Thursday, January 17, 2013

CINTA RUMIT

Segala urusan cinta itu rumit kawan, percayalah. Kalau ada puisi yang bilang jatuh cinta itu sederhana, aku orang pertama yang tidak setuju.

*** 

            Suasana lorong sekolah lenggang pagi itu. Satu dua siswa berdatangan dan berjalan santai tanpa peduli Pak Joko yang berkeringat mengepel lantai kelas. Berbeda dengan Rara, gadis berambut pendek dengan tas ransel hijau itu. Rara terduduk dikursi dekat lorong, mengangkat kedua kakinya dan menunggu Pak Joko selesai melaksanakan tugasnya.

            “Udah atuh neng, lewat aja” tegur caraka yang selalu memakai peci itu. Rara tersenyum ramah kemudian tertawa geli. “I just wanna wait this floor dry” jawab Rara dengan logat sunda. Pak Joko terdiam, mulutnya sedikit maju dan bola matanya berputar berkali-kali. Rara yang melihat kejadian lucu itu makin tertawa geli. “Aduh si eneng mah ngeledek bapak ini, bapak kan ngga makan kursi sekolahan. Ngga ngerti atuh bahasa yang neng omongin” jawab Pak Joko lugu sambil membenarkan pecinya. “Aku juga ngga makan kursi sekolahan kok pak, ngga doyan” ucap Rara dan segera pergi, takut dilempar kain pel.

            “Rara” sapa seorang cewek berambut panjang dan feminin. “Oi Jessy, tumben lu dateng pagi” ucap Rara sambil terus menaiki anak tangga. “Songong lu” jawab Jessy sambil manyun. Mereka memasuki ruang kelas yang masih sepi. Belum sempat Rara duduk dikursinya tiba-tiba saja Jessy teriak kencang “Beibyyy ......” sambil berlarian kearah pintu. Rara memperhatikan lelaki yang berdiri tegap didepan kelasnya ‘Keren banget’ ucap Rara dalam hati.

            Pelajaran fisika selalu membosankan Rara, ia mencorat-coret bukunya. “heh, segitu betenya lu ama Pak Shidiq” bisik Jessy. Rara tersenyum sinis. “eh, cowok yang tadi pagi siapa Jess?” tanya Rara ingin tahu. “Heiii, itu pacar aku. Udah jalan 2 bulan loh, huhu awet yah?” jawab Jessy jadi manja. Rara tersenyum geli namun sudut hatinya seperti tertusuk duri. Eh?

            “Hello, lu temen sekelasnya Jessy kan?” sapa cowok berambut polem didepannya. Rara seperti patung yang kehilangan nyawa, baru kali ini dia lihat cowok yang punya mata sangat memikat. “Eh? Iya..” jawab Rara sebisanya. “Hei, gue Aldy. Jessy ngambek ya sama gue?” kemudian mereka berbincang-bincang lama. Dari mulai Jessy yang ngambek karena Aldy lupa tanggal jadian, kebiasaan Jessy dikelas, sampai kehidupan Aldy dan Rara dirumah. Mereka berbicara banyak sampai lupa waktu. “Eh udah sore nih, gue mesti balik nih” Rara mengakhiri perbincangan, walau dalam hatinya masih inggin berlama-lama ngobrol dengan Aldy.

            Rara dan Aldy hampir setiap hari ngobrol bareng, kadang Jessy juga ikut. Api cinta dihati Rara semakin membara. Aldy tanpa mengerti apa yang ia rasakan, setiap harinya selalu senang bertemu dengan Rara. Hubungannya denga Jessy tetap harmonis namun Aldy mulai menyadari sesuatu, Aldy tidak mencintai Jessy.

            “Jess, aku harus ngomong sesuatu sama kamu” ucap Aldy tiba-tiba di teras rumah Jessy. “ngomong apa sih beiby?” jawab Jessy masih dengan senyum manisnya. “Aku rasa, kita ngga bisa lanjutin ini” Aldy sedikit berat mengucapkannya namun terdengar yakin. “Maksudnya?” Jessy kebingungan, sangat tidak siap dengan ucapan pacarnya. “Aku rasa perasaan aku ke kamu itu salah, aku ngga cinta sama kamu Jess. Aku Cuma suka sama kamu” Aldy semakin mantap namun sedikit luka melihat Jessy berurai air mata. “Aldy, suka perlahan akan jadi cinta. Aku yakin. Aku rela kok nunggu itu” Jessy berusaha tegar, mengusap air matanya. Aldy terdiam, cukup lama sampai hening tercipta. “Udah ngga ada yang bisa ditunggu Jess, aku udah nemuin sosok yang bisa membuat aku jatuh cinta. Cinta yang sebenarnya, yang belum pernah aku rasain. Terutama pas sama kamu” takut, tapi Aldy sudah memutuskannya. “Siapa?” tanya Jessy sinis. “Kamu ngga perlu tahu Jess” Aldy menatap Jessy lamat-lamat. “Aku akan ngelepasin kamu, walau berat banget. Tapi siapa wanita itu? Tolong biarkan aku tahu siapa wanita yang bisa membuat kamu jatuh cinta?” Jessy sekuat tenaga menahan air matanya. “Rara” Aldy menjawab singkat dan jelas. Sangat jelas sampai Jessy terisak. “Cowok macem apa kamu bisa jatuh cinta sama cewek kayak dia? Dia jauh banget dibanding aku. Tolong kamu jangan bercanda” Jessy terisak, air matanya semakin terpompa keluar. Sakit. Mereka berdua merasakan sakit.

            Disekolah Jessy tidak berbicara sedikitpun dengan Rara. Rara kebingungan, tidak mengerti dengan apa yang terjadi. “Jess, lu kenapa sih? Gue salah apa deh?” tanya Rara dengan wajah polosnya. “Ngga usah sok suci di depan gue ra! Gue ngga butuh temen kayak lu!” jawab Jessy ketus. Rara semakin binggung. Jam istirahat Rara memberanikan diri menghampiri Aldy untuk menanyakan kemarahan Jessy. “Aldy, cewek lu kenapa ya? Dia marah sama gue?” tanya Rara penasaran. Aldy terdian cukup lama, Rara menunggu. “Maaf ra, semuanya karena gue.” Jawab Aldy sebisanya. “Maksudnya? Gue ngga ngerti deh, apa urusannya ama gue coba?” Rara semakin penasaran. “Sulit ngejelasinnya, yang jelas gue udah putus sama Jessy” Aldy menarik nafas panjang, ia butuh sokongan oksigen yang lebih. Rara menatap Aldy heran, tidak percaya. “Oke. Gue tahu lu pasti ngga percaya sama gue ra. Tapi gue baru sadar kalo ternyata gue ngga sayang sama Jessy, gue Cuma suka dia karena dia cantik” Aldy menatap perempuan yang ia cintai. Rara terdiam, menunggu kejutan berikutnya dari mulut Aldy. “Gue baru tahu setelah gue ketemu cewek yang buat gue jatuh cinta” jawab Aldy sedikit ragu.

            Hening. Rara dan Aldy sama-sama kehabisan kata. “Gue salah nilai lu Al, lu ngga seperti yang gue bayangin. Gue ngga nyangka lu nyakitin perasaan temen gue kayak gini, dengan alasan yang sama sekali omong kosong!” Rara marah, ia kecewa dengan pernyataan lelaki yang diam-diam dia cintai ternyata hidung belang. “Apakah tetap omong kosong kalu gue bilang cewek itu adalah lu ra?” suara Aldy meninggi. Bola mata Rara membesar, ia seperti ditarik ke alam mimpi. Ini sangat gila. Rara lari meninggalkan Aldy, lari sangat kencang sampai ia tak tahu harus berhenti dimana.

            Sebulan berlalu mereka tidak saling bicara. Bertemu pun mereka akan buang muka, sungguh situasi yang sanggat tidak enak. Aldy yang membuat segalanya jadi seperti ini merasa harus menyelesaikan semuanya. Aldy menghampiri kelas Rara dan Jessy “Jess, gue mau ngomong” ucapnya. Meski berjarak, namun Rara dapat mendengar ucapan Aldy. Rara dengan membawa sebongkah nyali mencoba menghampiri mereka berdua. “Gue juga mau minta maaf sama lu Jess, sama lu juga Al” ucap Rara lirih. Jessy menatap Rara dan Aldy. “Lu berdua mau gue kayak apa lagi? Gue udah sangat sakit” jawab Jessy dengan mata nanar. Rara mengusap peluh. “Gue yang bikin lu sakit Jess, maaf” pinta Aldy tulus. “Dan lu Ra, gue” belum sempat Aldy menyelesaikan ucapannya, Rara memotong. “Lu berdua kenapa putus sih? Gue orang yang paling seneng ngeliat kalian, kalian itu cocok banget. Dan gue akan sangat seneng kalau bisa double date sama kalian” Rara tersenyum manis, senyum yang menyimpan kebohongan. “Double date?” ucap Jessy dan Aldy berbarengan, Rara makin tersenyum manis. “Oh, gue ikut seneng denger lu udah punya pacar Ra” kata Aldy sambil menatap sepatunya, ia tak mampu menghadapi kenyataan ini. “Iya Ra, gue juga seneng. Tapi gue dan Aldy emang udah putus, kita ngga bisa bareng lagi. Yah, sekarang mungkin gue mau bilang maaf juga ke kalian berdua. Gue udah maafin kalian kok” kata Jessy dan mereka bertiga tersenyum.

*** 

Aku benar kan kawan? Cinta itu rumit. Jadi, kalau belum dewasa jangan coba-coba jatuh cinta yaa.


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

LELAH

Lelah sekali rasanya melihat seseorang yang kita cinta memiliki kelakuan yang jauh dari harapan kita. Lelah.

*** 

            “Aku ngga suka lihat kamu pulang malam, minum-minuman. Kamu itu mau jadi apa?” pagi itu lagi dan lagi Sarah marah besar pada pacarnya, Zain. “Aku kinta maaf, semalem aku dipaksa sama temen-temen” jawab Zain sebisanya. Sarah tutup mulut, lama yang terdengar hanya deru nafas kencang. “Sarah, aku janji ngga akan ngulangin ini lagi” Zain mencoba meyakinkan wanita didepannya. Sarah tetap berdiri melihat Zain dengan pandangan kecewa. “Aku ngga butuh janji kamu yang terbawa angin Zain” secepat kilat Sarah mengambil langkah seribu, tidak peduli kekasih yang ia tinggalkan hanya mematung dan merasakan sakit yang teramat dalam di dasar hatinya.

            Seminggu mereka tidak saling berkomunikasi, setiap bertemu keduanya seperti tidak saling mengenal. “Sarah” panggil seorang perempuan mungil dengan dandanan ala artis. Yang dipanggil hanya menggerakkan kepalanya sedikit. “Lu lagi ada masalah sama temen gue?” tanya wanita mungil disampingnya. Sarah menghela nafas panjang “Bukan urusan lu” ucapnya sambil terus berlalu, tidak peduli yang ditinggalkan merasa dilecehkan. “Jelas ini urusan gue, Zain itu sohib gue” ucap wanita mungil itu sedikit berteriak. Sarah tetap berlalu seolah tidak ada yang mengajaknya berbincang. Masalah seperti ini memang bukan sekali dua kali untuk pasangan ini, namun yang Sarah benci adalah ke-sok tahuan teman-teman Zain. Mereka selalu saja ikut campur urusan pribadi Zain, berulang kali Sarah terang-terangan bilang kalau dia terganggu tapi tetap saja mereka sok tahu dan ingin tahu.

            Siang ini Sarah berniat menemui Zain untuk mengakhiri semuanya, Sarah sudah muak dan lelah dengan segala kelakuan pacarnya itu. Ketika sosok yang ia cari terlihat disudut kantin Sarah justru ragu lagi dan meninggalkan sosok itu. Sebagaimanapun bencinya ia terhadap Zain tetap saja Zain adalah orang yang mampu membuatnya bahagia, bahagia yang hakiki. Satu langkah lagi Sarah akan keluar dari kantin, satu tangan menarik ia untuk tetap. “Zain?” ucap Sarah kaku. Zain hanya tersenyum manis “apa kabar? Kamu kurusan, makan dulu yuk” tanpa menunggu jawaban dari Sarah ia segera menarik tangan Sarah dan menuntunnya ke kursinya.

            “Aku tadi memang ingin ketemu kamu” tiba-tiba Sarah memulai pembicaraan. Lelaki didepannya hanya diam, memperhatikan setiap detail wajah wanitanya. Sungguh ia sangat rindu pada wanita dihadapannya, wanita yang mampu membuat ia melupakan sejenak masalah dalam hidupnya. “Aku mau kita putus” ucap Sarah pelan namun terdengar jelas di telinga Zain. Pandangan Zain tiba-tiba buyar, tubuhnya seperti tidak memiliki energi lagi. “Tolong Sarah, aku kan sudah janji ngga akan melakukan ini lagi.” Frustasi, jawaban Zain sangat terdengar frustasi. Sekian banyak mereka marahan, baru kali ini Sarah mengucapkan kata itu. Kata yang sama sekali tidak diharapkannya.

            Lama waktu berputar di sudut kantin itu, mereka hanya terdiam. Terdengar deru nafas. Terdengar isakan. Terdengar kata-kata kekesalan. Mereka tetap diam seribu bahasa. Tidak ada yang berani memulai atau melanjutkan percakapan. “Kamu pasti tahu ini akan sangat berat buat aku” ucapan pelan dan menyesakkan dari Zain, Sarah mengangkat muka dan menatap wajah Zain yang penuh dengan peluh. “Maaf,  tapi aku sudah lelah” dengan isakan dan derai air mata Sarah mengakhiri percakapan mereka. Sarah pergi meninggalkan Zain yang lagi-lagi menyisakan luka.

            “Denger-denger sohib kita udah bebas nih dari aturan-aturan ngga penting dari cewek sok ratu” wanita mungil itu mengucapkan kalimat-kalimat dengan pandangan mengejek. “Maaf, gue ngga ada urusan sama lu” Sarah berusaha tenang menghadapi wanita mungil didepannya. “Wow, siapa lu berani banget ngelecehin gue? Dan sohib gue.” Wanita mungil itu semakin mengejek Sarah. “Gue udah bilang kalau gue ngga ada urusan sama lu” jawab Sarah mulai ketus dan mencoba meninggalkan wanita mungil didepannya. “Weits, jangan kabur dulu lu. Takut dihina? Kalo takut dihina jangan hidup lu” wanita itu menarik tangan Sarah, badannya yang mungil ternyata memiliki kekuatan yang cukup besar untuk menarik Sarah. Sarah terdiam. “Asal lu tau ya Ratu sejagat, lu sama Zain itu beda kasta!” ucap wanita mungil itu dengan ketus. Sarah tetap diam. “Minum sama pulang malem sih hal biasa coy buat kita, lu aja yang katro” wanita itu semakin semangat mencaci maki Sarah. “Jujur gue seneng lu bisa putus sama Zain” kini wanita mungil itu meninggalkan Sarah yang terisak pelan. Wanita itu sudah sangat puas melihat Sarah kesakitan dengan ucapan-ucapan kasarnya.

            “Sarah? Kamu kenapa?” diantara isak tangis Sarah, Zain datang dan  mengusap air mata mantannya. “Pergi Zain, aku ngga butuh kamu” jawab Sarah kasar. “Kamu mungkin ngga butuh aku, tapi aku sangat butuh kamu. Aku sayang sama kamu, lebih dari badanku sendiri. Kamu capek sama kelakuan aku? Aku ngga pernah capek nurutin semua kelakuan manja kamu. Kamu marah sama temen aku yang sok tahu? Aku ngga pernah marah sama temen kamu yang selalu merebut waktu kamu sama aku. Kamu marah sama aku yang selalu ingkar janji? Aku ngga pernah capek dengerin impian-impian kamu yang kadang membuat aku takut akan kemampuan untuk mengabulkannya” Zain berbicara lebih kepada dirinya sendiri, menguatkan hati bahwa wanita yang ia cinta ternyata sudah meninggalkannya. “Aku sayang kamu sarah. Ketika aku sayang, aku akan menerima kamu sepaket dengan segala kekurangan yang ada dalam diri kamu. Aku sayang kamu.” Zain hampir menangis, kemudian dia pergi. Kali ini sarah yang tertinggal dan menemukan luka.

*** 

Lelah bukan sesuatu yang tersimpan ketika kita mencintai seseorang, karena cinta tidak mengenal lelah. 


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

dunia dewasa


Hai dunia, apa kabar kamu?
Ternyata menjadi dewasa itu sungguh rumit, mengapa anak-anak sangat ingin cepat dewasa ya? Ah, dulu aku terlalu gigih berdoa sehingga aku terlalu cepat dewasa. Memangnya aku sudah dewasa? Enatahlah. Kini aku sudah di pusingkan dengan satu tema “skripsi”
Satu tema itu ternyata cukup membuat hari-harimu terasa lebih lambat berjalan. Kini aku mengalami fase ini, kawan. 

Harus aku cari dimanakah kamu? Aku mencarimu di sayur buatan mamaku, namun kau tak juga muncul *judul skripsi*

Yah, aku memang sedang berpetualang, kesana-kemari. Mendaki gunung, melewati lembah dan kadang mampir ke dalam gua hanya untuk sebuah judul. Sesuatu yah?

Judul skripsi itu nyarinya dimana sih? Nyari di kepala kok malah ketemu ketombe. -..-

Aku terus mencari, mencari dan mencari.

Kamu itu seperti obat yah, pait tapi harus diminum. *skripsi*

Pahitnya jalani hidup ketika sudah hampir puncak, angin berhembus makin kencang. Dikala rasa malasku dominan dan kabar baik (atau justru buruk?) dari kawan-kawanku yang sudah sukses menemukan jodohnya *judul skripsi*

Ah, kamu itu seperti lukisan abstrak. Membingungkan saat membuatnya, namun ketika sudah jadi pasti akan di pajang di galery. *skripsi*

Dunia, caramu mendewasakanku (mungkin juga manusia yang lainnya) sungguh ajaib. Kamu mengajarkan segalanya. Dari kesungguhan, ketelitian, kemauan, kesabaran bahkan sampai keubanan. #eh

Sudah ah dunia, aku mau kerumah tetangga sebelah dulu ya. Dia punya karung sampah yang besar, mungkin skripsi-ku terselip di sana. :D