Pagi hari ini awal aku masuk kelas 3
SMA, benakku tak sesegar embun pagi ini. Aku sudah selesai mandi dan memakai seragam namun penampilanku masih sama
dengan orang yang baru bangun tidur, sangat berantakan.
“Pagi sayang” sapa mama begitu aku
membuka pintu kamar. Aroma masakannya sangat menggodaku untuk segera duduk di
meja makan. Ketika aku menghampiri meja
makan, mama masih asik membereskan peralatan masaknyua didapur. Menggunakan
daster kesayangannya dan rambut yang terikat rapi.
“Pagi mah..” jawabku kemudian. Mama
masak ayam goreng
kesukaanku, aku tak sabar melahapnya masuk kedalam perutku. Segera kuhabiskan semua makanan yang ada dalam piringku. Setelah
aku selesai memuaskan nafsuku, aku celingukan “Papa mana mah ?” tanyaku. Mama
tetap asik di dapur, entah apa saja yang dia kerjakan. “Papamu di depan Fay,
dia sudah menunggumu daritadi” jawab mama sedikit samar. Aku beranjak dari
tempat dudukku dan menghampiri mama di dapur, “Aku berangkat mah..” aku mencium
tangannya.
Di teras rumah papa sedang asik
minum teh hangatnya, dengan pakaian
dinas rapi dan rambutnya yang tersisir rapi.
“ngga pake baju baru kamu?” kata-kata papa terdengar meledek, dasar papa. Aku adalah sasaran empuk buat papa ledek, karena aku
pasti kalah setiap berdebat dengan papa.
“Cuma pindah kelas pah, bukan pindah
sekolah..” nada suaraku menyebalkan.
“ayo berangkat, jangan ditekuk
mukanya, ntar ngga bisa nyari pacar ganteng kamu..” senyum dibibir papa
mengembang kemudian masuk kedalam mobil. Aku hanya diam merengut dan
menghampiri kursi disamping papa.
Sepanjang perjalanan papa bernyanyi
riang, papa memang
orang yang sangat periang dan humoris. Dalam lubuk hati aku sangat bersyukur
memiliki papa seperti dia, walau kadang bosan mendengar ledekan papa terhadap
aku namun aku sangat menyayangi papa yang apa adanya seperti
ini. Sekitar 15 menit kami sampai di parkiran
sekolah, entah mengapa aku grogi. Aku mencium tangan papa dan keluar mobil,
papa meyusul. Kami berjalan beriringan, papa masuk ke dalam kantor tata usaha
dan aku tetap berjalan sampai di depan kelas ipa 3. Aku mengintip kedalam
kelas, hanya beberapa yang aku kenal.
“Hai Fay, lu ipa 3 sekarang?”
suara itu mengejutkanku. Aku menengok
dan melihat sosok yang cukup aku kenal, Riri. Aku
tersenyum lalu mengangguk. Wajah Riri berbinar, aku menatapnya heran. “Udah
dapet temen satu meja?” terlalu cepat ia mengatakannya. Aku hanya menggeleng
pasrah, aku tahu selanjutnya dia akan berkata, “Mau bareng gue?” setelah
kata-kata ini benar keluar dari mulut Riri, aku hanya mengangguk lagi kemudian
tersenyum. Kami masuk kedalam kelas dan menemukan satu meja kosong kedua dari
belakang pojok.
Kenapa tidak di belakang saja?
Paling terbelakang, terpojok!
Ah Fay, cukup. Sudah kelas 3, harus
serius belajar! Aku sibuk memarahi diri sendiri. Riri menatapku aneh. Yah, dia baru satu menit
duduk di sebelahku dan dia sepertinya sudah dapat melihat keanehanku. Aku
tersenyum, garing! Riri membalas senyum dan mengeluarkan HPnya. Cukup lama dia
berkutik dengan HPnya dan aku membeku. “Lebih baik gue duduk sendiri”
kataku dalam hati.
Pelajaran pertama sudah mulai sejak
setengah jam yang lalu, pelajaran fisika namun guru tak juga datang, bosan!
Tapi ini lebih baik, aku memperhatikan orang-orang yang ada dikelasku. Cowok,
mereka selalu paling cepat dalam bergaul. Hanya dalam waktu singkat mereka
sudah heboh tentang pertandingan bola semalam, huh bola! Apa bagusnya sih?
Pak Dori datang tanpa dosa, satu jam
dia memakan gaji buta. “Pagi anak-anak” sapanya dengan lantang yang kemudian dijawab
kelas dengan serentak. Tanpa basa-basi dia langsung mencoret-coret papan tulis
dengan materi yang akan dipelajari selama satu tahun. Aku memandangi semua
coretan itu dengan sangat malas kemudian melirik Riri. Ya ampun, dia masih
SMSan, sama siapa sih? Aku membuka mulut namun terdengar desahan ejekan dari
meja disebelah kami “sstt.. sssttt..” aku tersentak menengok dengan mulut masih
terbuka. Riri jauh lebih tersentak, gerakan tangannya sangat cepat memasukkan
HPnya kedalam kolong meja. Cowok itu tertawa, bahagia sekali. Aku menutup mulut
dan menahan tawa. Riri memasang tatapan membunuh kepada cowok itu. Aku masih
senyum-senyum berusaha menahan tawa. Riri menatap papan tulis dan menyalinnya
kedalam buku catatannya. Aku melirik kearah cowok itu, dia masih senyum-senyum
bahagia dan menatapku. Deg!
Jantungku seperti berhenti berdetak, aku memalingkan wajah ke papan tulis. Hembusan
angin dari hatiku membuatku tak dapat menyerap apa yang aku lihat. Sial! Siapa
sih cowok itu? Kenapa senyuman itu membuat aku seperti ini? Aku kenapa? Langit
seperti jatuh dan menimpa kepalaku, pusing!
***
nb: ini cerbung, mau dilanjutin ga? hehe
please comment
or mention me on twit @vera_sewuri