Saturday, February 25, 2012

ribetnya cewek

"heh. udah berani bohong ya kamu"

"hah? bohong apa sih?"

"siapa tuh yg sms kamu?"

"siapa? yg sms aku mah bnyk"

"tuh kan"

"lah? ya tmn aku kan bnyk"

"tuh ada sms dari cewek"

"oh itu temen kok"

"temen apa demen?"

"temen doang"

"jujur aja sih. aku mendingan kamu jujur daripada bohong"

"beneran temen"

"bohong"

"masa kamu ga percaya?"

"engga"

"hmm ya udah deh aku jujur"

"apa? hah?"

"iya aku suka sama cewek itu"

"tuh kan kamu jahat bgt"

"lah tadi katanya suruh jujur"

"iya ya? terus aku ga boleh marah kalo kyk gini?"

"bohong salah jujur salah"

"namanya juga cewek"



nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

Hadiah terindah


Hari ini adalah ulang tahun Chika yang ke 8. Amel sebagai kakaknya ingin memberikan sesuatu yang spesial. Sayangnya sampai saat ini Amel belum juga mendapat ide akan memberikan apa.

“Mama!! Pasti mama tahu apa yang harus aku kasih kepada Chika!!” ucap Amel spontan kepada dirinya sendiri. Dia segera bergegas menuju kamar mamanya. Belum sempat Amel mengetuk kamar mama, Amel mendengar percakapan mama dengan Chika.
“Memangnya kenapa Chika??” ucap mama.

“Chika kan mau tempat yang luas kalau main sama teman-teman. Kalau ada kak Amel jadi engga bebas” jawab Chika.

“Tapi kan mama engga punya kamar lagi buat kak Amel” ucapan mama yang kemudian suasana menjadi hening. Amel yang mendengar percakapan ini langsung berlari keluar. Amel berusaha tidak menumpahkan air matanya yang sudah terbendung hebat.

***

Ketika sore tiba dan Chika sedang bermain dengan teman-temannya, Amel menghampiri mama yang sedang masak di dapur.

“Mah, Amel pindah ke kamar bibi aja” kata Amel tiba-tiba.

“Kenapa??” tanya mama kaget.

“Chika kan pengen kamar yang luas, biar ini jadi hadiah ulang tahunnya” hampir saja Amel menangis di depan mamanya.

“Sudah jangan di pikirkan. Kamu main saja sana..” kata mama sambil mendorong pelan tubuh Amel yang rapuh.

***

Mama dengan bibi merapikan kamar Amel dan Chika. Mama menaruh lemari panjang milik Chika sebagai pembatas tempat tidur mereka berdua. Sekarang tampak seperti ada dua kamar yang di batasi lemari. Sengaja di buat kamar Chika lebih lebar.

“Chika tutup mata dulu yaa” kata mama sambil menutup mata Chika dengan kain. Amel yang tidak tahu apa-apa hanya mengikuti saja apa yang di perintahkan oleh mama.

“Kita mau kemana sih ma?” tanya Chika penasaran.

“Ini mau kasih hadiah dari kakak kamu” ucap mama sambil tersenyum kepada Amel. Amel menatap mama dengan pandangan bingung.
Setelah sampai di depan kamar Amel terkejut sekaligus senang. Ini bukan hanya kejutan buat Chika namun juga buat Amel.

“TARAAAAAAAA” kata mama sambil membuka kain dimata Chika.

Chika sangat terkejut. “Makasi mama...” kata Chika sambil memeluk mama.

“Ini bukan dari mama tapi ini permintaan kak Amel. Tadinya kak Amel malah mau tidur di kamar bibi loh. Liat aja kamar kak Amel lebih kecil supaya Chika bisa punya kamar yang luar dan engga terganggu” kata mama panjang lebar.

“Kak Amel... Makasi banget ya kak...” kata Chika dengan meneteskan air mata dan memeluk kakaknya.

“Makasi kak buat hadiah terindahnya..” sambil terisak Chika terus memeluk kakaknya.



nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

JAHIL


Dikala pagi hari nan indah di sebuah taman kota terlihat sekelompok anak taman kanak-kanak sedang bermain bersama. Doni yang asik bermain pasir terkejut mendapati Chika terjatuh dari ayunannya.

“Chika!!” teriak Doni dan segera bangkit menolongnya. Roni, Andi dan Amel segera menghampiri dengan muka cemas.

“Chika kamu kok bisa terjatuh begitu??” tanya Amel dengan cemas. Chika masih diam saja. Menunduk dengan muka memerah, entah malu atau sedih.

“Pasti Doni yang jahil!!” teriak Roni lantang menuduh Doni yang tidak tahu apa-apa. Wajah Doni memerah padam, hampir mendorong Roni namun urung.

“Ah Doni tidak akan jahil kalau tidak Chika duluan yang mulai..” potong Andi. Chika yang menjadi bahan perdebatan malah diam seribu bahasa.

“Chika!! Kamu aku tanya kok diam saja sih?? Ini lagi cowok-cowok malah pada debat. Tanya aja langsung sama Chika..” omelan Amel meluncur tak bisa berhenti. Setelah sekian lama membisu akhirnya Chika membuka mulut.

“Sudah sudah..” kata Chika.

Semua mata menatapnya tajam, Chika perlahan mengangkat wajahnya yang sejak tadi tertunduk. Perlahan namun pasti deretan gigi mungil dan rapi terlihat jelas.

“KENA TIPUUUU....” teriak Chika sambil lari meninggalkan kawan-kawannya yang sedang kesal. Semuanya berlarian dan tawa lepas mereka memeriahkan suasana pagi ini. Selamat pagi..


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)

Friday, February 24, 2012

CUKUP BENCI SIFATNYA



Hei kawan-kawan yang sangat manis senyumnya, aku ingin berbagi mengenai perasaan benci. Terkadang kita terperangkap dengan jahatnya perasaan benci. Benci ini benci itu hingga semua orang kita benci, bah! Apakah tidak ada di dunia ini yang berbuat baik hingga kita harus membenci semua orang. Ini dia kesalahan atau keterperangkap kita dalam lembah kebencian. Ada seseorang yang pernah bilang padaku kalau benci itu jangan kepada orangnya, cukup benci sifatnya karena setiap kita tidak ada yang sempurna. Coba renungkan, cukup benci sifatnya. Memang benar, dalam kehidupan sehari-hari kita pasti sering menemukan, melihat orang-orang yang menyebalkan-tidak sejalan dengan mau kita. Toh bumi ini bukan milik kita saja, bumi ini milik orang banyak. Jadi apakah harus semua orang yang di hadapan kita itu berlaku sesuai keinginan kita? Egois sekali ya..

Pada dasarnya setiap kita menginginkan di puji atau di akui kehebatannya, namun sering kali pribahasa semut di seberang lautan kelihatan sedangkan gajah di pelupuk mata tidak kelihatan. Maka dari itu kita lebih senang atau lebih mudah melihat keburukan orang lain daripada diri kita sendiri. Boleh jadi orang yang kita benci ternyata memiliki sifat yang lebih baik daripada kita di bidang lain.

Sekarang langsung saja pada kisah nyata seorang kawanku. Seorang yang sangat membingungkan, kuliah kadang tidak masuk dengan alasan yang tidak jelas, di beri tugas sulit untuk mengerjakannya. Lantas apakah kita dengan sombong membencinya? Memangnya kita tahu apa sebenarnya yang dia lakukan sehingga dia tidak masuk kuliah atau tidak mengerjakan tugas? Boleh jadi dia memiliki tugas yang sangat berat di rumahnya atau di suatu tempat yang kita tidak pernah tahu. Dan ternyata dalam satu mata kuliah, kawanku yang satu ini layaknya super hero. Semua bahan praktikum sejak awal sampai akhir perkuliahan dia yang selalu membawa untuk satu kelas. Bayangkan saat dia benar-benar tidak bisa membeli bahan praktikum? Semua isi kelas bingung harus berbuat apa. Dalam hal ini kita sangat-sangat payah dibanding kawanku yang satu ini kan? Untuk bahan praktikum 1 kelompok dalam 1 hari saja bingung, sedangkan dia menyediakan untuk satu kelas dan ini berlangsung selama satu semester. Jika begini, layakkah kawanku ini di benci? Aku bahkan ingin memberinya nilai plus-plus. Sampai akhirnya satu kelas memberikan sebuah kejutan di hari ulang tahunnya. Karena ternyata setiap kita memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Kembali ke pokok bahasan. Cukup benci sifatnya jangan benci orangnya.
Selamat malam.

Monday, February 20, 2012

cuma mama yang bisa begini !

Pernahkah kalian mengalami nasib yang mengenaskan seperti aku? Aku pernah sakit radang tenggorokan sampai seperti orang sakit stroke. Kepala hanya bisa menghadap ke atas, tak bisa di nundukkan. Rasanya sangat sakit dan menyiksa. Aku yang kesakitan ternyata hampir membuat mama menangis. Memegang terus leherku takut sekali akan terjadi yang bukan-bukan. Suasana saat itu sudah sangat malam. Ingin ke puskesmas-pun tak bisa, karena sudah tutup. Hanya dokter praktek saja yang bisa di kunjungi, mama sudah siap dengan semua uang simpanannya. Tak peduli berapa-pun yang akan diminta oleh dokternya nanti. Kakak laki-lakiku secepat mungkin menyalakan mobil dan melintasi jalanan yang super hancur tak beraspal. Sampai di dokter praktek mama segera membri tahu dokter apa yang terjadi padaku. Dokter yang hanya berbekal obat-obatan seadanya tak mau mengambil resiko, aku segera di kirimkan ke rumah sakit dekat situ meski harus menempuh waktu setengah jam perjalanan. Mama menurut, tak peduli harus ke ujung dunia-pun. Mendapat surat rujukan dari dokter kami segera bergegas menuju rumah sakit. Segera masuk ke ruang UGD. Hatiku ketar-ketir dan muka mama semakin pucat pasi. Semakin takut terjadi yang bukan-bukan padaku. Kakak laki-lakiku hanya duduk santai, berusaha menata hati karena kecepatan mobil dia kendarai dengan kecepatan lebih dari biasanya. Sampai di UGD aku tidak langsung dilayani, banyak ternyata yang sedang sakit disini. Mama langsung menghampiri siapa saja dokter yang ada dan meminta agar aku segera di tangani. Mama semakin terlihat pucat pasi. Keringat mengucur terus padahal ini ruangan ber-AC. Setelah di layani dokter mama segera menuju meja administrasi. Dan benar saja seluruh simpanan mama habis tak bersisa. Setengah juta lebih harus dikeluarkan dalam waktu kurang dari 15menit. Mama rela saja karena yang terpenting sekarang adalah kesembuhanku. Sampai di mobil mama sudah memegang bubur, pisang dan obat. Aku disuruh segera makan bubur. Tak peduli di lidahku bubur itu tidak berasa apa-apa. Mama terus saja menyendokkan bubur itu ke mulutku. Terus dan terus sampai bubur itu habis. Setelah habis aku segera di minumi obat dari dokter yang harganya menipiskan dompet mama. Setelah minum mama sudah sedikit berkurang keringat dan pucatnya. Meski leherku tetap saja tegang dan tak bisa nunduk. Sampai di rumah aku tidak di biarkan tidur di kamarku sendiri. Aku tidur bareng dengan mama. Mama menjaga erus meski di wajahnya lelah terus terlihat. Sepanjang malam aku tak bisa tidur, mama dengan sabar memegangi terus leherku yang masih tegang. Sampai pagi, tegang di leherku perlahan menurun, lagi-lagi mama sudah siap dengan bubur dan obatnya agar aku segera sembuh. Pengorbanan mama. Ini hanya salah satu contoh. Pastinya sejak kecil aku sudah selalu menyusahkan dan menghabiskan uang mama. Tapi apa yang terjadi? Sampai saat ini, saat umurku sudah menginjak 21 tahun. Mama tetap saja menjagaku, memberiku uangnya, menipiskan semua dompetnya agar aku senang. Selalu dan selalu. Tak peduli nantinya aku akan mengembalikan atau tidak uang itu dan peluh itu. Yang terpenting bagi mama adalah senyum di wajahku dan hatiku. Sampai umurnya yang sudah berkepala 5 pun yang mama ucapkan adalah, “umur orang tidak ada yang tahu ver, makanya mama was-was kalau vera lagi di luar sana.” Sampai begitu mama memikirkanku. Sedangkan saat aku jauh, apakah sampai hati aku memikirkan umur mama yang sudah tua? Apakah memikirkan kalau-kalau mama sakit dirumah saat aku tak ada di sampingnya? Cinta ibu sepanjang jalan dan cinta anak sepanjang galah memang benar. Belajarlah memahami mama selagi masih bisa. Selagi masih ada umur. Boleh jadi aku yang akan pergi dulu sebelum sempat membahagiakan mama dan membalas segala peluh ..

Friday, February 10, 2012

Sikep madu asia

Seperti postingan gue sebelumnya, ternyata pengamatan burung dirumah memang LUARRRR BIASAAAA hebatnya. Burung elang migran lewat rumah gue dong, siapa sih yang mengira? Gue aja shok. Lagi makan mie langsung lari ke depan biar bisa lebih jelas ngeliatnya. Bokap gue yang engga ngerti malah ngira gue lagi ngeliat pesawat jatoh, hadeuhh -_____-



Tepat pukul 3 sore di tanggal 10 februari 2012
Letak rumah gue itu di kampung pakis. Di dalem perumahan permata pamulang.

Gue yang heboh banget ngeliatin itu elang disamperin juga sama si Adam. Diapun ikutan terkesima liatin itu raptor lagi soring.
Karena gue belum terlalu paham ama burung raptor gue searching aja di mbah google. Dapet deh dan dugaan gue yang insyaAllah bener burung ini adalah

CINTA SEJATI



Menatap rembulan malam ini. Dalam lubuk hatiku rasa itu masih ada. Kekecewaan dan kepedihan terberat dalam hidupku. Masih bisakah kita duduk bersama dan menatap rembulan ini bersama seperti dahulu? Masih bisakah kita berbagi kisah bersama lagi? Ibu, mengapa hanya aku yang jujur? Mengapa kau pergi tanpa jujur padaku tentang rasa itu.


BALIKAN



Mantan kekasih adalah hal sensitif ketika kita sedang sendiri. Mantan kekasih adalah kebahagiaan masa lalu dan kepedihan masa lalu. Ketika cinta lama kembali hadir, apalah yang harus kita perbuat?




***
“Firdha, kok lu ga cari pacar lagi sih? Diantara kita bertiga tinggal lu nih yang masih jomblo” ucapan Daniar mengejutkanku. Sebenarnya siapa juga yang mau jomlo lama-lama.  Namanya juga pasangan itu di cari, tapi kalau belum ada yang cocok kan engga bisa maksa. Aku menghembuskan nafas panjang.
“Iya dha, jangan tertutup sama cowok” kali ini Singgih menimpali. Bagus ya kalian. Bilangnya sahabat tapi malah bikin galau. Kembaliku hembuskan nafas panjang.

KIPASAN BELANG



    Mataku berbinar terang melihat pemandangan hijau nan asri di kota ini. Awalnya aku tak pernah percaya di kota yang hiruk-pikuk masih ada ruang terbuka hijau sebesar hutan ini. Sayapku yang lelah menahan badanku diudara berhenti mengepak. Kakiku yang kasar mencengkram ranting pohon jambu. Udara cukup segar disini, meski dikelilingi oleh jalan raya yang padat mobil.

    Dengan ekor yang belang hitam-putih membuat aku diberi nama kipasan belang. Aku tidak peduli apapun julukan bagiku. Saat ini yang terpenting adalah perutku yang sudah bernyanyi, mataku berputar mencari serangga yang enak. Hutan kota seperti ini pasti banyak pohon yang mendatangkan serangga untuk aku santap. Benar saja, setelah melompat dari satu pohon kepohon lain aku mulai mendapatkan serangga-serangga kecil kesukaanku. Santapan yang sangat memanjakan perutku yang bernyanyi sejak tadi.

    Perut sudah berhenti bernyanyi dan sekarang giliran aku bernyanyi sambil berkeliling hutan kota ini. Pasti aku akan menemukan banyak teman disini. Sejak tadi saja aku sudah melihat banyak kawanan burung walet dan layang-layang yang melintas bak penari balet. Terbangnya yang tinggi dan terkadang mengagetkan dengan terbang luncurnya. Ah, aku sudah sangat nyaman disini.

    Lompatanku terhenti ketika melihat kawanku sedang memakan biji-bijian seorang diri. Mataku hampir basah melihat fisiknya yang berbeda. Dia burung gereja tapi terlihat seperti burung pajangan, ah sungguh sangat menyedihkan. Aku menghampirinya, menganggukan kepala tanda bertanya “kenapa tubuhmu?” kawanku itu hanya mengepakkan sayapnya tanda risih dengan warna merah legam dibadannya. Warna merah bukan karena darah namun terlihat jelas akibat pewarnaan. “Aku hanya salah satu korban dari perdagangan satwa liar” sorot matanya mengatakan itu padaku. Berarti masih banyak burung gereja lain yang mengalami pewarnaan sepertinya. Manusia sungguh tidak berperasaan. Aku bernyanyi pelan tanda perihatin dan mencoba menghiburnya. Kawanku itu tetap memakan biji-bijian dengan lahap, tampak jelas dia sedang kelaparan.

    Dari cerita kawanku ini, aku semakin bingung dengan pemikiran manusia-manusia. Apakah mereka mau diperlakukan seperti kawanku ini? Di lumuri sepuhan sampai seluruh tubuhnya berwarna dan di kurung dalam kotak yang tak layak dinamakan kandang. Harusnya mereka lebih pintar daripada insting yang kami punya. Mereka harusnya tahu bahwa kandang yang kami butuhkan adalah ruang terbuka hijau, bukan kotak persegi empat yang berlubang. Memprihatinkan melihat kawanku yang telah berwarna merah ini, apakah dia akan mampu kembali kewarna asalnya? Hanya waktu yang akan menjawab.

    Kembali aku mengelilingi hutan kota ini, sepertinya aku menganggap remeh banyaknya jenis burung gereja disekitarku. Aku benar-benar terpaku melihat kawanku jenis ini didepanku. Warnanya normal, tidak berwarna merah seperti kawanku yang tadi. Namun kawanku kali ini hanya memiliki kaki separuh, kota ini sungguh gila. Apakah yang dialami oleh kawanku ini? Aku sampai tak sanggup menghampirinya, apalagi untuk bertanya. Ah, inilah nasib satwa yang tak dianggap.

    Setelah lelah berkeliling, aku beristirahat sebentar dipohon yang sedikit rindang. Terkejut melihat burung tekukur melintas. Sepertinya dia habis perjalanan jauh, namun ada sesuatu yang mengganjal. Sesuatu berwarna kuning keemasan diapit diparuhnya. Samar-samar aku melihatnya karena letak burung itu kini berada jauh dari posisiku. Berusaha menghampiri dan semakin terkejut dengan apa yang diapit oleh paruhnya. Mie instan dengan lumuran pasir, apakah dia memakannya? Apakah selapar itu sampai harus memakan makanan manusia yang tak layak itu? Burung tekukur seperti dia harusnya memakan biji-bijian. Ah, ibu kota sudah sangat kejam terhadap kawananku.

    Pilunya kawanan burung seperti mereka. Beruntungnya aku tidak mengalami nasib yang begitu keras seperti mereka. Setidaknya saat ini aku sudah nyaman berada di hutan kota ini. Berbagai kisah kesedihan yang aku temukan telah membuka mataku untuk berhati-hati terhadap tangan panas manusia. Sudah banyak kipasan belang yang tertangkap dan masuk kedalam kandang persegi 4 berlubang. Andai saja aku punya kekuatan untuk membebaskan kawan-kawanku itu. Ah, aku sadar aku hanya seekor burung kipasan belang yang tak mampu berbuat apa-apa.

Pemandangan hijau nan asri hutan kota ini dalam sekejap telah berubah menjadi kobaran berwarna orange dan berbayang kebiruan. Asap hitam yang tak mampu bertahan dan melompat keatas mengalir mengisi ruang-ruang kosong dan membuyarkan lamunanku. Ternyata pembakaran hutan liar oleh manusia-manusia tak berhati terjadi lagi. Aku harus hijrah dari hutan kota ini, mencari ruang terbuka hijau yang lain.  Mencari makanan yang lain. Selalu saja seperti ini. Kemanakah kami harus berlindung? Pohon-pohon yang terbakar andai saja memiliki mata dan mulut, pasti mereka sudah menangis dengan kencang. Kota memang sudah gila, tak akan lagi mereka pedulikan kepedihan satwa dan tanaman yang tak mampu berbicara.

END






Lampiran


 
Bukti kejamnya ibu kota. Foto pertama burung tekukur sedang memakan mie instan. Foto kedua burung gereja dengan kaki yang putus satu.
(Gambar diambil dari Facebook Khaleb Yordan)


nb: cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, karakter, dan lokasi itu hanya kebetulan. Enjoy reading :)