Terima kasih tuk luka
yang kau beri. Ku tak percaya kau tlah begini.
***
Aku melihatmu dengan pandangan bangga,
bahagia karena kamu telah mencapai cita-citamu yang dulu hanya semu. Siang
dengan matahari yang sangat terik tidak membuat kamu terlihat panas dan lelah,
kamu sang kapten yang hebat.
Awal aku melihat kamu di pojok kelas
sendirian, aku mulai tertarik. Walau masih di awal masuk sekolah menengah atas,
aku beranikan mengajakmu berkenalan sampai akhirnya kita dekat. Kamu orang yang
sangat minder, tidak berani mengeluarkan potensi padahal potensimu sangat
besar.
“Sebenearnya aku suka sekali main
basket, tapi aku tidak ingin bergabung dengan ekskul basket” katanya waktu itu.
“Kenapa? Aku pikir bakat kamu ada Feb” kataku mencoba menyemangati. Kamu tetap
saja minder, takut dan sebagainya. Aku yang merasa kasihan dengan keadaan kamu,
akhirnya aku mendaftarkan nama kamu di ekskul basket. Awalnya kamu sangat marah
namun akhirnya kamu mau mencobanya, aku sangat senang dengan kabar baik itu.
Satu tahun berteman baik akhirnya kita
menjalin hubungan lebih dari teman, sesuatu yang sangat menyenangkan. Dunia
seolah hanya milik kita. Bahkan saat kelas 2 posisi kamu sudah menjadi tim inti
ketika bertanding basket dengan sekolah lain. Aku sangat bahagia, sesekali kamu
mentraktir aku dengan uang hasil kemenangan kamu bertanding basket.
“Febri, uang hasil kemenangan kamu
kasih sedikit ke mama kamu yah” bujukku saat kamu mentraktir aku. Kamu selalu
menolak, kamu merasa mama kamu adalah wanita yang tidak pantas di perlakukan
dengan baik. Kamu selalu bilang mama kamu adalah perempuan murah yang rela
meninggalkan papa demi laki-laki lain yang lebih kaya. Segala usaha aku selalu
memaksamu untuk berbuat baik pada mamamu sampai akhirnya kamu luluh. Aku sangat
senang ketika kamu menggunakan setiap nasehat aku. Aku tak mampu memberikan sesuatu apapun padamu, hanya nasihat kebaikan
yang mampu aku berikan kepadamu.
Kini kita sudah masuk kelas 3, tanpa
di sangka kini kamu menjadi bintang di sekolah. Kamu menjadi kapten basket,
semua orang menyukai kamu. Aku senang sekali. “Nabila, terima kasih ya. Karena kamu aku bisa menjadi kapten, dan kamu
juga selalu menasehati aku untuk baik sama mama. Terima kasih kamu sudah
menjadi malaikat untuk aku.” Pujian yang sangat membanggakan, aku sangat
bahagia kamu menyebutku sebagai malaikat. Terdengar berlebihan untuk seorang
perempuan yang tidak pernah memberikan sesuatu apapun pada pacarnya, namun
pujian itu sangat tulus dan mampu membuatku menangis bahagia.
Sebagai kapten basket, kamu semakin
sibuk. Banyak sekali agenda kencan kita yang harus kita batalkan karena
kesibukan kamu. Aku mencoba mengikhlaskan dengan lapang dada. Sesekali kita
bertengkar karena kamu kelelahan dan melupakan janji. Sering sekali kita
berkelahi karena kamu mendadak membatalkan janji kita. Dan semenjak menjadi
kapten kamu berubah. Aku kamu paksa untuk sabar dan terbiasa ketika kamu di
kelilingi wanita-wanita cantik. Terlalu banyak wanita yang menyukai kamu dan
berlomba ingin dekat dengan kamu.
“Nabila maaf, hari ini aku tanding dan
kamu kayaknya ngga usah dateng deh. Daripada kamu nanti merasa aku cuekin
gara-gara aku ngurusin fans aku” ucap kamu sepulang sekolah. “Febri, aku in
pacar kamu..” ucapku dengan iba, namun aku hanya mampu mengangguk pasrah karena
kamu harus segera berangkat menuju lokasi.
Aku berada diantara penonton yang
berdesakan. Aku hanya ingin melihatnya bertanding, tidak lebih. Aku ingin
menyaksikan kekasihku, sang kapten yang gagah memenangkan lombanya. Ada
kebanggaan tersendiri di dalam diri aku untuk menyaksikan kemenangan kamu,
namun aku sangat terkejut ketika melihat seorang wanita yang segera memelukmu
sangat mesra seusai pertandingan. Siapa dia? Kamu juga dengan gamblang mencium
keningnya, memeluknya sangat erat.
Aku tak mampu untuk berdiam diri, aku
menghampirinya “Febri, siapa dia?”. “Nabila, kamu kenapa aa di sini? Eee...
dia.. dia..” kamu tidak mampu menyelesaikan kalimat kamu. Tak mampu aku menahan
air mata yang mentes dipipiku. “Kamu jahat Febri..” aku menangis sejadinya.
“Nabila tolong lah, aku ini sekarang di cintai banyak wanita. Masa salaah kalau
aku punya pacar lebih dari satu? Masih mending kamu tidak aku tinggalkan”
jawaban kamu sangat menusuk jantungku, aku meninggalkan kamu tanpa peduli lagi
apa pun tentang kamu.
***
Terima kasih tuk luka
yang kau beri. Ku tak percaya kau tlah begini.
END
nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)