Friday, June 22, 2012

Hanya TTM (6)


Jam istirahat dikelasku sudah heboh. Terjadi aksi saling lempar dan lari-lari semua cowok dikelas. Aku jadi pusing melihat semua ini. “Lagi ada ngapain sih?” teriakku. Yudha tertawa terbahak-bahak. Kali ini barang yang dijadikan bahan saling lempar berada ditangannya. “Wah Fay, lu mau tau engga tunangannya Ichsan? Nih ambil dompetnya” kata Yudha sambil melempar barang yang ada ditangannya ke arahku. Tanganku dingin saat menerima dompet itu. Apakah benar ini dompet Ichsan? Dan didalamnya ada foto tunangannya. Aku berusaha berekspresi meledek kearah Ichsan. “Ohh, gue buka yaaa” aku segera membuka dompetnya dan melihat ada foto wanita berbaju biru disana. Aku melihatnya sekilas dan menghadapkan ke arah yang lainnya. “ohh Ichsan sukanya cewek rambut panjang coyyy” teriakku yang langsung ditertawakan teman-teman cowok yang lain. Aku segera melemparnya lagi ke Didi. “Tuh liat temen lu seleranya bagus, masa lu kalah Di” kataku meledek sambil melirik ke arah Ichsan. Ia menatapku dengan pandangan yang berbeda. Tidak ada senyum ataupun tawa. Dia hanya diam seperti patung. Aksi saling lempar terus berlanjut dan aku pergi meninggalkan kelas.

Deri, Cuma dia yang ingin aku temui sekarang. Aku berlari menuju kelasnya. Sampai dikelasnya Deri sedang asik ngobrol dengan Shinta. Aku ingin mengurungkan niat namun Deri terlanjur melihatku. Ia segera menghampiriku yang masih sesak. “Lu kenapa Fay? Duduk sini” kata Deri sambil menarik kursi. “Sorry Der, gue jadi gangguin PDKT lu nih” kataku lemas. “Udah santai, gue udah cerita ke Shinta kalo lu sahabat gue kok. Gue juga bilang lu lagi jatuh cinta, tapi tenang.. gue ga bilang namanya kok” kata-kata Deri meredakan degup jantungku. “Der, Ichsan udah punya tunangan..” kataku hampir saja mengeluarkan air mata. “Hah? Kok lu udah tau?” jawab Deri shock. “maksud lu? Lu udah tau lebih dulu dari gue? Kok lu engga bilang sih Der? Lu jahat banget tau!” aku berdiri bermaksud untuk meninggalkan Deri. Namun Deri menarik tanganku. “Duduk dulu bisa engga? Lucu banget gue harus ngejar-ngejar lu yang lagi nagis begini. Gue bisa jelasin Fay” aku hanya menurut dan Deri mulai menjelaskan masalah yang ada.

 “Sebenernya gue kemaren mau kasih tau lu tentang masalah tunangan itu. Tapi gue fikir lu lagi sakit, pas gue telfon juga lu bilang masih sakit kan? Ya udah gue milih buat nunggu. Tapi gue engga nyangka lu bisa tau secepat ini. Gue juga engga tega Fay ngeliat lu kayak gini. Lu itu udah gue anggep sebagai adik gue. Jahat banget kalo gue biarin lu jatuh cinta sama orang yang salah. Kan dari kemaren juga gue udah bilang Fay, jangan banyak berharap.” Deri berbicara panjang lebar. Aku hanya menunduk dan menghapus perlahan air mataku. Deri diam akupun diam. Hatiku hancur mengetahui ini semua. Mengapa harus Ichsan, orang yang sejak awal membuatku berbunga namun hanya dalam hitungan detik dia mampu membuatku menangis tersedu seperti ini.

“Gue tau Fay ini berat. Tapi seperti yang gue bilang. Kalo lu mau suka sama orang, lu mesti tau seluk beluknya dulu. Jangan asal kalo suka. Sayang banget air mata lu itu.” Gue hanya mengangguk. Makasi banget Deri, aku engga tau harus apa kalo engga ada Deri. Aku tak mampu berbicara, bahkan bilang makasi untuk Deripun aku tak sanggup. Aku meredakan isakkanku, merapikan raut wajahku sampai tidak terlihat habis menangis. Baru aku bergegas ke kelas.

Dikelas aku hanya duduk dan menulis lirik-lirik lagu tidak jelas. Riri bertanya aku kenapa, namun aku hanya menggeleng. Kali ini jam Kimia, karena kacamata Riri tertinggal ia pindah ke kursi depan agar tulisan di papan tulis terlihat. Aku hanya duduk sendiri namun tanpa diundang Didi duduk dikursi Riri. Aku hanya melirik sebentar lalu melanjutkan menulis yang tidak jelas.
“Itu cewek jauh kok Fay, engga di Jakarta” kata Didi. Aku hanya diam. Sama sekali aku tidak ingin menjawab pernyataan dari Didi. Didi menatapku tajam. Aku hanya melirik dan memberi senyum tipis. “Lu abis nangis Fay?” tanya Didi cukup keras. Pak Dodi segera menegur Didi. “Didi, jangan banyak bicara. Catat yang benar” omelan Pak Dodi hanya disambut senyuman manis Didi. “Dasar anak bandel” pikirku. Didi merasa di cuekin olehku dan segera pindah lagi ketempat duduknya semula. Setelah Didi ada lagi saja yang duduk disampingku, aku hanya menoleh sekilas namun aku shock. “Lu kenapa Fay?” tanya Ichsan padaku. Iya, Ichsan yang kini duduk disampingku. Aku hanya menggeleng. “Gimana foto Dewi? Cantik engga?” tanyanya. Hati aku seperti dutusuk duri-duri kaktus. Sakit sekali. Aku hampir saja menangis namun ku mampu membendungnya. “Cantik” kataku singkat. Ichsan kemudian diam. “Kita Cuma pacaran Fay, bukan tunangan dan ...” belum selesai Ichsan memberi penjelasan aku segera memotongnya “bukan urusan gue san” kataku dan segera beranjak dari dudukku. “Pak,saya izin ke kamar mandi” kataku yang hanya dijawab anggukan kepala Pak Dodi. Entah apa yang akan aku lakukan di kamar mandi. Aku hanyaingin pergi dari situasi ini. Apa sih yang ada dalam fikiran Ichsan? Dia sangat menyiksaku dengan memperlakukanku seperti boneka.

***

Saat malam aku hanya duduk diteras depan dengan menikmati susu dan brownise ciptaan mama. Mataku menatap tinggi ke atas langit. Mencari celah jawaban akan kegundahan hatiku.
“Fay, lagi apa” SMS dari Ichsan lagi. Aku tak mau membalasnya. Namun jari-jariku bergerak sendiri. Entah siapa yang mengendalikannya.

“Lagi makan kue” jawabku singkat
“Asik dong. Hehe. Fay, gue mau minta maaf”
“buat?”
“entahlah, gue ngerasa salah aja sama lu.”
“Oh. Iya. Lu SMSan sama pacar lu aja lah. Ntar gue dikira ngerebut pacar orang lagi”
“Dia jauh Fay, dan engga bisa di SMS”
“Maksud?”
“Dia di pesantren. Engga boleh bawa HP”

Aku tidak membalas lagi. Benar saja kata Deri. Dia hanya menganggapku pelampiasan. Karena pacar tidak bisa di SMS bukan berarti aku bisa dijadikan perempuan penghibur. Cowok zaman sekarang kadang bertingkah seenaknya saja. Sudahlah aku malas.

Aku masuk ke dalam rumah, mama menatapku seperti patung namun aku tetap berlalu menuju kamar. Salah jatuh cinta memang membuat orang menjadi tidak sehat.

***

Seminggu setelah kejadian itu, aku seperti bermusuhan dengan Ichsan. Aku merasa terhina dengan perlakuannya. Hampir seisi kelas mengetahui tragedi ini, karena aku yang cukup dikenal jadi jika ada gosip sedikit pasti cepat menyebar. Biasanya Didi yang rutin mengajakku ngobrol, aku menanggapi dengan baik jika obrolan kita banyak tentang musik atau gosip kelas IPA. Namun ketika sudah membahas Ichsan, aku segera mengalihkan ke topik yang lain. Kali ini Didi meminta tukeran duduk dengan Riri, Riri hanya menurut daripada kena di kerjai oleh Didi dan kawan-kawan.

“Fay, lu tau engga gosip terbaru?”
“Apaan?”
“Ada yang baru putus loh, wah lu pasti seneng deh dapet berita ini” aku hanya mendengarkan dengan mata berbinar.
“Iya Fay, ini orang pacaran udah lama. Tapi akhirnya putus juga. Sebenernya sih ni orang juga lagi deket sama orang. Tapi orangnya kayak jaga jarak gitu. Sekarang udah putus berarti mereka bisa deket lagi dong Fay, hehe”
“Iya di, bener banget. Wah bisa dapet PeJe nih. Asik. Eh, siapa si?” tanyaku
“Tuh si Ichsan” jawaban Didi membuatku diam. Sial aku dikerjai, tapi biarlah. Berita apapun dari Ichsan aku tidak mau peduli lagi. Tak sengaja aku menengok ke arah Ichsan, dia sedang menatapku lama. Aku terpaku. Wajahnya yang sejuk menentramkanku. Segera ku tepis tatapan itu dan fokus belajar lagi namun gagal. Didi terlanjur membuatku gundah. “Lu masih ada kesempatan Fay, engga ada salahnya kok buat dicoba” kata Didi sambil berlalu. Riri kembali duduk disampingku. Sepertinya Riri tidak ingin banyak tahu tentang masalahku, aku memang cukup pendiam.

Pelajaran fisika yang seharusnya berjalan tidak dapat terlaksana, alhasil kami hanya bercanda-canda tak jelas. Aku lebih memilih diam dikursiku sambil main game di Hp-ku. Riri menghampiri Ika dan asik ngobrol, tak sadar dari tadi ada yang sedang duduk disampingku.

“Lagi seru ya main gamenya?” tanya Ichsan basa-basi. Aku hanya diam. Permainanku jadi payah 
dan langsung game over.
“Fay, gue mau minta maaf. Lu pasti udah denger dari Didi kan kalo gue udah putus? Gue tau kalo gue jahat banget sama lu waktu itu, lu pasti ngerasa Cuma sebagai pelampiasan. Tapi engga gitu faktanya Fay, gue emang ngerasa deket sama lu. Buat Dewi, dia itu Cuma status aja sama gue. Engga lebih.” Ichsan berusaha menjelaskan panjang lebar. Aku hanya diam. Cuma status tapi fotonya dibawa kemana-mana? Aku bukan orang bodoh yang bisa terbuai dimakan cinta. Ichsan terus menjelaskan kepadaku bagaimana hubungannya dengan Dewi. Sampai akhirnya jam pulang berbunyi. Aku masih diberi keterangan yang sangat tidak aku butuhkan dari Ichsan. “Lu mau ngapain sih san? Mau bikin sahabat gue nagis lagi” bentak Deri tiba-tiba. Aku hanya melihat kejadian ini dengan terpaku. Mereka berdua hampir berkelahi hebat namun Didi berhasil membuat mereka tidak melanjutkan aksinya. Aku lari pulang tanpa menoleh lagi. Aku hampir gila dengan masalah ini. Namun hatiku menjadi lega dengan penjelasan Ichsan. Berarti dia masih peduli padaku, hatiku mulai sedikit tertarik kembali.

***

Entah bagaimana, setelah penjelasan panjang lebar dari Ichsan. Aku jadi kembali lagi memujanya, bahkan rasa sayang yang ada semakin besar. Aku setiap hari SMS-an. Kadang menemaninya bermain futsal, dan jalan bareng. Semua ini sebenarnya tidak disetujui oleh Deri. Tapi aku tak mampu memendam rasa ini, seperti apapun sakit hatinya aku dulu tak mampu membuatku membenci Ichsan. Kini Deri juga sudah resmi pacaran sama Shinta, sudah jarang aku curhat karena menjaga perasaan Shinta juga.

Mama sudah kenal dengan Ichsan, dan mama juga suka. Katanya Ichsan anak yang manis. Wah senangnya. Namun kita belum punya hubungan yang resmi, walau aku dan Ichsan sama-sama saling sayang. Kadang banyak yang menanyakan status aku dengan Ichsan, aku hnaya menjawabnya dengan senyum.

***

#belum dilanjutin lagi dan udah ngga pengen# 



nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

Hanya TTM (5)


Pulang sekolah aku tidak tertarik dengan apa pun yang ada di sekolah, segala jiwa dan raga aku hanya ingin pulang. Sampai rumah pun aku hanya ingin menangis, air mata ini tak mampu terbendung lagi. Aku sendiri bingung kenapa aku harus menangis?

Dering hp mengejutkanku, ternyata Deri menelfon. Sesegera mungkin aku menarik nafas panjang dan mengusap semua air mata ku.
“kenapa Der?” untunglah suaraku tidak terdengar serak.
“kayak setan deh, tiba-tiba ilang gitu tadi”
“iya, masih ga enak aja tadi perutnya. Cuma itu aja?”
“ya udah deh, tadinya pengen cerita juga. Tapi kapan-kapan aja. bye”
Nada telfon terputus berdengung di telingaku. Kok Deri aneh ya? Haduh kenapa semua jadi tambah ribet begini?

Setelah selesai mandi aku menghampiri mama, seperti biasa mama sedang asik memasak didapur. Sepertinya mama orang yang tepat untuk ku ajak curhat.
“Mah, jatuh cinta pada pandangan pertama itu salah engga sih?” tanyaku to the point.
Mama tersenyum meledek, aku hanya manyun.
“Kamu lagi jatuh cinta?” tanya mama sambil melirik menggoda ke arahku.
“Engga tau mah, masih bingung. Perasaannya aneh aja, aku belum kenal banget masa udah jatuh cinta” jawabku serius.

Mama mulai mendekatiku dan menatap mataku fokus. “Mungkin itu cinta, tapi bukan berarti kamu harus melanjutkannya jika dia bukan orang yang tepat” kata mama lembut. Mama itu terbuat dari apa ya? Keren banget deh, aku langsung tenang mendengar kata-katanya.
“jadi aku harus gimana mah?” tanyaku lagi. Tak akan aku sia-siakan moment pernting curhat bareng mama.  

“Kamu cari tahu dulu, dia sifatnya gimana? Udah  punya pacar belum? Apa dia punya perasaan yang sama sama kamu? Kalau semuanya udah terjawab baru kamu tentuin, dia layak untuk kamu cintai atau engga” kata-kata mama membuatku semangat seketika. Aku tersenyum pada mama dan mengucapkan terima kasih. Aku ingin beranjak dan menuju kamar, namun langkahku terhenti oleh teriakan mama.

“Jangan lupa Fay, kamu udah kelas 3. Fokus belajar buat lulus dan masuk PTN ya”
Aku menjawab dengan teriakan lantang “Siap mahh” sambil berlalu meninggalkan mama yang akan melanjutkan masaknya.

***

Malam hari aku menemani papa nonton TV, sekedar refreshing dari kejenuhan tadi siang. Handphoneku berdering tanda SMS masuk.
“Malem anaknya Pak Tian”
Wah panjang umur. Baru tadi dicurhatin ke mama, eh orangnya langsung SMS. Senyum sumringah segera menghampiri wajahku.
“Malem, dasar tukang ngeledek. Ada apaan SMS jam segini?”
“Iseng aja, haha. Lagi kesepian nih gue.”
“Asik pria kesepian, haha”
“Kok jadi lagu Sheila on 7 sih”
“kan gue fans berat Sheila on 7”
“Wah, pas SD juga gue suka tuh”
“Gue dari SD sampe sekarang. Haha. Gue sih setia jadi nyari yang setia juga”
SMS-ku tak dibalas lagi. Mungkin sudah tidur. Aku terlalu fakus SMS-an samapai tidak saar bahwa sejak tadi papa dan mama sedang membicarakan aku.

“Udah gede ternyata ya mah anak kita” kata papa. Aku shock, segera kulirik papa dan mama. Mereka hanya tersenyum meledek. Aku kabur ke kamar dan menelfon Deri. Namun telfonku tidak dijawab. “Mungkin sudah tidur” fikirku.

***

nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

Hanya TTM (4)


Sejak jam masuk setelah istirahat aku hanya diam membeku. Waktu perlahan berjalan seiring lamunan panjangku, tanpa sadar waktu pulang sekolah telah tiba. Aku membereskan buku dengan gontai. Fikiranku entah terbang kemana, aku hanya mampu diam dengan semua ini. 

Ketika aku berjalan keluar kelas, langkahku tertahan dengan seseorang yang berdiri di depan pintu kelas. “misi sebentar yaa” ucapku lemas tanpa melihat orang tersebut. “iya tuan putri, hehehe” mendengar suara itu reflex aku menatap orang itu, astaga Ichsan ..
“lemes bgt si? Lagi dapet ya?” Ichsan meledek, tumben dia sendirian tanpa Didi.
“apa si lu? Gue lagi badmood aja kok” jawabku sedikit ketus.
“ohh gt, kok sendirian?”
“lagi pengen aja, udah ya gue duluan”
“eh sebentar, gue lagi di kerjain temen gue nih. Hp gue ga tau ada dimana. Boleh pinjem hp lu ga buat miscall?”
“ya udah nih” setelah aku memberikan hp aku dan dia mencaba menghubungi hpnya, akhirnya 
Didi muncul dengan muka menahan tawa.
“Ichsan, sadar juga hp ga ada. makanya jangan sembarangan naro”
“haahh dasar, gue udah panik bgt tau” jawab Ichsan sambil mengembalikan hp aku. Mereka terus saja tertawa bersama, aku merasa tidak ada gunanya lagi aku ada disana maka aku pun segera pulang tanpa pamit. Jalanku masih gontai sampai tidak menyadari ada Deri di depan gerbang. “Fay, masih lemes aja?” sapa Deri mengejutkan. “eh Der, biasa lagi sakit bulanan. hehe” jawabku sebisanya. “bareng yuk, motor gue kosong ni” ajak Deri. “ga usah Der, mending lu ajak Shinta sana biar makin deket” aku menolak.
“PDKT mah bisa kapan aja, lu itu lemes bgt. Ntar kenapa-kenapa gue lagi yang disalahin bapak Lian. haha”
“udah deh, ntar Shinta mikirnya lain loh. Dia bisa aja malah jauhin lu”
“naik kalo ga gue ga pulang”
“terserahlah” akupun naik ke motornya. Sebelum motor Deri sempat melaju, tiba-tiba Ichsan dan Didi ada disebelah kami. Mereka naik motor berdua.
“Der, mau kemana? Cewe lu doang yang diajak, ajak kita juga lahh” ledek Didi. Spontan mukaku memerah padam. Kata-kata Didi membuat aku beku, aku tak sanggup menatap Ichsan maupun Didi.
“ehh jangan fitnah deh, sahabat gue ni lagi sakit tau. Mau gue anter pulang, daripada gue yang kena omel sama bapaknya itu tuh, hehe” Deri menjawab sekenanya dan segera melaju pulang. Dalam hati aku bersyukur, Deri memilih jalan yang berbeda dengan jalan mereka. “udah ga usah dipikirin omongan si Didi, dia emang suka iseng”
“iya gue tau” jawabku singkat dan kami membeku selama perjalanan.

***

Pukul 10 malam tiba-tiba hp ku berdering, tumben sekali ada yang sms aku jam segini.
“hai, sakit apa?”
“siapa ya?”
“orang yang tadi lu tolong”
“siapa si? Ichsan?”
“seratuss”
“kok ga seribu? hehe”
lu sakit apa?”
“oh ga kok, biasa cewe. Sakit bulanan”
“aneh-aneh aja, sakit ko di jadwalin. Besok masuk kan?”
“iya, kenapa emang?”
“gpp, takutnya ga masuk aja. Sayang kan ada kuis matematika”
“gila, gue lupa. Aduh, matematika gue kan ga bagus..”
“yang penting sebelah lu bisa Fay, haha”
“bener juga, haha. eh dapet nomer gue darimana deh?”
“kan tadi gue pinjem buat miscall, oh iya belum sempet bilang makasi”
“ohh.. santai aja sama gue mah., hehe”

Sms berakhir, nafasku tak terkontrol. Degup jantung berlomba sehingga matapun tak mampu terpejam. Tak dapat aku pungkiri, aku bahagia. Segera aku sms Deri..
“Deriiiii, udah tidur? Gue punya berita bagus. Besok ke kelas yaa”
Setelah aku tunggu namun tak ada balasan, aku mencoba untuk tertidur.

***

Jam istirahat tiba, aku hanya duduk di dalam kelas menanti Deri. Tapi Deri terasa lama sekali tidak muncul, hatiku sudah membuncah ingin bercerita. Tiba-tiba ada yang menghampiriku, hampir tidak percaya namun ini benar. Dia Ichsan.
“kok sendirian?”
“mmm.. ga kok eh maksudnya lagi nunggu orang”
“Riri? Emang dia kemana?”
“bukan, mmm”
“woy Fay, ada apaan semalem sms? Tumben gue di undang ke kelas” Deri tiba tepat waktu.
“iiihh apa sih, biasa aja tau” jawabku
“oh dari tadi nunggu Deri, ya udah gue ga mau ganggu. Kekantin dulu ya Fay, Der” Ichsan pergi dan meninggalkan aku berdua dengan Deri. Sebenarnya aku ingin lebih lama bersama dia, tapi aku lebih ingin bercerita ke Deri..
“woy.. ada apa si? Gue Cuma disuruh liatin lu pacaran sama Ichsan? Capek bgt deh”
“ehh ga gitu Der, semalem dia sms gue. Nih baca smsnya..” aku memberikan hp aku ke Deri dan Deripun segera membaca sms Ichsan dengan serius.
“oohh gitu doang?”
“iih jangan gitu tanggepannya, yang heboh dong”
“biasa Fay, jangan berlebihan. Lu tuh ngarep bgt sih”
“apa sih Der? Kok lu malah ketus gitu gue seneng? Emang salah?”
“salah, kemaren gue kumpul sama temen-temen gue. Ada Didi sama Ichsan juga. Didi ga sengaja baca sms lu masalah si Ichsan itu. Takutnya si itu yang ngebuat Ichsan sms lu semalem”
“Der. Serius? Jadi mereka tau gue naksir Ichsan?”
“maaf Fay, menurut gue sih gitu”
“trus? Gue harus gimana?”
“berdoa semoga Ichsan balas naksir lu beneran ya, bukan karena yang lain”
“yang lain?”
“iya karena pelampiasan atau apa gitu, udah berdoa aja yang terbaik. Gue ke kelas ya, mau pdkt sama permaisuri gue

Deri meninggalkan aku dengan perasaan campur aduk. Entah apa maunya hati ini. aku sama sekali tidak mampu berfikir jernih. Kepalaku seakan berputar.

***


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)