Pulang sekolah aku langsung mencari
angkutan umum untuk pulang. Jam kerja papa lebih lama dari jam sekolah aku,
jadi aku selalu pulang sendiri. Duduk paling pojok adalah posisi paling aku
suka. Disini aku dapat melihat banyak teman dan tersenyum bebas seperti artis.
Sekarang di posisi ini aku mencari sosok cowok, cowok tinggi yang memiliki
senyum yang tak dapat aku artikan. Angkutan semakin menjauh dari sekolah. Aku
terpaku dipojokan dengan kecewa karena sosok itu tak terlihat. Aku bersenandung
dalam hati selama perjalanan menuju rumah. Mengamati jalanan yang macet adalah makanan wajibku. Jakarta memang suram,
namun aku sudah ditakdirkan tinggal di sini jadi harus menerima semua ini apa
adanya.
***
“Gubrak” bunyi tasku cukup kencang
saat menyentuh meja belajar. Aku melempar tubuhku keranjang. Bayangan wajah Ichsan masih melekat di benakku.
Sepertinya bayangannya menggunakan lem paling mahal hingga bisa menempel sekuat
ini. Perlahan mataku terpejam dan
tenggelam dalam dunia mimpi.
“FAY…” suara yang memaksaku keluar
dari dunia mimpi.
“Iya mah..” suaraku terdengar sangat
berat, aku masih ngantuk!
“Cepat mandi, udah sore ini”
“Iya mah..”
Aku beranjak dari ranjang empukku. Berjalan lunglai dan meraih
handuk kemudian bergegas ke kamar mandi.
“Papa kok belum pulang mah?” tanyaku
selesai mandi.
“Tadi udah telfon, katanya ada
rapat.”
Aku hanya terdiam.
“Gimana tadi di sekolah?”lanjutnya.
“Ya gitu mah, tadi langsung belajar
kayak biasa” jawabku dan segera kabur ke kamar. Suara ribut mama di dapur
terdengar sampai kamarku, haduh mama. Aku melirik HP dan meraihnya. Aku
mengetik SMS untuk Deri. Aku ingin mencari
info tentang Ichsan dari Deri.
Deri ini adalah sahabatku, aku
baru tahu tadi siang ternyata Deri teman Didi sejak SMP. Aku memaksanya mencari info sedetail mungkin
tentang Ichsan. Walau tidak kenal namun Deri tahu Ichsan, biasalah cowok.
Mereka mudah sekali bergaul, aku cukup iri pada mereka. Deri cukup lama
membalas sms ku, aku tidak sabar dan langsung menelponnya. “Serius lu suka sama
Ichsan?” suaranya mengejutkan. Tumben
Deri menyapaku seperti ini.
“Apa sih Der? Bikin kaget aja”
“hehe sorry deh Fay, gue kira lu sukanya cowok yang
gantengnya kayak Kevin Aprillio”
“iihh beda kagum sama cinta, kalo
ganteng udah pasti banyak yang suka. Gue males ahh. Mendingan Ichsan, dia
lucu..”
“lu suka yang lucu? Didi aja, gue lebih kenal.”
“aduh Deri… lu tuh kayak belum
pernah jatuh cinta dehh.”
“iya iya.. malem-malem udah bawel
deh”
“Usahain yaa, gue Cuma mau Ichsan”
“gue Cuma mau lu”
“hah? Mulai deh resenya ..”
“haha iya, yaelah ni anak ketus bgt
sii. Pasti gue
bantu kok”
Kata-kata Deri membuat aku tenang, Deri memang
sahabat yang bisa diandalkan. Pasti malam ini
aku bisa tidur nyenyak..
***
Pagi kali ini aku memandang wajahku
di cermin cukup lama. Aku merasa selama ini aku sangat berantakan sebagai
perempuan. Rambutku yang biasa terurai, kali ini aku kuncir setengah. Yaa
lumayan rapi lah buat ketemu Ichsan, hehe. Aku juga menggosok bajuku sendiri dan menggunakan parfum lebih banyak dari
biasanya. Jatuh cinta itu membuat orang menjadi sangat sensitiv terhadap
hal-hal kecil.
Aku bergegas ke meja makan dan
menyantap masakan mama yang tak kalah lezat dengan masakan koki handal. Setelah
selesai sarapan, aku menghampiri mama dan berpamitan. Mama menatapku dengan
heran, aku hanya tersenyum lepas. Papa seperti biasa sedang asik minum teh di
teras depan.
“papa ayo berangkat!” aku menarik
tangan papa. Tanpa perlawanan papa pun masak ke dalam mobil dan melaju menuju
sekolah.
“tumben kamu semangat berangkat
sekolah..” papa mulai meledek.
“iya dong, kan aku belum ngerjain
PR, hehe” jawabku asal.
“dasar kamu, inget ya Fay. Kamu udah
kelas 3.” Wajah papa serius.
“iya pa, aku bercanda tau. Lagian
baru hari kedua, belum ada PR pa..” jawabku.
Papa diam sepanjang perjalanan,
sepertinya papa sangat khawatir dengan kelulusanku nanti. Aku pasti berusaha
pa! kami berdua hanya diam dan terbawa dalam fikiran
masing-masing. Suasana menjadi hening.
***
Sampai di sekolah, aku mencium
tangan papa dan segera beranjak menuju kelas. Aku terkejut. Kelas masih sepi.
Ya ampun Fay, ini benar-benar keajaiban, baru kali ini aku datang pagi. Aku
tertawa sendiri dan segera duduk. Setelah sekitar 5 menit Riri datang dan tersenyum padaku. “Lu keliatan
beda Fay” ucapnya dengan ramah. Aku hanya tersipu malu.
Jam sudah menunjukkan jam 7, namun Ichsan
belum juga datang. Pelajaran Bahasa Indonesia telah dimulai dan aku tidak
konsen. Aku menunggu kehadiran sosok cowok tinggi itu. Namun sudah hampir setengah jam aku menunggu sosok itu.
“Selamat pagi Bu..”
Tiba-tiba terdengar suara cowok
dengan nada kelelahan. Aku terkejut dan segera menatap ke arah pintu kelas.
Ichsan!
“Pagi” jawab Ibu Wina. Ichsan segera
masuk dan mencium tangan Ibu Wina.
“Kenapa kamu bisa terlambat ?” tanya
Ibu Wina dengan lembutnya.
“Macet Bu” jawabnya masih kelelahan.
Pasti dia lari sangat kencang tadi.
“ya sudah, duduk sana” perintah Ibu
Wina.
Ichsan segera duduk dan mengatur
nafasnya. Iya menengok ke arahku dan bibirnya bergerak mengatakan “ada minum
ga?” aku terdiam dan menggeleng. Dia mencari-cari orang yang membawa minum dan
akhirnya dapat. Aku sedikit lega.
“Fay?” tiba-tiba terdengar suara
disampingku.
“iya, kenapa Ri?” jawabku heran.
“Lu suka sama Ichsan ya?” tanyanya
cepat. Aku sangat terkejut dan mukaku memerah.
“Riri apaan si? Kok nanya kayak
gitu” jawabku sebisanya
“Jujur aja sama gue Fay..” Riri
terlihat memakasa. Aku hanya diam. Maafkan aku Riri, ini belum saatnya kamu
tahu. Aku masih belum siap, kenapa bisa aku seperti ini? Perasaan yang aneh,
aku belum tahu sifat dia, belum tahu asal usulnya tapi dengan mudahnya aku
merasakan desiran angin di hati ini saat melihatnya. Siapa yang bisa menolong
aku?
Bel istirahat mengejutkanku dari
lamunan panjang. Aku hanya duduk di kursiku.
“Bawa makan Fay?” tanya Riri. Aku
menggeleng “lagi ga laper Ri, lu
makan aja”.
“Gue ga bawa makan, ini mau kekantin
bareng Ika, mau ikut?” aku menggeleng dan mereka perlahan meninggalkan aku. Aku
menaruh kepalaku di meja,
memejamkan mata untuk menenangkan fikiran. Rasanya banyak benang kusut dikepalaku siang ini..
Tiba-tiba terasa ada yang duduk
disampingku, aku fikir Riri. Namun terlalu cepat ia kembali, aku mengangkat
kepalaku dan menatap orang disampingku. “DERI” ucapku lantang. Aku sangat
terkejut, kenapa tiba-tiba ia ada di sampingku? Deri hanya tersenyum
menjijikan. “Ngapain neng tiduran? Mau mimpiin Ichsan? haha” ledek Deri
membuatku makin pusing. “Apaan si Der? Kok bisa ada di sini?” tanyaku ketus.
“Iseng, tadi liat Riri ke kantin
tapi ga sama lu,
jadi gue langsung ke sini aja. Tumben di kelas, kenapa?”
“Andai aja lu cewek, udah gue peluk lu Der!”
“Sekarang? Kenapa engga?” Deri
membentangkan tangannya.
“Gila ah. Der, gue lagi pusing ni..
salah engga si kalo gue
suka sama Ichsan?”
“Kenapa emang? Baru sadar dia engga
ada bagusnya? haha”
“iih jahat banget sii, bukan gitu.
Kayaknya kecepetan aja”
“Makanya, kalo mau suka sama cowok
liat dulu semuanya, jangan maen asal demen”
“Deri, dia lucu. Beneran ni gue langsung suka
banget”
“Dasar anak kecil, udah jangan
kebanyakan mikir. Makan yuk..”
“Lagi engga laper Der, lu makan aja duluan”
“Ya udah terserah lu aja, gue ke kantin yaa”
Aku hanya mengangguk dan melihat
Deri menjauh, dia baik banget deh. Semoga aku bisa membalas semua kebaikan dia.
Meski kadang Deri ngeselin, namanya juga cowok beda sama
cewek. Beberapa menit kemudian Deri
menghampiri aku lagi sambil membawa roti.
“Ayo makan bareng..” teriaknya
lantang. Aku terdiam.
“Udah makan aja sana, gue engga
laper. Daritadi juga..” jawabku ketus
“Makan, kalo engga gue marah yaa”
Dengan terpaksa aku makan roti yang
dia bawa. Dasar anak yang keras kepala. Kalo sampe beneran engga dimakan pasti rotinya dibuang sama Deri. Kami
berdua makan roti bareng. Kalo orang yang engga kenal pasti mikirnya kita
pacaran, haha.
***
*to be continue