Monday, April 29, 2013

Berbeda


            Menjadi mahasiswa ternyata sangat mengasyikkan. Aku masih semester awal namun aku sudah banyak teman. Bukan hanya teman satu angkatan, banyak kakak tingkat yang sering bertegur sapa layaknya teman seangkatan.

          “Heh bogel, tumben lu pagi-pagi udah dateng” tiba-tiba saja suara yang sudah tak asing di terdengar jelas di telinggaku. “Ah rese lu kak, gue kan emang rajin. haha” jawabku seadanya. “Gel, si Andien mana? Lu sekelas kan?” tanya sosok lelaki dihadapanku. “Meneketehe! Emang kalo sekelas harus bareng terus? Udah ah, gue masuk kelas dulu ya kak” jawabku sedikit kesal. 

          Kak Gery adalah salah satu kakak yang memang sudah akrab denganku. Selain Kak Gery ada lagi Kak Leo dan Kak Ray. Diantara mereka bertiga memang Kak Gery adalah sosok kakak yang lumayan menarik hatiku. Sedangkan Kak Leo adalah sosok kakak yang supel namun dia sudah punya calon istri. Kalau Kak Ray sudah tidak diragukan lagi ke Playboy-annya, hampir semua temanku dibuat jatuh hati.

          “Kak Leo, lagi ngerjain apa kak?” tanyaku saat melihat sosok lelaki berkulit putih dan berambut lurus di depanku. “Eh Yuni, ini lagi ada tugas dari Pak Gugun. Kamu udah selesai kuliah?” jawab lelaki berambut lurus. “Udahan nih kak, tapi banyak banget tugas jadi males pulang. Mau ngerjain dulu” kataku dengan lemas. “Yah namanya juga mahasiswa Yun, tugas mah jangan dibikin berat.” Kak Leo berusaha menyemangati, aku hanya tersenyum kemudian mulai mengerjakan lembaran demi lembaran tugas yang ada. 

          “Weits pada rajin amat nih, udah kayak anak dosen. haha” suara Kak Ray mengejutkanku dan Kak Leo. “Biarin lah dari pada lu rajin bikin nangis perawan, haha” sahut Kak Leo yang langsung disambut dengan tawaku. “Woy apaan nih rame-rame?” sapa Kak Gery tiba-tiba. Kedatangan Kak Gery membuatku senang, meski kini mereka bertiga membicarakan hal-hal yang aku tidak pahami.

          Sementara mereka bertiga ngobrol, aku melanjutkan tugas yang meraung-raung minta disentuh. “Ngerjain tugas dari Bu Rini lu ya?” tiba-tiba saja Kak Gery duduk disampingku. Degup jantungku mulai berlompatan. “Kok lu tau sih?” jawabku shok. “Iya tadi gue abis bantuin si Andien” jawabnya dengan senyum manis. “wah ajarin gue juga dong!” pintaku dengan penuh harap. “Ogah!” jawaban yang sangat mengecewakan. Kak Gery dan Kak Ray langsung pergi meninggalkan aku dan Kak Leo. Menyebalkan sekali, ternyata hanya tampilan fisik yang dinilai oleh Kak Gery. Aku kecewa.

          “Tugas apa sih Yun? Sini coba kakak liat” suara Kak Leo bagai salju di padang pasir. Aku dengan serius mendengarkan semua materi yang disampaikan Kak Leo. Ternyata Kak Leo sangat pintar dan baik sekali. Kak Leo tidak hanya melihat tampilan fisik, berbeda sekali dengan Kak Gery dan Kak Ray.

          Degup jantungku seolah berhenti berdetak saat membaca secarik kertas berwarna keemasan. “5 Mei 2013” ucapku lirih. Kak Leo akan segera menikah, cepat sekali rasanya. Rasanya baru kemarin aku menyadari adanya getaran yang lain di hatiku padanya. Rasanya baru kemarin aku menyadari sosok ini berbeda. Sosok Kakak yang selalu menolong tanpa membeda-bedakan. Sosok Kakak yang selalu menyebut namaku dengan benar, bukan dengan sebutan ‘bogel’. Semoga bahagia menyertaimu Kak.

END


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

Wednesday, April 17, 2013

Bukan Ramdhan

        Ternyata cinta yang sudah mendalam-pun bisa menjadi kandas. Problema cinta yang tak pernah dibayangkan oleh pasangan yang sudah menjalin kasih selama dua tahun. Email baru itu datang bagai bom yang meledakkan hati maupun jiwa Sarah, ia membaca email itu dengan teramat berhati-hati.

“Selamat malam Sarah, sebelumnya aku meminta maaf karena harus berbicara lewat tulisan ini. Aku ngga akan mungkin sanggup berbicara langsung sama kamu. Aku mau memutuskan hubungan kita, Sarah. Aku akan pergi ke kalimantan bersama keluarga aku, aku tinggal dan kerja disana. Aku ngga akan ke Jakarta lagi. Hubungan jarak jauh itu tidak akan mungkin sanggup kita lakukan bukan? Tidak ketemu lebih dari sebulan saja kamu sudah uring-uringan, hehe. Maaf ya Sarah, ini keputusan dari keluarga aku. Kamu kan yang selalu bilang bahwa keluarga adalah nomor 1. Sarah, sebelum aku pergi aku mau pesan, Jakarta itu sudah kotor. Terlalu banyak kejahatan. Aku harap kamu bisa jaga diri ya :) Jaga pakaian dan tingkah laku kamu, jangan sampai ada orang yang berniat jahat sama kamu. Jaga juga pergaulan kamu ya, jangan sampai kamu ikut-ikutan pergaulan bebas. Bagaimanapun, aku sayang kamu. Sekali lagi, maaf ya :’)” ~Ramdhan

          Pesan yang seketika memompa air mata Sarah. Sarah tak mampu lagi menahan tubuhnya, kini ia tergeletak dan berurai air mata. Hatinya hancur. Jiwanya runtuh. Hanya isak tangis yang tertinggal.

          Semenjak kejadian menyesakkan itu, Sarah tak mau mencoba menghubungi Ramdhan. Bukan karena Sarah mau mencoba melupakan namun Sarah tak sanggup jika harus mengetahui kabar dari Ramdhan, itu hanya akan membuat Sarah semakin rindu. Sarah kuliah dengan sangat giat, ia mengejar nilai terbaik. Semua temannya kagum namun ia tetap fokus, ia tak pernah berniat untuk bergaul dengan teman-teman kampusnya.

          Setelah 4 tahun, Sarah lulus dengan nilai terbaik. Banyak sekali lelaki yang mendekati Sarah namun Sarah selalu menolak. Setelah lulus Sarah segera bekerja di salah satu perusahaan. Perusahaan ini memiliki cabang di Kalimantan, sontak Sarah teringat kembali dengan Ramdhan. Sarah meminta untuk ditugaskan di Kalimantan dan keberuntungan memang milik Sarah, bossnya setuju dengan permintaan Sarah.

          Adanya sinar harapan itu membuat Sarah mencari informasi temapt kerja dan tempat tinggal Ramdhan, semuanya sangat mudah ia dapat karena Sarah kenal semua sahabat dan keluarga Ramdhan. Setelah dapat semua informasi, Sarah segera berangkat ke kalimantan.

          Didepan alamat rumah yang dituju, disitulah kaki Sarah sekarang berada. Ia terdiam, tidak maju maupun mundur. 4 tahun sudah kenangan itu tertinggal. Sarah mengembalikan seluruh memori itu, kenangan yang selalu saja terasa indah. Kenangan yang membuatnya semakin dewasa karena semua nasehat dari Ramdhan. Jiwanya yang semakin bersih, menjauhi segala pergaulan bebas yang sudah merebak di Jakarta. Sarah sudah menjadi wanita yang cantik fisik maupun batin, semua karena pesan dari Ramdhan yang selalu teringat di kepalanya dan hatinya.

          “Ting tong” suara bel itu akhirnya berbenyi setelah sekuat tenaga Sarah mengumpulkan keberaniannya. Beberapa menit sosok yang sangat dirindukan Sarah muncul tepat di depannya. Mereka berdua hanya saling pandang cukup lama. Sarah meneliti tiap detail wajah Ramdhan, wajahnya lusuh seperti baru bangun tidur namun tetap saja wajahnya terlihat memesona. “Hai Ramdhan, aku ganggu ya?” hanya itu kata-kata yang mampu dilontarkan Sarah.

          Wajah Ramdhan terlihat sangat panik, gerak tubuhnya seperti tak menginginkan adanya Sarah. “Sayang, siapa yang dateng?” suara seorang wanita merusak suasana yang sudah tercipta diantara Sarah dan Ramdhan. “Eh ini Sarah, kenalin” jawab Ramdhan sebisanya. “Hei, gue Lili pacarnya Ramdhan” sapa wanita disamping Ramdhan. Sarah tersenyum kecil dan menyalami “Sarah”.

          Mereka bertiga terdiam. “Ya udah sayang, aku mandi dulu yaa” kata Lili dan segera berlalu. Sarah memandang kosong wanita yang lihai berjalan masuk ke dalam rumah. “Maksudnya apa Dhan?” tanya Sarah tetap dalam pandangan kosong. “Maaf Sarah, aku memang sudah berubah” jawab Ramdhan pelan. “Kamu buat aku kecewa Dhan. Kalau aja kamu tahu. Aku belajar sekuat tenang buat siapa? Buat kamu. Aku nyari kerja sampai kesini buat siapa? Buat kamu. Dan aku masih sendiri buat siapa? Buat kamu. Tapi kamu sama sekali ngga inget aku Dhan. Aku sangat kecewa sama kamu. Sangat amat kecewa. Nikmatin aja pergaulan baru kamu itu Dhan, tapi aku akan tetap manjaga setiap detail nasihat kamu. Terima kasih.”

END


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)


BACA JUGA. KLIK! 

Diary She




          Billy, sejak hari itu handphone selalu bawa kemanapun aku pergi. Aku selalu menunggu kamu. Pesan singkat ataupun telepon. Apalah yang salah dari aku, Billy? Mengapa dunia menganggapku sudah gila? Mengapa mereka tidak mengerti sakitnya aku? Sakitnya aku yang merindumu.
        Billy, apakah disana kamu sudah melupakan aku? Tolong jangan jawab iya. Aku mohon Billy. Apakah aku harus pergi ketempatmu, hanya untuk melepas rasa rindu yang menyiksaku ini? Billy, katakan pada mereka bahwa aku ingin kamu kembali, kembali kepadaku. Kembali ke dalam peluk hangat kita.
        Tuhan, berilah kami waktu untuk merasakan cinta itu lagi. Berilah kami waktu sebentar saja. Aku butuh dia, Tuhan. Aku teramat sangat membutuhkan dia saat ini. Hanya dia, tidak lebih.
        Billy, siapa lagi yang akan membelaku nantinya. Aku butuh kamu yang selalu membelaku. Aku butuh kamu yang selalu membawaku ke sebuah rasa bahagia. Hanya kamu yang mampu mengajakku keluar dari pedihnya kehidupanku. Billy, mengapa kamu belum juga mengabariku? Kamu tidak menelpon ataupun mengirimkan pesan singkat. Billy, sepertinya aku sudah tidak mampu bertahan disini. Maaf Billy, aku tidak mau menurut lagi dengan dunia ini yang tidak sen\ang jika kita bersama. Maaf Billy, aku akan menyusul kamu.

Wanita itu berhenti menulis. Ia mngambil sebuah pisau tajam dan menggores nadinya berkali-kali sampai nadi itu terputus. Darah segar mengalir dan menodai kertas diarynya.

END


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

Sunday, April 14, 2013

Cinta pertama yang salah


          Hari pertama kuliah, rasanya dunia seperti tersenyum untukku. Bahagia sekali rasanya sudah tidak menggunakan seragam. Berangkat pun tak harus pagi buta, karena jadwal kuliah paling pagi jam 8 berbeda 1 jam setengah dengan waktu sekolah. Selain itu, saat kuliah ini ibuku sudah memperbolehkan aku mencari pacar.

            Hari ini jadwal kuliah jam 10 dan aku sudah berada di kampus sejak jam 9, maklum demam kampus. Kakiku melangkah tak tentu arah, menyusuri setiap sudut kampusku. Terduduk aku di salah satu kursi kantin kampus ini, mataku berkeliling mengamati setiap gerak-gerik mahasiswa. Tanpa sadar mataku telah terfokus pada salah seorang sosok yang sungguh memikat hati.

            Sosok itu memakai kaos panjang berwarna merah, membuat wajahnya terlihat sangat bersinar. Ditelinganya aku melihat ada kabel yang tersambung dengan hanphone ditangannya, ia terlihat sangat asyik dengan alunan lagu yang ia dengarkan sendiri. Tangannya seperti mengayun-ayun seolah dialah pemandu dari musik yang ia dengarkan. Bibirnya yang dibalut lipstik merah-pun terlihat komat-kamit mengikuti lirik lagu.

            Degup jantungku seolah menuntun kakiku untuk menghampiri sosok yang sedari tadi mengganggu fokusku. Semakin lama semakin dekat sampai akhirnya aku sudah berdiri di depannya. Wajahnya manatapku heran, aku melempar senyum dan memberi kode untuk ikut duduk bersamanya. Wajahnya semakin heran, namun salah satu alisnya naik dan seperti memberi kode untuk mempersilahkan aku untuk duduk.

            “Hei, nama gue hmm panggil aja gue Pris” kataku tanpa babibu lagi. Ia hanya tersenyum dan tetap asyik dengan musik yang mengalun di telinganya. Jarak yang semakin dekat membuatku semakin menikmati kecantikan yang dimiliki oleh sosok yang menggunakan kaos merah ini. Aku mencoba mencairkan suasana dengan memesan minuman.
            “Semester awal juga ya?” tanyaku sebisa mungkin namun ia hanya membalas dengan tersenyum dan mengangguk yang berarti “iya”. Aku menyeruput minumanku untuk membasahi kerongkonganku yang mulai terasa kering. Berbicara dengan seseorang yang menjawab dengan hanya gerakan tubuh ternyata cukup memusingkan. Aku memutar otak untuk bisa mendapat jawaban suara darinya.

            “Lagi dengerin lagu apa sih mba? Asik banget kayaknya” kataku dengan senyum semanis mungkin. Ia melepas salah satu earphonenya dan menyematkan di telinga kiriku. Musik dengan balutan rock mengalir di telingaku. Aku tersenyum getir. Wanita secantik ini suka dengan musik rock? Aku merasa gagal sebagai seorang pria. Oh ibu, apalagi yang harus aku lakukan untuk membuatnya berbicara?

            “Diem aja sih? Lagi sariawan ya? haha” aku mencoba mengajaknya bercanda. Ia tertawa, sangat manis namun tetap tak bersuara. “Kuliah jam berapa?” tanyaku yang sudah mulai putus asa. Ia mengangkat kedua tangannya dan membuka semua jarinya yang menunjukkan angka sepuluh. “Oh jam sepuluh, sama dong” kataku sudah mulai sangat putus asa.

            “Ya udah deh, gue mau kekelas dulu ya. Kapan-kapan kita ketemu lagi. Kayaknya gue jatuh cinta sama lu sejak pandangan pertama deh” oh ibu, mengapa engkau tidak mengajari aku cara untuk mendekati wanita. Sepertinya aku sudah salah karena mengucapkan kata-kata ini. Wanita didepanku menatap wajahku tajam, ia melepaskan kedua kabel yang tersemat di telinganya. Sosok itupun kini berdiri dan menatap aku dengan tatapan sinis. “emang lu kira eyke ini cewek apaan cyiin? Maen jatuh cinta aja, mending gue ama bos-bos tajir kalii daripada ama brondong kayak luu”. Sosok itu mulai melangkah pergi, jauh jauh dan semakin jauh. Oh ibu, rasanya tidak ada yang lebih menjijikan dibanding ditolak banci.


END


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)