sudah waktunya pisah” menjalar
rasa dingin dari tangan Rahman sampai ke seluruh tubuhnya mendengar perkataan
Mella. Rahman berusaha menata kembali kata-kata Mella yang terakhir. “Sudah
waktunya pisah” kata itu diucap ulang oleh hatinya. Apakah Mella sudah tak
tahan? Apakah perjuanganku tak diberi hadiah sebuah keajaiban? Pertanyaan yang
semakin menyesakkan dadanya sendiri. Mella seperti sudah tidak peduli lagi
dengan apa yang dirasakan Rahman, Mella pergi dan sama sekali tidak menengok ke
arah Rahman. Rahman hanya diam mematung, menatap punggung Mella yang semakin
lama semakin menjauh. Entah diinginkan atau tidak, air mata mengalir tanpa
dicegah oleh pemiliknya.
***
Jadikan aku yang kedua. Buatlah diriku
bahagia. Karena hanya kau lah pangeran
disetiap mimpi malamku dan disetiap tatapan nyataku. Tiap sel yang kau miliki
adalah sempurna. Bahkan kesedihanmu adalah badai yang akan melanda seluruh
hatiku, dan dengan cepat badai itu surut oleh senyuman manis dan tulus dari
bibirmu.
Rahman memberanikan diri mengetuk pintu rumah Mella, lama tak
ada jawaban. Namun setelah sekitar setengah jam menunggu didepan rumah akhirnya
keluar wanita berambut panjang. “Mella, aku bener-bener minta maaf. Aku mohon
kamu masih mau menunggu hatimu memilihku.” Ucap Rahman mengiba sambil
menyodorkan setangkai mawar putih tanda cinta tulus. Wanita itu menerima mawar
putih dari Rahman dan mencium aromanya tanda telah menerima Rahman. Rahman
hanya terdiam mematung, dipandanginya wajah wanita dihadapannya. “Sangat manis”
ucap hatinya. Sepertinya Rahman baru kali ini menerima senyuman wanita yang ia
cinta dengan tulus. Diamati setiap centi penampilannya dan Rahman semakin
merasa Mella benar-benar berubah. Mella tampak lebih manis, tidak memberikannya
senyum ketus. Sepatu dan bajunya juga lebih sederhana, tidak semewah biasanya.
Kesederhanaan ini yang Rahman suka walau selama ini Mella tidak mengindahkan
permintaan Rahman. Rahman mulai merasa keajaiban telah datang. Keajaiban yang
selama ini ia tunggu dan yang membuatnya bertahan sampai sekarang.
Mereka berkencan dari siang sampai hampir tengah malam. Menikmati
jalan-jalan dan wisata kuliner bersama. Seolah dunia hanya milik berdua. Hari
yang sulit untuk menuju akhir. Indahnya asmara yang dirasa dari kedua belah
pihak. Rahman bersyukur telah nekat kerumah Mella hari ini, Rahman bersyukur
penantiannya sangat berbuah manis. Kini ia mampu memiliki wanita ini seutuhnya,
yang tidak canggung lagi untuk digandeng tangannya. Bahkan perhatian yang tak
pernah diterima oleh Rahman kini ia dapatkan dalam porsi yang mengenyangkan.
“Mell, aku seneng kamu bisa berubah seperti sekarang. Bisa
menerima aku. Semoga kamu bisa seperti ini terus ya” ucap Rahman sambil
mememgang tangan Mella. Sambil mengucap salam perpisahan. Mella seperti tak mau
melepaskan tangan Rahman, seolah ia ingin Rahman tetap disana. Keduanya dimabuk
asmara membara. Namun malam mengharuskan keduanya berpisah dan menunggu pagi
untuk bertemu kembali.
“Selamat malam Rahman, seneng banget bisa sama kamu seperti
ini. Aku sayang kamu” ucap Mella sambil menutup pintu rumahnya. Rahman hanya
diam mematung cukup lama didepan pintu rumahnya. Orkestra hatinya dimulai.
Seperti tak bisa berhenti, Rahman menuju motornya dengan orkestra hati yang
semakin berderu. Sepertinya ia tidak akan bisa tidur malam ini. Hanya karena
ucapan manis yang hampir setahun ia sudah tunggu. “Aku sayang kamu” diputar
kembali memorinya saat Mella mengucapkan itu. Bibirnya hanya mampu tersenyum
tanpa mampu berkata-kata.
***
Hari yang sangat indah mungkin hanya terjadi
kemarin, karena kemarin adalah dunia maya dalam dunia nyataku. Aku seperti
tidak ingin ada hari selain hari kemarin.
“Mella, ini aku punya mawar putih lagi buat kamu. Seneng kan”
senyum sumringah dari wajah Rahman saat memberikan setangkai mawar putih pada
Mella. Mella hanya melirik sinis. “Apaan sih lu? Norak tau ga” ucap Mella sinis
dan kemudian pergi meninggalkan Rahman. Rahman terkejut dan segera mengejar
pujaan hatinya. “Mell, ada apa? Kok kamu jadi kembali lagi? Mana Mella-ku yang
semalam?” ucap rahman sedikit serak. Mella berhenti mendadak, ia terkejut
dengan ucapan Rahman. “Lu gila ya? Kan 2 hari yang lalu kita putus. Semalem apa
juga? Gue baru balik dari Jogja tadi pagi. Jangan mimpi deh.” Ucap Mella kesal.
Namun Mella tetap diam dan tidak meninggalkan Rahman sendirian. Karena Mella
melihat wajah mantannya itu sangat sedih. Seperti habis kejatuhan benda yang
sangat keras. Rahman terdiam. “Lalu yang kemarin menemaniku siapa Mell?”
tanyanya dengan suara sangat pelan. Ada perasaan hancur di dalam lubuk hatinya.
Mella pun bingung, apa yang sedang dialami oleh Rahman? Mengapa ia merasa kalau
Mella telah berubah? Keduanya kebingungan.
Perasaan hatiku mulai memuncak. Memang tak
selamanya mendung itu kelabu. Aku mulai menghampiri kedua insan yang sedang
dilanda kebingungan. Mereka berdua terkejut dengan kehadiranku. Karena aku
adalah anak yang sederhana, berbeda dengan Mella. Aku juaranya dalam pelajaran
dan Mella juaranya dalam berpenampilan. Kami memang kuliah di kampus yang
berbeda, aku di kampus dalam naungan pemerintah sedangkan Mella di kampus
swasta. Dan kami tidak cukup dekat walau sebenarnya hubungan kami sangat dekat.
“maaf Mell, kemarin aku pinjem pacarmu. Karena aku sudah lama
menyimpan rasa padanya” setelah ucapan itu aku pergi meninggalkan mereka
berdua. Dengan ditemani air mata dan hati yang lega karena pangeranku sudah
mengertahui keberadaanku. Melly, saudara kembar Mella.
**END**